Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wacana Bela Negara untuk Mahasiswa, Bisakah Meningkatkan Rasa Nasionalisme?

Baca di App
Lihat Foto
Shutterstock
Ilustrasi mahasiswa, kampus, universitas, perguruan tinggi
|
Editor: Inggried Dwi Wedhaswary

KOMPAS.com - Kementerian Pertahanan berencana menggandeng Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk membuka kemungkinan adanya pendidikan militer melalui program bela negara di kampus.

Hal itu disampaikan oleh Wakil Menteri Pertahanan (Wamenhan) Sakti Wahyu Trenggono, Minggu (16/8/2020).

"Nanti, dalam satu semester, mereka bisa ikut pendidikan militer, nilainya dimasukkan ke dalam SKS yang diambil. Ini salah satu yang sedang kita diskusikan dengan Kemendikbud untuk dijalankan," ujar Trenggono

Namun, dalam sebuah wawancara Radio, Rabu (19/8/2020), ia mengatakan, program pendidikan bela negara yang diinisiasi Kemenhan bukan merupakan pendidikan militer.

“Itu bukan pendidikan militer, tapi bela negara. Bela negara itu bukan militer, nanti kesannya itu militerisasi,” ujar dia.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Langkah tersebut disebut sebagai upaya pemerintah agar generasi milenial tak hanya kreatif dan inovatif, tetapi juga cinta bangsa dan negara dalam kehidupan sehari-hari.

Untuk itu, kecintaan generasi milenial terhadap negara bisa ditunjukkan dengan bergabung dalam komponen cadangan (Komcad).

Baca juga: Plus Minus Wacana Program Bela Negara...

Tepatkah langkah ini?

Membangun karakter leadership

Pemerhati pendidikan Ina Liem menyatakan dengan rencana tersebut. Namun, menurut dia, kurikulum dan bentuk kerja samanya harus dikaji secara mendalam.

Ina berpandangan, generasi saat ini terlalu disibukkan dalam memperjuangkan hak, tetapi melupakan tanggung jawab sosialnya.

"Setelah zaman penjajahan, kita sibuk memperjuangkan hak, dan itu bagus. Tapi sekarang kebablasan, lupa bahwa kita adalah bagian dari masyarakat, punya tanggung jawab sosial," kata Ina kepada Kompas.com, Kamis (20/8/2020).

Menurut dia, pendidikan militer yang mengajarkan kepekaan sosial dan tanggung jawab bisa menjadi alternatif untuk mengisi kekosongan itu.

Misalnya, kesalahan yang dilakukan pada satu orang akan berdampak pada satu tim.

"Ini mengajarkan, cueknya kita ada dampaknya ke orang-orang di sekitar kita. Di sini kita lemah. Buktinya di saat pandemi, banyak orang cuek tidak mau pakai masker. Cueknya mereka kan berdampak ke orang di sekitarnya," jelas dia.

Ina mengatakan, pendidikan ala militer semacam ini masih dipertahankan di Amerika Serikat. Di beberapa kampus, mahasiswa boleh memilih untuk tinggal di asrama dengan pendidikan karakter ala militer itu.

"Mereka kuliah seperti biasa, tapi tiap pagi ada latihan militer, ada prinsip reward and punishment," ujar dia.

Ia berpendapat, pendidikan seperti ini dibutuhkan untuk membentuk karakter leadership dan belajar memikirkan kepentingan orang banyak, bukan untuk mencetak tentara cadangan.

Kendati demikian, Ina menyebut program tersebut hanya bersifat pilihan dan tidak diwajibkan.

Baca juga: Imparsial: Pemerintah Terlalu Menyederhanakan Nasionalisme dalam Program Bela Negara

Menanamkan nasionalisme

Sementara itu, pemerhati pendidikan Doni Koesoema mengatakan, pendidikan militer diperlukan untuk menanamkan rasa cinta Tanah Air kepada generasi muda.

"Sejauh diletakkan dalam porsinya, sebagai semacam pembentukan karakter mahasiswa agar memiliki sikap nasionalisme, saya rasa tidak masalah," kata Doni, saat dihubungi secara terpisah, Kamis.

Namun, bela negara untuk mahasiswa tidak boleh diperpanjang di lingkup kampus dengan menjadikan mereka semacam perwakilan militer di kampus.

Ia menekankan, kampus merupakan tempat pengembangan utama keilmuan yang lebih mengutamakan dialog dan pemikiran kritis.

"Model militer, komando, dan ketaatan pada atasan yang sifatnya hierarki tidak bisa otomatis berlaku juga di kampus. Jangan sampai ada militerisasi di kampus," kata Doni.

Jika tujuannya untuk mempersiapkan komando cadangan, Doni menganggap program itu tak bisa diwajibkan untuk para mahasiswa.

Artinya, hanya berlaku bagi mahasiswa yang memang tertarik mengikutinya dan memenuhi berbagai syarat.

Menurut Doni, ada banyak cara untuk menumbuhkan rasa nasionalisme dalam diri anak-anak muda selain melalui pendidikan militer.

"Untuk dapat mencintai bangsa, paparan pengalaman mahasiswa tidak harus melalui pendidikan militer, karena pengayaan pengalaman mencintai bangsa dan tanah air bisa dilakukan melalui banyak cara, metode, dan ruang ekspresi seni, budaya, dan agama," kata dia.

Wacana program bela negara untuk mahasiswa ini juga menimbulkan pro dan kontra.

Koordinator Peneliti Imparsial, Ardi Manto Adiputra menilai, pemerintah terlalu menyederhanakan frasa rendahnya rasa nasionalisme di kalangan anak muda dengan melibatkan mereka dalam program bela negara.

"Negara tidak boleh menyederhanakan persoalan rendahnya rasa nasionalisme di kalangan anak muda generasi milenial saat ini dengan memaksa mereka untuk ikut pelatihan militer," ujar Ardi, seperti diberitakan Kompas.com, Rabu (19/8/2020).

Menurut dia, penyebab rendahnya rasa nasionalisme atau semangat bela negara di kalangan anak muda juga tak lepas dari faktor internal pemerintah.

Selama ini, pemerintah dinilai tidak memberikan pendidikan keteladanan yang baik bagi masyarakat.

Baca juga: Imparsial Sebut Bela Negara pada Mahasiswa Bisa Mengikis Daya Kritis

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi