Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Fenomena Influencer, Mulai dari Iklan hingga Promosi RUU Cipta Kerja

Baca di App
Lihat Foto
shutterstock
Ilustrasi influencer
|
Editor: Rizal Setyo Nugroho

KOMPAS.com - Polemik mengenai Omnibus Law Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja menyeret sejumlah artis dan influencer.

Mereka mempromosikan RUU tersebut melalui video berdurasi pendek yang diunggah ke akun media sosial dengan tagar #IndonesiaButuhKerja.

Seperti diberitakan Kompas.com, (15/8/2020) figur publik yang mempromosikan tagar tersebut di antaranya Gritte Agatha, Fitri Tropika, Gading Marten, dan Gisela Anastasia.

Kemudian ada pula Ardhito Pramono, Cita Citata, Inul Daratista, Boris Bokir, hingga Gofar Hilman.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Namun, promosi yang dilakukan para artis ini justru menuai kritik dari banyak warganet.

Mereka menilai, para figur publik tidak memahami perasaan para pekerja yang sedang berjuang agar RUU Cipta Kerja tidak disahkan.

RUU Cipta Kerja ditolak pengesahannya oleh kebanyakan pekerja dan organisasi buruh karena dianggap merugikan dan menghilangkan hak-hak pekerja.

Menanggapi kritik yang diarahkan pada influencer oleh warganet, dosen Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) Fajar Junaedi, mengatakan, influencer bukan sekadar jumlah pengikut, namun juga reputasi.

Reputasi ini bisa berasal dari kepakaran di suatu bidang.

"Nah, influencer yang digandeng dalam komunikasi publik tentang RUU Omnibus Law adalah bukan pakar di bidang tata kelola kebijakan pemerintah. Mereka influencer di bidang hiburan, jadinya Jaka Sembung alias tidak nyambung," kata Fajar saat dihubungi Kompas.com, Minggu (16/8/2020).

Baca juga: INFOGRAFIK: Mengenal Istilah Omnibus Law

Munculnya fenomena influencer

Fajar menjelaskan, istilah influencer sebenarnya berasal dari marketing di bidang ekonomi, yang kemudian diadopsi sebagai teknik komunikasi politik.

"Di saat media sosial belum berkembang, periklanan dianggap dan diakui sebagai teknik marketing yang paling efektif. Saat itu influencer belum menjadi fenomena umum," kata Fajar.

Dia menuturkan, pada saat itu tokoh-tokoh terkenal yang memiliki pengaruh belum punya media sendiri. Mereka masih dimanfaatkan sebagai bintang iklan untuk memengaruhi publik agar mengonsumsi produk atau jasa tertentu.

Kemudian, hadir era media sosial. Orang-orang yang sebelumnya sudah memiliki pengaruh di masyarakat, akhirnya memiliki media mereka sendiri melalui media sosial.

"Dengan media sosial yang mereka miliki, mereka bisa menyebarkan pesan ke publik, terutama followers-nya," kata Fajar.

Menurut dia, media sosial dianggap menjadi lebih organik daripada iklan, hal ini yang menjadi kelebihannya.

"Dalam konteks ini media sosial influencer beroperasi dengan pendekatan public relations," ujar dia.

Baca juga: Minta Maaf atas Unggahan #IndonesiaButuhKerja, Ardhito Pramono Kembalikan Uang Bayaran

Pergeseran cara beriklan

Setelah kehadiran media sosial dan figur-figur publik di dalamnya, iklan konvensional dianggap tidak lagi organik, termasuk juga akun media sosial yang bersifat sponsored  cenderung dihindari pengguna media sosial.

"Di sinilah influencer mengambil kesempatan untuk memengaruhi pengguna media sosial," kata Fajar.

Karena beriklan dengan cara biasa tidak lagi menarik minat konsumen, maka pelaku usaha kemudian mengubah cara beriklannya dengan menggandeng influencer di media sosial, tujuannya agar produk merek bisa diterima dengan baik oleh konsumen.

Praktik ini tidak asing lagi bagi masyarakat. Di media sosial, bertebaran akun-akun influencer dengan jumlah pengikut mulai dari ribuan hingga jutaan yang mengunggah konten-konten endorsement, seperti produk makanan, kecantikan, dan juga pakaian. 

Menurut Fajar, keberadaan influencer yang difasilitasi media sosial ini menunjukkan adanya pergeseran dalam strategi komunikasi pemasaran.

Perlu menjaga reputasi

Meski memiliki pengaruh besar, namun Fajar menilai bahwa influencer sebenarnya bukan sekadar jumlah pengikut, namun berkaitan juga dengan reputasi mereka.

"Maka dampaknya bagi audiens adalah jika influencer yang mereka ikuti mereka anggap melakukan tindakan tercela, reputasi influencer jatuh dan ditinggalkan pengikutnya," kata Fajar.

Baca juga: Ardhito Pramono Minta Maaf soal Unggahan Tagar #IndonesiaButuhKerja

Hal ini juga terlihat pada ramainya gelombang kritik kepada para influencer, yang dianggap turut mempromosikan RUU Cipta Kerja. Melihat banyaknya kritik yang muncul, beberapa influencer pun mulai melontarkan permintaan maaf melalui media sosial.

Seperti diberitakan Kompas.com, (15/8/2020) artis atau influencer pertama yang meminta maaf adalah penyiar radio Gofar Hilman.

Klarifikasi

Melalui akun Twitternya, Gofar menjelaskan terlebih dahulu awal mula ia menerima tawaran pekerjaan untuk melakukan promosi.

Ia mengaku hanya diminta membuat video kreatif, tetapi dalam arahan yang diberikan tidak disebutkan mengenai promosi produk hukum apa pun.

Gofar juga menegaskan, dalam video yang ia buat, sama sekali tidak menyatakan dukungan terhadap RUU ataupun menyinggung pihak tertentu.

Setelah Gofar, musisi Ardhito Pramono juga melakukan klarifikasi lewat akun Twitter resminya.

Ardhito mengaku memang mendapat brief untuk melakukan kampanye #IndonesiaButuhKerja. Namun, dalam brief yang diterima, tidak ada kata-kata Omnibus Law RUU Cipta Kerja.

Ia juga mengaku telah menanyakan kepada pihak yang mengurus kerja sama mengenai keterkaitan kampanye dengan politik.

Baca juga: Soal Unggahan Tagar #IndonesiaButuhKerja, Ardhito Pramono: Saya Musisi, Bukan Buzzer

Arditho pun meminta maaf atas ketidaktahuannya terkait inti kampanye tersebut ataupun sikap yang dianggap kurang empati pada masyarakat yang sedang berjuang agar RUU Cipta Kerja tidak disahkan.

Menyusul Ardhito, penyiar radio Adit Insomnia juga memberikan klarifikasi terkait video promosi RUU Cipta Kerja.

Adit mengaku mendapat pekerjaan ini dari teman satu profesinya. Ia berpikir bahwa ia hanya perlu membuat video yang membuat masyarakat semangat di tengah pandemi Covid-19. Ia juga mengaku menerima bayaran sekitar Rp 5 juta.

Namun, Adit tidak mengetahui siapa agensi yang mengurus promosi tersebut. Adit kemudian meminta maaf atas unggahannya terkait #IndonesiaButuhKerja. Ia juga akan mengembalikan uang pembayaran yang telah diterima.

KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo Infografik: Apa Itu Omnibus Law?

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi