Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menyangkut Nyawa Siswa, KPAI Minta Pemerintah Perhatikan Kesiapan Pembukaan Sekolah

Baca di App
Lihat Foto
ANTARA FOTO/INDRAYADI TH
Hagar Kegiye (12 tahun) mengerjakan tugas sekolah di kios layanan internet, Kota Jayapura, Papua, Minggu (9/8/2020). Siswi kelas VI SD Inpres Bhayangkara, Jayapura Utara mengaku tidak memiliki kuota internet di telepon selulernya, sehingga mengharuskan dirinya menyewa layanan internet pada salah satu kios di Bhayangkara, Jayapura Utara.
|
Editor: Rizal Setyo Nugroho

KOMPAS.com - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) meminta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) memperhatikan kesiapan pembukaan kembali sekolah.

Sebab KPAI menilai masalah minimnya infrastruktur sekolah dapat mengancam nyawa anak-anak dan guru saat dibukanya kembali sekolah.

Komisioner KPAI Bidang Pendidikan, Retno Listyarti menyebut, hal itu sama pentingnya dengan wacana pemberian kuota internet oleh Kemendikbud.

Pihaknya mengingatkan Kemendikbud dan Kementerian Agama bahwa masalah di sektor pendidikan di masa pandemi saat ini yang sangat darurat.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Mulai dari memperbaiki pembelajaran jarak jauh (PJJ) fase dua, sampai pada penyiapan pembelajaran tatap muka dengan pemenuhan infrastruktur dan protokol atau SOP adaptasi kebiasaan baru di sekolah," kata Retno kepada Kompas.com, Sabtu (29/8/2020).

"Penyiapan ini sangat krusial karena menyangkut keselamatan jutaan siswa, guru dan warga sekolah lainnya," lanjut dia.

Baca juga: Ramai soal Polemik Pembukaan Sekolah dan Pembelajaran Jarak Jauh, Bagaimana Sebaiknya?

Sekolah tata muka

Selain itu, data yang disampaikan Direktur SMP Kemdikbud menunjukkan bahwa sudah 3.347 sekolah yang saat ini menggelar tatap muka dan ada ribuan sekolah lainnya yang memaksa ingin buka sekolah.

Kondisi tersebut menurutnya tanpa pernah dipastikan kesiapan infrastruktur dan protokol kesehatannya baik oleh pemerintah daerah maupun pemerintah pusat dan Gugus Tugas Covid-19 pusat dan daerah.

Retno menyebut, penyiapan infrastruktur adaptasi budaya baru di satuan pendidikan memerlukan dana yang tidak sedikit. 

Penyiapan itu tidak bisa mengandalkan dana BOS, hal itu dikarenakan pastinya sangat tidak mencukupi.

"Pengalaman SMKN 11 Kota Bandung yang sudah menyiapkan infrastruktur adapatasi budaya baru di sekolah dalam pembelajaran tatap muka, ternyata anggaran penyiapan sangat besar, tak bisa hanya mengandalkan dana BOS, tetapi juga BOSDA dan dukungan angaran Komite Sekolah," tegas Retno.

Data survey KPAI

Retno menambahkan, data dari survey KPAI yang melibatkan 6.729 sekolah, menunjukkan bahwa infrastruktur pendukung budaya bersih dan sehat di satuan pendidikan, baik sekolah maupun madrasah masih minim, bahkan sebelum pandemi Covid-19.

Seperti contoh, sarana dan prasarana toilet, wastafel, sabun cuci tangan, tisu, dan lain-lain.

Sebelum pandemi Covid-19, kata Retno, hampir semua sekolah telah memiliki wastafel. Hanya saja jumlahnya sedikit dan belum menyebar, serta terkonsentrasi di toilet sekolah.

"Padahal wastafel sangat diperlukan dalam adaptasi kebiasaan baru di sekolah, karena anak harus sering cuci tangan," ucap Retno.

Baca juga: Melihat Risiko dan Hasil Pembukaan Sekolah di Tengah Pandemi Corona...

Fasilitas protokol kesehatan

Data KPAI menunjukkan, 46 persen sekolah memiliki wastafel kurang dari 5 buah, 32 persen memiliki 5-10 wastafel, 10 persen sekolah memiliki 10-15 wastafel.

Kemudian 6 persen sekolah memiliki 15-20 wastafel, dan 6 persen sekolah memiliki lebih dari 20 wastafel dan yang memiliki wastafel lebih dari 20 hanyalah 6 persen sekolah.

Begitu juga dengan ketersediaan sabun cuci tangan sebelum pandemi Covid-19, dimana 67 persen sekolah telah menyediakan sabun hanya di toilet sekolah, 28 persen, terkadang menyediakan dan 5 persen menyatakan tidak pernah menyediakan.

"Saat buka sekolah dilakukan, sabun cuci tangan wajib ada di setiap wastafel depan kelas, bukan hanya di toilet sekolah," papar Retno.

Kemudian, penyediakan tisu di toilet sekolah sebelum pandemi Covid-19 hanya dilakukan oleh 27 persen sekolah.

Sedangkan 41 persen sekolah menyatakan kadang-kadang menyediakan tisu dan 32 persen menyatakan tidak pernah menyediakan tisu.

"Padahal, kalau cuci tangannya sudah benar, tetapi tidak ada sarana mengeringkan, maka anak kemungkinan mengelap tangannya di benda yang kemunginan kurang steril," terang Retno.

Baca juga: KPAI Minta Negara Cermati 3 Isu Terkait Anak di Masa Pandemi

Disinfektan

Retno juga memaparkan, sebelum pandemi Covid-19, hanya 23 persen sekolah yang selalu menyediakan disinfektan, sedangkan yang kadang-kadang menyiapkan disinfektan untuk perawatan sekolah sebanyak 31 persen.

Parahnya lagi, ada yang tidak pernah menyediakan dan menggunakan disinfektan untuk perawatan sekolah sebanyak 46 persen.

Padahal, saat pembelajaran tatap muka, seluruh sarana dan prasarana itu tersedia dalam jumlah yang mencukupi antara sarananya dengan jumlah siswa dan guru.

Belum lagi dibutuhkan bilik disinfektan, thermogun, air yang mengalir, ruang isolasi sementara, dan seluruh petunjuk arah, serta seluruh protocol kesehatan atau SOP dalam adaptasi budaya baru di sekolah.

Termasuk Biaya tes swab bagi seluruh guru dan siswa secara acak yang akan memulai pembelajaran tatap muka, tentu saja pembiayaan harus ditanggung pemerintah.

"Semua itu butuh anggaran yang tidak kecil, jadi seharusnya politik anggaran mulai diarahkan ke pendidikan, terutama penyiapan infrastruktur untuk memenuhi protocol kesehatan agar kita dapat menjamin dan memenuhi Hak Hidup, Hak Sehat dan Hak pendidikan jutaan anak Indonesia dan para gurunya," jelas Retno.

Baca juga: Viral, Unggahan Suami yang Bingung Saat Istri Ngidam Ingin Naik KA Tangki Pertamina

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi