Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Jurnalis
Bergabung sejak: 11 Apr 2017

Jurnalis

Usulan Suap Rp 1,4 Triliun kepada Djoko Tjandra dan Misteri Pimpinan Jaksa Pinangki

Baca di App
Lihat Foto
KOMPAS.COM/KRISTIANTO PURNOMO
Terpidana kasus korupsi pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali Djoko Tjandra tiba di Bareskrim Mabes Polri, Jakarta, Kamis (30/7/2020). Djoko Tjandra ditangkap di Malaysia.
Editor: Heru Margianto


ADA apa dengan pimpinan Jaksa Pinangki? Kenapa Pinangki menyebut pimpinannya? Siapakah dia?

Pertanyaan-pertanyaan itu mengemuka dan menuntut jawaban jelas setelah saya mendapatkan dokumen pemeriksaan Pinangki. Eksklusif.

Sejauh ini ada dua dokumen pemeriksaan Pinangki. Segera menyusul menjadi tiga buah.

Pinangki terjerat pasal suap dan gratifikasi terkait kasus Djoko Tjandra. Dia diperiksa di dua lingkup organisasi Kejaksaan Agung, yaitu Jaksa Agung Muda Pengawasan (Jamwas) dan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus).

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rencananya, Pinangki juga akan diperiksa Bareskrim Polri dalam kasus yang sama, namun urung dilakukan.

Dalam dokumen pemeriksaan yang saya dapatkan secara eksklusif, Pinangki menyebut bahwa ia melapor ke pimpinan pasca-pertemuan menghebohkan yang fotonya viral di media sosial.

Pinangki bertemua Djoko Tjandra pada November 2019. Dalam dokumen disebutkan, ia melapor ke pimpinannya pada Desember 2019.

Pimpinan Pinangki

Apa yang dibahas Pinangki dan Djoko Tjandra dalam pertemuan itu? Usulan anggaran pembebasan Djoko Tjandra.

Awalnya, Pinangki menyodorkan usulan aggaran pembebasan sebesar 100 juta dolar AS atau sekitar Rp 1,4 triliun. Terjadi negosiasi. Djoko Tjandra menyetujui 10 juta dolar AS atau sekitar Rp 145 miliar.

Ada catatan menarik dalam dokumen yang saya dapatkan. Pinangki mengatakan kepada Djoko Tjandra bahwa ia akan “mengurus” langsung ke Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin.

Muncul dua pertanyaan dalam benak saya. Pertama, mengapa orang sekelas Djoko Tjandra yang merupakan pebisnis andal bisa percaya pada seorang jaksa kelas menengah yang bahkan tempat kerjanya tidak berkaitan langsung dengan perkara?

Kedua, mengapa Djoko Tjandra bisa percaya bahwa Pinangki bisa “mengurus” langsung ke Jaksa Agung?

Yang kedua, kenapa Djoko Tjandra pula begitu percaya, bahwa Pinangki bisa mengurus langsung ke Jaksa Agung?

Dua hal itu harus didalami oleh penyidik.

Yang pasti, saya yakin, orang sekelas Djoko Tjandra tidak akan sembarangan percaya pada orang terlebih terkait jumlah uang yang sangat besar.

Ketua Komisi Kejaksaan Barita Simanjuntak yang saya wawancara terkait kasus ini mengatakan, "Pasti ada kekuatan besar yang melindungi Jaksa Pinangki."

Pertanyaannya, siapa?

Untuk menjawab ini tentu harus dilakukan penyelidikan lanjutan. Sejauh ini, dalam sejumlah keterangan resmi kepada wartawan, tidak pernah disinggung soal pimpinan yang dimaksud Pinangki dalam dokumen itu.

Istimewanya Pinangki

Yang ada hanya gejala!

Sulit untuk ditepis, bahwa Pinangki mendapat "karpet merah" alias keisitmewaan dalam perjalanan kasusnya.

Di awal kasus Pinangki mencuat, seiring dengan Kinerja Kepolisian yang dianggap cepat menangani perkara ini, Kejaksaan justru membuat pagar penghalang.

Jaksa Agung mengeluarkan Surat Pedoman Nomor 7 tahun 2020. Isinya, pemeriksaan terhadap semua jaksa harus mendapat izin tertulis dari Jaksa Agung. Dikritik keras sejumlah pihak di media, aturan ini akhirnya dicabut.

Hal lain, saat Pinangki ditetapkan sebagai tersangka penerima suap dan gratifikasi, muncul pernyataan resmi dari Kejaksaan Agung yang menyebut bahwa Pinangki akan mendapat bantuan hukum dari asosiasi profesi jaksa yaitu PJI (Persatuan Jaksa Indonesia).

Belakangan, pernyataan ini malah dipertanyakan Ketua PJI Setia Untung Arimuladi yang juga merupakan Wakil Jaksa Agung. Ia menyatakan emoh membantu Pinangki.

Muruah penegak hukum

Sekali lagi, sulit untuk menafikan bahwa ada sesuatu yang janggal pada kasus Pinangki di Kejaksaan Agung.

Korps Adhyaksa harus menunjukkan independensi dan transparansnya. Pernyataan Komisi Pemberantasan Korupsi bahwa kasus ini seyogianya ditangani KPI agar tidak terjadi conflict of interest tidak bisa dianggap angin lalu.

Adalah sebuah kewajiban untuk mengembalikan muruah Korps Kejaksaan. Adalah pula sebuah kelayakan bila kepercayaan publik atas penegakan hukum di negeri ini selalu jadi perhatian.

Kami cinta, karenanya kami tak rela!

Saya Aiman Witjaksono...
Salam!

 

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag
Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi