Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Keputusan Menteri Pertanian soal Ganja Masuk Tanaman Obat Binaan Dicabut

Baca di App
Lihat Foto
SHUTTERSTOCK/STUNNING ART
Ilustrasi ganja.
|
Editor: Jihad Akbar



KOMPAS.com – Kementerian Pertanian (Kementan) pada 3 Februari 2020 lalu mengeluarkan daftar mengenai tanaman komoditas binaan. Ganja masuk dalam daftar tersebut.

Daftar tanaman tersebut tertuang dalam Keputusan Menteri Pertanian RI (Kepmentan) Nomor 104/KPTS/HK.140/M/2/2020 tentang Komoditas Binaan Kementan.

Keberadaan ganja dalam Kepmentan itu pun menjadi sorotan publik.

Terkait hal tersebut, Tommy Nugraha selaku Direktur Sayuran dan Tanaman Obat Kementan mengatakan untuk sementara Kepmentan tersebut akan dicabut dan dikaji ulang.

Kementan akan berkoordinasi dengan Badan Narkotika Nasional (BNN), Kementerian Kesehatan (Kemenkes), hingga Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

“Kepmentan 104/2020 tersebut sementara akan dicabut untuk dikaji kembali, dan segera dilakukan revisi berkoordinasi dengan stakeholder terkait (BNN, Kemenkes, LIPI),” ujar Tommy dalam keterangan yang diterima Kompas.com Sabtu (29/8/2020).

Baca juga: Penjelasan Kementan soal Ganja Masuk di Daftar Tanaman Obat Binaan

Ia menyebut, pengaturan tersebut sebetulnya hanya untuk kelompok komoditas tanaman obat bagi ganja yang ditanam untuk kepentingan pelayanan medis dan atau ilmu pengetahuan, dan secara legal menurut UU Narkotika.

“Saat ini belum dijumpai satu pun petani ganja yang menjadi petani legal, dan menjadi binaan Kementan,” kata dia.

Akan tetapi pihaknya menekankan prinsipnya izin usaha budidaya pada tanaman sebagaimana yang dimaksud pada Kepmentan 104/2020 tersebut tetaplah memperhatikan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan.

Penyalahgunaan tanaman ganja, menurutnya menjadi bagian tersendiri dan memiliki pengaturan tersendiri.

Hal itu sebagaimana tercantum dalam Pasal 67 UU No 13 Tahun 2010 tentang Hortikultura yang menyebut budidaya jenis tanaman hortikultura yang merugikan kesehatan masyarakat dapat dilakukan untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau ilmu pengetahuan, kecuali ditentukan lain oleh undang-undang.

Menurut Tommy, tanaman ganja adalah jenis tanaman psikotropika dan selama ini telah masuk dalam kelompok tanaman obat sejak tahun 2006, sesuai dengan Kepmentan Nomor 511/2006.

Ia menjelaskan pada 2006 Kementan telah melakukan pembinaan guna mengalihkan para petani ganja agar bertanam tanaman lain.

“Pada tahun 2006, pembinaan yang dilakukan adalah mengalihkan petani ganja untuk bertanam jenis tanaman produktif lainnya, dan memusnahkan tanaman ganja yang ada saat itu,” ujar Tommy.

Pihaknya menjelaskan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo konsisten dan berkomitmen dalam mendukung pemberantasan penyalahgunaan narkoba.

Tommy mengatakan komitmen Mentan adalah memastikan pegawai Kementan bebas narkoba.

Kementan juga aktif melakukan edukasi bersama BNN untuk mengalihkan daerah-daerah yang selama ini menjadi wilayah penanaman ganja secara ilegal ke pertanian tanaman pangan, hortikultura dan perkebunan.

Baca juga: INFOGRAFIK: Di Balik Ganja yang Melenakan...

Tanaman ganja, jika menilik Permenkes Nomor 44 Tahun 2019 tentang Perubahan Penggolongan Narkotika, masuk ke dalam jenis narkotika golongan I.

Ganja yang masuk dalam jenis ini adalah semua tanaman genus cannabis dan semua bagian dari tanaman, termasuk biji, buah, jerami, hasil olahan tanaman ganja atau bagian tanaman ganja, termasuk damar ganja dan hasis.

Narkotika golongan I, menurut Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, dilarang digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan.

Dalam jumlah terbatas, narkotika golongan I dapat digunakan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dan untuk reagensia diagnostik, serta reagensia laboratorium setelah mendapatkan persetujuan Menteri atas rekomendasi Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi