KOMPAS.com - PT Pertamina mencatatkan rugi bersih sebesar 767,92 juta dollar AS atau setara Rp 11,13 triliun pada semester I 2020.
Padahal di periode yang sama 2019 silam, perusahaan migas pelat merah tersebut mencatatkan laba bersih senilai 659,96 juta dollar AS atau setara dengan Rp 9,56 triliun.
Kerugian tersebut disebutkan terjadi akibat penurunan harga miinyak mentah dunia, penurunan konsumsi BBM di dalam negeri, serta pergerakan nilai tukar dollar AS yang berdampak pada rupiah
Baca juga: Soal 2 Pria Unboxing Gas Elpiji 3 Kg dan Terbakar, Ini Penjelasan Pertamina...
Menanggapi adanya hal itu, pengamat BUMN dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB-UI) Toto Pranoto menyampaikan, penurunan kinerja Pertamina tidak dapat dihindarkan.
"Ini seperti yang dialami banyak usaha sejenis dalam era pandemi," ujarnya saat dihubungi Kompas.com, Kamis (27/8/2020).
Kerugian yang dialami Pertamina menurutnya disebabkan lantaran adanya kombinasi penurunan domestic demand, harga minya dunia yang cenderung melemah, serta terjadinya fluktuasi kurs atau nilai tukar rupiah terhadap dollar AS pada semester 1.
Baca juga: Soal Pom Bensin Terbakar Diduga karena Radiasi Ponsel, Ini Penjelasan Pertamina
Kiat khusus
Meskipun upaya-upaya efisiensi telah dilakukan, imbuhnya, penurunan delta biaya jauh lebih kecil dibandingkan penurunan delta revenue yang merosot tajam.
Oleh karena itu, dirinya berharap adanya sejumlah kiat-kiat yang dapat dilakukan Pertamina guna menekan kerugian tersebut.
"Jadi, sampai dengan akhir tahun ini, diharapkan terjadi percepatan pembayaran kompensasi subsidi BBM oleh pemerintah seperti yang sudah dijadwalkan dalam program PEN 2020, sehingga terjadi perbaikan struktur revenue," kata dia.
Baca juga: 10 BUMN yang Miliki Bisnis Hotel, dari Pertamina hingga Krakatau Steel
Selain itu, Toto juga mengharapkan, Pertamina memperbaiki tingkat demand domestik di semester II dengan berbagai stimulus ekonomi yang sudah dijalankan.
Menurutnya, stimulus ekonomi ini dapat berwujud dengan bantuan tunai dan ke korporasi BUMN dengan skema pinjaman, Penyertaan Modal Negara (PMN), serta insentif ke industri secara umum (fiskal dan non-fiskal) ke masyarakat.
Tindakan-tindakan ini diharapkan memacu perbaikan ekonomi lebih cepat di 2021.
"Apalagi forecasting banyak lembaga international optimistis dengan kecepatan pemulihan ekonomi Indonesia yang lebih banyak didorong tingkat konsumsi domestik dibandingkan hasil eksport," katanya lagi.
Baca juga: Daftar BUMN yang Punya Bisnis Hotel
Sementara dari sisi pengelolaan cost ke depan, ia berharap Pertamina dapat melakukan perbaikan lebih tajam dengan upaya regenosiasi beberapa kontrak proyek berjalan.
Selain itu, juga terkait dengan renegosiasi utang jatuh tempo, sekaligus penundaan beberapa project dengan capex (belanja modal) besar.
"Dengan kombinasi ini diharapkan kinerja 2020 bisa menjadi lebih baik," imbuh dia.
Baca juga: Soal Tabung Gas Meledak Saat Lampu Dinyalakan, Ini Penjelasan Pertamina
Upaya Pertamina untuk bangkit
Sementara itu, VP Corporate COmmunication Pertamina Fajriyah Usman mengaku penurunan pendapatan Pertamina yang signifikan terjadi pada Maret-Mei 2020.
Ia mengungkapkan, saat itu laba mengalami penekanan, dan Pertamina berangsur mengalami kerugian bersih rata-rata 500 juta dollar AS per bulannya.
"Untuk mengatasi kondisi ini, Pertamina telah berhasil menjalankan strategi dari berbagai aspek baik operasional maupun finansial, sehingga laba bersih pun beranjak naik sejak Mei sampai Juli 2020 dengan rata-rata sebesar 350 juta dollar AS setiap bulannya," ujar Fajriyah saat dihubungi terpisah oleh Kompas.com, Kamis (27/8/2020).
"Pencapaian positif ini akan terus mengurangi kerugian yang sebelumnya telah tercatat," lanjut dia.
Baca juga: 5 BUMN yang Dominasi Pasar, dari Pertamina hingga Semen Indonesia
Selain itu, kinerja Laba Operasi dan EBITDA atau pendapatan sebelum bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi juga tetap positif, sehingga secara kumulatif dari Januari hingga Juli 2020 mencapai 1,26 miliar dollar AS dan EBITDA sebesar 3,48 miliar dollar AS.
Hal ini menunjukkan bahwa secara operasional Pertamina tetap berjalan baik, termasuk komitmen Pertamina untuk menjalankan penugasan dalam distribusi BBM dan LPG ke seluruh pelosok negeri serta menuntaskan proyek strategis nasional seperti pembangunan kilang.
"Tentu saja, perbaikan kinerja tidak semudah membalikkan tangan, perlu proses dan perlu waktu,"kata dia.
Di sisi lain, Fajriyah juga menjelaskan, upaya-upaya yang dilakukan Pertamina guna meningkatkan kinerja, di antaranya efisiensi belanja operasional (opex) dengan memotong anggaran hingga 30 persen.
Serta juga melakukan prioritasi belanja modal (capex) dengan sangat selektif hingga bisa lebih efisien 23 persen.
Baca juga: Menyoal Pertamina dan Bisnis Anak Cucunya