Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Saat Ledakan Beirut Memicu Eksodus Baru dari Lebanon...

Baca di App
Lihat Foto
Hussein Malla
University students who volunteered to help clean damaged homes and give other assistance, pass in front of a building that was damaged by last weeks explosion, in Beirut, Lebanon, Tuesday, Aug. 11, 2020. The explosion that tore through Beirut left around a quarter of a million people with homes unfit to live in. But there are no collective shelters, or people sleeping in public parks. That?s because in the absence of the state, residents of Beirut opened their homes to relatives, friends and neighbors. (AP Photo/Hussein Malla)
|
Editor: Inggried Dwi Wedhaswary

KOMPAS.com - Shady Rizk (36), seorang insinyur telekomunikasi termasuk di antara banyak orang Lebanon yang sudah muak dengan krisis ekonomi berkepanjangan.

Dengan 350 jahitan di tubuhnya, dia melihat kelangsungan hidupnya sebagai keajaiban. Saat ledakan, Rizk berada di kantornya yang letaknya dekat dengan pelabuhan.

Dia bertekad untuk tidak menghabiskannya di Lebanon pada kesempatan kedua hidupnya.

Ledakan pada 4 Agustus 2020 itu disebabkan oleh bahan berbahaya yang dibiarkan tanpa jaminan di pelabuhan selama bertahun-tahun, meski beberapa kali diperingatkan.

Fakta itu semakin membuat marah warga Lebanon yang telah melihat kelas politik korup dan tak mampu mengatasi krisis negara.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ledakan tersebut merupakan puncak kemarahan yang membulatkan tekad banyak warga untuk pergi dari Lebanon.

"Saya sudah tidak merasa aman lagi di sini. Tuhan memberi saya kehidupan lain, kesempatan kedua, saya tidak ingin hidup di sini," kata Rizk, dilansir dari AFP, 17 Agustus 2020.

Baca juga: Kisah Mereka yang Kehilangan Mata akibat Ledakan di Beirut, Lebanon...

Kurang dari dua minggu setelah ledakan, Rizk berencana untuk hijrah ke Kanada dan berharap bisa memulai hidup baru dengan bantuan kerabatnya di sana.

Kisah eksodus dari Lebanon sebenarnya bukan hal baru.

Di negara yang dilanda kelaparan, krisis ekonomi, dan perang saudara selama 15 tahun, setidaknya ada satu kerabat dalam suatu keluarga yang telah pergi ke Teluk, Eropa, atau Amerika Serikat.

Dalam beberapa bulan terakhir, ribuan warga Lebanon tercatat membeli tiket sekali jalan ke luar negeri demi mencari pekerjaan serta menghindari PHK massal dan pemotongan gaji.

Kanada masih menjadi tujuan favorit bagi warga Lebanon untuk melanjutkan sisa hidupnya.

Sementara itu, Walid (40), yang berprofesi sebagai seorang dokter langsung menelepon mantan istrinya di Paris beberapa menit setelah ledakan.

Dia meminta mantan istrinya untuk membawa kedua anak mereka.

"Dia mencoba menenangkan saya. Saya meminta untuk membawanya. Sebagai seorang ayah, saya harus menempatkan mereka dalam situasi di mana mereka tidak akan trauma, atau mempertaruhkan nyawa mereka," kata Walid.

Baca juga: Lebanon Catatkan Peningkatan Tajam Kasus Corona sejak Ledakan Beirut

Saat ledakan, Walid sedang berada di rumah bersama salah satu dari dua putranya yang berusia 17 tahun.

Nalurinya sebagai seorang yang dibesarkan selama perang saudara 1975-1990 muncul ketika terjadi ledakan dahsyat itu.

Dia menarik putranya dan membawanya ke kamar mandi untuk berlindung dari ledekan, seperti yang dilakukan ayahnya saat Walid masih muda.

"Ketakutan yang saya lihat di wajah (putra saya) itu menembus saya," jelas dia.

Walid yang kuliah di Kanada dan Paris, berencana mengirim anak kembarnya ke Prancis untuk studi mereka.

Ledakan itu mempercepat kepergian mereka.

Seperti banyak orang Lebanon, dia sangat marah pada pemerintah yang mengakui bahwa 2.750 ton amonium nitrat dibiarkan membusuk di jantung Beirut.

"Tidak disangka, kita hidup di negara yang sudah 40 tahun tidak berbadan hukum," kata Walid.

Baca juga: Profil Hassan Diab, PM Lebanon yang Mengundurkan Diri Pasca-ledakan Beirut

Sharbel Hasbany, seorang penata rias berusia 29 tahun juga bertekad untuk meninggalkan Lebanon, setelah menolak permintaan ibunya selama bertahun-tahun.

Namun, dia mungkin perlu meminta bantuan keuangan dari teman dan keluarga karena krisis ekonomi membuat tabungannya tertahan di sistem perbankan yang memblokir penarikan dolar.

Saat ledakan, Hasbany berada di distrik Gemmayzeh, salah satu daerah yang paling terpukul oleh ledakan itu.

"Kami berada di sana sepanjang waktu, tapi tak tahu bahwa kami duduk di atas bom," terang dia.

Baca juga: Amonium Nitrat Sebabkan Ledakan Lebanon, Negara Mana yang Masih Menyimpan?

KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo Infografik: Apa itu Amonium Nitrat?

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi