Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Akademisi
Bergabung sejak: 7 Okt 2019

Dosen di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Budaya Universitas Pakuan, Bogor, Jawa Barat. Meraih gelar doktor Ilmu Susastra dari Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia. Aktif sebagai tim redaksi Jurnal Wahana FISIB Universitas Pakuan, Ketua Himpunan Sarjana Kesusastraan Indonesia (HISKI) Komisariat  Bogor, dan anggota Manassa (Masyarakat Pernaskahan Nusantara). Meminati penelitian di bidang representasi identitas dan kajian budaya.

Sapardi Djoko Darmono dan Masa Depan Kesusasteraan Indonesia

Baca di App
Lihat Foto
KOMPAS/WAWAN H PRABOWO
Sapardi Djoko Damono
Editor: Heru Margianto


JIKA berbicara tentang sastra, kita tentu saja akan berpikir tentang buku-buku tebal yang dituliskan oleh seorang pengarang atau sastrawan dengan menggunakan gaya bahasa puitis—romantis-dramatis dan mengandung pesan moral di dalamnya.

Sebagai sebuah seni yang menggunakan bahasa sebagai mediumnya (Danziger & Johnson, 1961), sastra kerap memotret fenomena sosial dan budaya yang terjadi di sekitar kita.

Artinya, sastra menyimpan suatu jenis pengetahuan tertentu yang memperkaya wawasan pembacanya tentang suatu hal dalam rentang konteks tertentu.

Mengapa karya sastra diciptakan sepanjang sejarah kehidupan manusia? Jawaban sederhananya adalah karena sastra diperlukan oleh manusia.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Selain menghibur dengan cara menyajikan keindahan dan makna kehidupan, sastra juga berfungsi menyimpan memori sejarah dan pengetahuan lainnya karena dalam setiap periodisasi sejarah tertentu sastra selalu ada.

Misalnya ketika membaca novel Bumi Manusia karya Pramoedya Ananta Toer, kita akan membayangkan bagaimana representasi sosial budaya di era kolonial.

Selain itu, kita juga dapat melihat kritik sosial yang tajam terhadap pemerintahan rezim Orde Baru dalam syair-syair W.S. Rendra.

Merujuk pada hal ini, sastra tidak melulu romantis melainkan juga kritis bahkan bisa juga dianggap “berbahaya” karena sastra bisa berfungsi sebagai sarana komunikasi bagi seorang pengarang untuk menyampaikan pesan tertentu kepada masyarakat.

Sapardi Djoko Damono dalam kesusasteraan Indonesia

Berbicara tentang sastra Indonesia, sebagian besar masyarakat Indonesia pasti mengenal sosok penyair bernama Sapardi Djoko Damono atau yang akrab dipanggil dengan sebutan SDD.

Lahir di Surakarta, 20 Maret 1940, SDD ini adalah seorang pujangga, sastrawan, dosen, guru besar, akademisi, penulis buku, kritikus dan pengamat sastra. Meskipun namanya sudah besar, banyak orang mengenal SDD sebagai pribadi yang cerdas namun rendah hati.

Meraih gelar sarjana sastra di UGM (1964) dan menempuh studi di Universitas Hawaii-Honolulu (1970-1971), SDD sangat produktif menulis puisi, novel, kritik sastra, maupun buku.

Karya-karyanya antara lain puisi Mata Pisau (1974), Perahu Kertas (1983), Hujan Bulan Juni (1994) dan masih banyak lagi. Selain itu ia juga aktif menerjemahkan beberapa novel sastra Inggris seperti The Grapes of Wrath karya John Steinback, The Old Man and The Sea karya Ernest Hemingway.

SDD juga pernah aktif menulis di berbagai majalah dan surat kabar. Ia juga banyak menerima penghargaan nasional maupun internasional. Di antaranya, ia meraih Cultural Award pada tahun 1978 di Australia, Anugerah Puisi Putra tahun 1983 di Malaysia, dan masih banyak lagi.

 

Kecintaannya terhadap bahasa, sastra, dan seni telah dimulai sejak usia muda. Ia membaca, menulis, dan mengajarkan sastra di banyak universitas baik negeri maupun swasta.

SDD merupakan salah satu penyair besar dalam jajaran sastrawan Indonesia. Dalam buku berjudul Kesusasteraan Indonesia Modern II karya A. Teeuw, SDD disebut sebagai cendikiawan muda yang karya-karyanya memiliki pengaruh penting dalam perkembangan kesusasteraan di Indonesia.

Gaya menulis dan diksinya yang romantis membuat karya-karya SDD digemari oleh pembaca dari berbagai kalangan, mulai dari kalangan sastrawan, anak muda, hingga masyarakat umum. Salah satu karyanya yang sangat terkenal adalah puisi Hujan Bulan Juni (1994) yang berkembang menjadi novel, lagu, komik, hingga film.

Keistimewaan sajak-sajak SDD terletak pada permainan kata-kata yang sangat sederhana namun sarat dengan makna dan falsafah hidup. Selain itu, keunikan lainnya adalah ia mampu secara cerdas menjelaskan suatu fenomena tanpa harus berbahasa rumit.

Sebagai contohnya buku ilmiah karangannya yang berjudul Alih Wahana. Dalam buku itu ia menjelaskan keterkaitan antara teks sastra dengan teknologi dan juga industri. Melalui karya tersebut kita dapat melihat kepribadiannya yang sangat dinamis, observatif, terbuka, inklusif, dan luwes. Karena itulah karya-karya SDD diterima oleh lintas generasi.

Cinta dan alam kerap menjadi tema utama dalam torehan sajak-sajak penggemar puisi T.S Elliot dan W.S. Rendra ini, seperti terlihat dalam potongan sajaknya di bawah ini;

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana;
dengan kata yang tak sempat diucapkan kayu kepada api
yang menjadikannya abu.

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana;
dengan isyarat yang tak sempat disampaikan awan kepada hujan
yang menjadikannya tiada.

Petikan sajak Aku Ingin sarat dengan kematangan berpikir seorang manusia dalam memaknai cinta. Melalui diksi yang sederhana ini kita juga dapat melihat kekagumannya kepada Sang Pencipta atas keindahan alam semesta yang telah diciptakanNya.

SDD, teknologi dan masa depan sastra Indonesia

Sebagai salah satu maestro sastra, SDD dikenal dengan gaya berpikirnya yang modern dan inovatif, dan sangat terbuka terhadap perkembangan dan kemajuan teknologi.

Ia tidak pernah membatasi diri terhadap kemajuan teknologi informasi karena baginya teknologi merupakan salah satu sarana penting yang dibutuhkan oleh sastra. Tanpa teknologi sastra tidak akan dibaca oleh banyak orang.

Menurutnya, sastra terus berevolusi dan berkembang seturut perkembangan zaman dan sastra merupakan hasil interaksi dengan teks-teks lain di luar sastra.

Contohnya dongeng Si Kancil yang mengandalkan bunyi sebagai teknik penceritaannya terus berubah wujud ke tulisan tangan kemudaian ke aksara cetak, gambar, foto bergambar, dan lain-lain.

Artinya ada perubahan dari tradisi lisan ke tradisi aksara yang dianggapnya sebagai kemajuan teknologi, tetapi inti ceritanya tetap bisa ditafsirkan sama. Oleh karena itu, landasan berpikir inilah yang membuatnya yakin bahwa sastra akan tetap abadi selama pengarang mampu beradaptasi dengan teknologi dan memantapkan literasinya.

Khususnya, di era sekarang, bagi SDD seorang penggiat sastra juga harus ditopang dengan literasi digital yang baik untuk tetap berkarya karena teknologi dapat memfasilitasi penyebaran sastra ke masyarakat, sekalipun dalam bentuk digital itu tetap karya sastra.

SDD juga menambahkan bahwa technology is how people do things. Sastra tetaplah sastra, sekalipun berubah wujud ia tetap menjadi karya sastra.

Merujuk pada karakteristik sastra yang adaptif dan evolutif inilah, SDD optimistis melihat masa depan sastra yang cerah. Ia berkeyakinan bahwa sastra akan selalu hidup sepanjang zaman selama penggiat sastra juga mampu beradaptasi dan memiliki literasi yang mumpuni terhadap segala bentuk perubahan dan kemajuan teknologi.

Cara berpikir yang terbuka, inklusif, dan visioner inilah yang membuat SDD sintas dan produktif dalam dunia sastra dari waktu ke waktu. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya kaum muda milenial yang menyukai dan mengapresiasi karya-karyanya hingga saat ini.

Karya-karya Sapardi Djoko Damono merupakan bukti bahwa bersastra tidak perlu rumit dan keindahan sastra dapat dinikmati melalui untaian kata-kata yang sederhana, namun sarat akan makna.

Bagi SDD usia bukan penghalang dirinya untuk terus berkarya dan berbagi ilmu kepada siapapun. Karena baginya, yang fana adalah waktu, kita abadi. Meskipun Juli 2020 harus mengantarkan sang penyair Hujan Bulan Juni ke tempat peristirahatan terakhir, namun karya-karya indahnya akan tetap abadi dalam ingatan kita.

 

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag
Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi