KOMPAS.com - Lebanon menghadapi lonjakan kasus virus corona setelah ledakan dahsyat di Pelabuhan Beirut awal bulan ini.
Akibat ledakan tersebut, sekitar 180 orang tewas, lebih dari 6.000 luka-luka dan seperempat juta warga kehilangan tempat tinggal.
Ledakan itu membuat korbannya membanjiri rumah sakit kota dan juga merusak dua rumah sakit yang memiliki peran kunci dalam menangani kasus virus.
Menjelang lonjakan, pejabat medis telah memperingatkan bahaya berkerumun di rumah sakit setelah ledakan, di pemakaman, atau saat orang-orang menggeledah puing-puing.
Protes dan demonstrasi juga pecah setelah ledakan itu ketika warga Lebanon melampiaskan amarah mereka pada kelas penguasa karena dinilai salah urus selama beberapa dekade.
Baca juga: Sepekan Ledakan Lebanon, Apa Saja Fakta yang Diketahui Sejauh Ini?
Total kasus Covid-19
Pada Minggu (16/8/2020), Lebanon mencatat 439 kasus baru dan enam kematian. Total kasus di negera berpenduduk 5 juta jiwa itu mencapai 8.881 dengan 103 kematian.
Awalnya, langkah-langkah ketat yang diterapkan pemerintah mampu mengendalian kasus Covid-19 di Lebanon.
Namun, peningkatan mulai terjadi setelah penguncian dan jam malam dicabut.
Penasihat Medis Perdana Menteri Hassan Dia menyebut tingkat positive rate di negera itu telah meningkat dari 2,1 persen menjadi 5,6 persen hanya dalam empat minggu.
"Virus tidak membedakan kami. Angka 5 persen adalah ancaman nyata bagi seluruh bangsa kita," tegas dia, dikutip dari AP, Senin (17/8/2020).
Sementara itu, Menteri Kesehatan Lebanon Hamad Hassan mengatakan bahwa virus telah menyebar di setiap kota dan hampir setiap desa.
"Ini masalah hidup dan mati. Rumah sakit swasta dan umum sebentar lagi mungkin tak dapat menerima lebih banyak pasien," kata Hassan.
Baca juga: Kisah Sarah Fares, Paramedis Korban Ledakan Lebanon yang Menjadi Simbol Kesedihan
Lockdown
Dengan meningkatnya kasus virus corona di Lebanon tersebut, Hassan pun mendesak adanya penguncian selama dua minggu.
"Kami hari ini menyatakan keadaan siaga umum dan kami membutuhkan keputusan berani untuk menutup (negara) selama dua minggu," kata Hamad Hassan kepada radio Voice of Lebanon, dilansir dari Reuters, Senin (17/8/2020).
"Kami semua menghadapi tantangan nyata dan angka yang tercatat pada periode terakhir sangat mengejutkan," sambungnya.
Hassan mendesak setiap ekspatriat atau orang asing yang kembali ke Lebanon untuk tidak meninggalkan hotel mereka sampai mereka diuji dan dinyatakan aman.
Orang yang bepergian ke Lebanon akan diminta untuk diuji sebelum dan pada saat kedatangan.
Kendati demikian, pihak berwenang tidak akan menutup bandara negara, karena lonjakan kasus sebagian besar berasal dari transmisi lokal.
"Bahaya sebenarnya adalah penyebaran di masyarakat. Setiap orang harus waspada dan mengambil tindakan pencegahan yang paling ketat," jelas dia.
Baca juga: Jalan Panjang Bendera Pusaka, Pernah Dibelah Jadi Dua Sebelum Pensiun
Krisis keuangan
Lebanon dalam kondisi sulit bahkan sebelum adanya ledakan di pelabuhan Beirut awal bulan Agustus lalu.
Sebelumnya sektor kesehatan Lebanon telah bertarung melawan pandemi di tengah krisis ekonomi dan keuangan yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Dalam catatan WHO, sekitar setengah dari 55 pusat medis di seluruh Beirut tidak berfungsi akibat ledakan dahsyat lalu.
Baca juga: Sejak Kapan Bendera Merah Putih Jadi Lambang Indonesia Merdeka?
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.