KOMPAS.com – Penyebaran kasus virus corona di dunia belum menunjukkan tanda-tanda akan berhenti.
Mengutip Worldometers, jumlah kasus virus corona secara global mencapai 24.583.334 (24,5 juta) kasus, hingga Jumat (28/8/2020).
Korban jiwa akibat virus SARS-CoV-2 tersebut mencapai 834.257, dan pasien yang dikabarkan sembuh berjumlah 17.064.154.
Baca juga: Memprediksi Kapan Pandemi Covid-19 di Indonesia Akan Berakhir...
Berikut ini 10 negara dengan jumlah kasus terbanyak:
- Amerika Serikat: 6.038.916 kasus, 184.471 meninggal dunia, 3.337.827 sembuh.
- Brasil: 3.761.391 kasus, 118.649 meninggal dunia, dan 2.947.250 sembuh.
- India: 3.384.575 kasus, 61.694 meninggal dunia, 2.583.063 sembuh.
- Rusia: 975.576 kasus, 16.804 meninggal dunia, 792.561 sembuh.
- Afrika Selatan: 618.286 kasus, 13.628 meninggal dunia, 531.338 sembuh.
- Peru: 613.378 kasus, 28.124 meninggal dunia, dan 421.877 sembuh.
- Kolumbia: 582.022 kasus, 18.468 meninggal dunia, dan 417.793 sembuh.
- Meksiko: 573.888 kasus, 62.076 meninggal dunia, dan 396.758 sembuh.
- Spanyol: 451.792 kasus, 28.996 meninggal dunia.
- Cile: 404.102 kasus, 11.072 meninggal dunia, dan 377.922 sembuh.
Baca juga: Berikut 10 Pekerjaan Paling Banyak Dicari di Indonesia Versi Laman Prakerja
Secara lengkap berikut ini update perkembangan virus corona di berbagai belahan dunia:
1. Jerman
Acara publik massal di mana pelacakan kontak virus corona dan aturan kebersihan sulit dipertahankan akan tetap dilarang di Jerman hingga akhir tahun.
Mengutip Aljazeera, keputusan tersebut disampaikan pada Kamis (27/8/2020) antara Kanselir Angela Merkel dan pemimpin 16 negara bagian Jerman akibat meningkatnya infeksi di negara itu.
Seorang sumber mengatakan pemerintah negara bagian telah membentuk kelompok kerja untuk mengatur bagaimana mengatur penonton olahraga nasional yang rencananya akan mulai kembali pada akhir Oktober.
Baca juga: Mengenal Apa Itu Resesi Ekonomi, Dampak, dan Penyebabnya...
2. Uni Eropa
Komisi Eropa membayar 396 juta dollar AS untuk mengamankan setidaknya 300 juta dosis vaksin Covid-19 potensial yang saat ini sedang dikembangkan oleh pembuat obat di Inggris Astra Zeneca.
Kesepakatan atas nama negara-negara UE tersebut setidaknya meminta Astra Zeneca untuk menyediakan setidaknya 300 juta dosis kandidat vaksin Covid-19.
"Kami tidak dapat menunjukkan pada tahap ini harga spesifik per dosis. Namun, sebagian besar dari keseluruhan biaya didanai oleh kontribusi dari keseluruhan pendanaan ESI untuk vaksin," kata juru bicara Astra Zeneca.
Baca juga: Saat Rusia Mulai Produksi Vaksin Corona Sputnik V Kloter Pertama...
3. Swedia
Aturan pertemuan publik di Swedia kemungkinan akan dilonggarkan dengan mengizinkan hingga 500 orang hadir dalam acara publik.
Usulan yang diajukan itu menerangkan aturan akan diberlakukan dengan pengecualian dari aturan yang saat ini ditetapkan yakni hanya maksimal 50 orang.
"Proposal itu berkaitan dengan acara di mana ada kursi bernomor," kata Kepala Ahli Epidemiologi Agensi Anders Tegnell.
Menurutnya jika pemerintah menerima usulan itu maka harus ada evaluasi dampak. Jika berjalan baik maka batas dapat dinaikkan.
Baca juga: Simak, Ini 10 Cara Pencegahan agar Terhindar dari Virus Corona
4. Perancis
Perusahaan diagnostik klinis yang berbasis di Paris, Novacyt meluncurkan alat tes pada Kamis ( 27/8/2020).
Alat itu diklaim dapat membedakan antara Covid-19 dan flu musiman.
Novacyt menyebut panel uji dengan nama “Winterplex” dapat mendeteksi gen khusus Covid-19 atau gen influenza A&B serta virus pernapasan synctial (RSV).
“Kami percaya Winterplex ™ adalah salah satu panel uji pernapasan pertama yang disetujui di dunia yang dapat membedakan antara COVID-19 dan penyakit pernapasan umum lainnya,” kata CEO Novacyt Graham Mullis dikutip dari Reuters.
Baca juga: Uji Klinis Fase 3 Baru Dimulai, Kenapa 50 Juta Bulk Vaksin Covid-19 Sudah Mulai Diterima November?
5. WHO
Pejabat Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan pengujian infeksi Covid-19 sangat penting untuk mengendalikan pandemi. Akan tetapi WHO mengatakan tes Covid-19 pada populasi yang luas tidak terlalu berguna.
Maria Van Kerkhove seorang ahli epidemiologi WHO mengatakan rekomendasi WHO adalah melakukan tes pada orang yang dicurigai dan yang terhubung dengan kontak.
Akan tetapi pihaknya mengatakan fokusnya harus pada orang dengan gejala.
Baca juga: 5 Hal yang Perlu Diketahui soal OTG pada Covid-19
Sementara itu, Mike Ryan Kepala Program Kedaruratan WHO, mengatakan ada alasan untuk menguji orang yang tidak bergejala atau pra-gejala, khususnya di mana kelompok infeksi muncul, tetapi pengujian populasi yang luas itu mahal dan tidak realistis.
"Itu menyerap banyak sekali sumber daya," kata Ryan dikutip The New York Times (27/8/2020).
"Jadi kami perlu fokus pada pengujian individu yang tepat, kami perlu fokus pada memaksimalkan pengujian di klaster, dan kami perlu fokus pada kualitas pengujian, dan kecepatan penyelesaian,” imbuh dia.
Komentar itu sendiri muncul setelah Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) AS mengatakan bahwa orang yang terpapar Covid-19 tapi tak bergejala mungkin tak perlu diuji.
Baca juga: CDC Tambahkan 6 Gejala Baru Virus Corona, Apa Saja?