Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

100 Dokter Meninggal akibat Corona, Epidemiolog Nilai Kerugian Besar Bagi Indonesia

Baca di App
Lihat Foto
ipopba
Ilustrasi dokter
|
Editor: Jihad Akbar

KOMPAS.com - Situasi pandemi Covid-19 di Indonesia terus memburuk. Jumlah kasus konfirmasi positif terus bertambah banyak, meski tes yang dilakukan terhitung rendah.

Di sisi lain, korban meninggal dunia juga mengalami peningkatan.

Namun, tidak hanya masyarakat umum, perjuangan melawan virus corona juga membuat dokter berguguran.

Humas Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI), dr Halik Malik, mengonfirmasi saat ini 100 dokter meninggal karena terpapar virus corona dalam usaha penanganan pandemi.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Betul, Ketua Umum IDI juga sudah memberikan ucapan khusus untuk 100 sejawat yang gugur," kata Halik saat dihubungi Kompas.com, Senin (31/8/2020).

Halik mengungkapkan, terkait meninggalnya para dokter karena paparan Covid-19, Satgas Covid-19 PB IDI telah membentuk tim khusus.

Tim tersebut bertugas untuk mengaudit dan menginvestigasi persoalan dokter yang terpapar virus corona dan dokter yang meninggal dunia karena Covid-19.

Baca juga: IDI Berduka, 100 Dokter Meninggal akibat Corona

Kerugian besar bagi Indonesia

Menanggapi persoalan tersebut, epidemiolog dari Griffith University Australia Dicky Budiman mengatakan terus bertambahnya dokter yang meninggal dunia akibat Covid-19 adalah kerugian besar bagi Indonesia.

Dia mengungkapkan, berdasarkan data Bank Dunia, jumlah dokter di Indonesia terendah kedua di Asia Tenggara, yaitu sebesar 0,4 dokter per 1.000 penduduk.

"Artinya, Indonesia hanya memiliki 4 dokter yang melayani 10.000 penduduknya. Sehingga, kehilangan 100 dokter sama dengan 250.000 penduduk tidak punya dokter," kata Dicky saat dihubungi Kompas.com, Senin (31/8/2020).

Baca juga: 100 Dokter Meninggal Selama 6 Bulan Pandemi Covid-19, Ini Nama-namanya

Selain itu, kehilangan ini juga merugikan Indonesia dalam hal investasi sumber daya manusia (SDM) di bidang kesehatan.

"Padahal kita sedang berperang maraton melawan Covid-19. Kehilangan tenaga medis adalah salah satu sinyal serius, yakni betapa masih lemahnya kita dalam program pengendalian pandemi," ungkap Dicky.

Penanganan pandemi belum optimal

Dicky mengatakan, intervensi testing, tracing, dan isolate yang rendah menyebabkan penyebaran Covid-19 tidak terkendali dan berakibat pada tingginya klaster rumah sakit.

Hal tersebut bisa dilihat pada wilayah-wilayah yang memiliki cakupan testing rendah, namun positive rate-nya tinggi, seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Sumatera Utara.

"Itu berimplikasi pada banyak hal, salah satunya adalah membuat tenaga kesehatan menjadi semakin rawan. Karena klaster terbesar dalam pandemi Covid-19 ini adalah rumah sakit, atau layanan kesehatan

Dicky menilai, para pemangku kebijakan di Indonesia, khususnya wilayah-wilayah tersebut, harus memperhatikan situasi ini dengan sangat serius.

"Tanggung jawab pemerintah pusat dan daerah, serta manajemen rumah sakit adalah mencegah penambahan kasus kesakitan dan kematian tenaga kesehatan, dengan penguatan testing, tracing, isolate dan pengetatan protokol kesehatan. Selain itu, juga menjamin ketersediaan APD dan dukungan lainnya," ungkap dia.

Baca juga: 100 Dokter Gugur akibat Covid-19, Anggota Komisi IX Minta Pemerintah Evaluasi Diri

Efek bola salju

Menurut Dicky, apabila situasi saat ini dibiarkan begitu saja, bukan hanya angka kematian tenaga kesehatan saja yang terus meningkat, tapi juga pada masyarakat umum.

Hal ini seperti efek bola salju, Dicky memaparkan, karena strategi intervensi tidak ditempatkan sebagai prioritas utama, maka akan muncul kasus-kasus yang tidak terdeteksi dan tertangani. 

Kemudian, orang-orang yang tidak tahu dirinya terinfeksi ini, akan menularkan virus pada kelompok populasi yang rawan.

Imbasnya adalah terjadi peningkatan pasien di rumah sakit, terutama yang membutuhkan bantuan tambahan, seperti Intensive Care Unit (ICU) dan ventilator.

Tidak hanya berhenti di situ saja, situasi itu juga akan menempatkan tenaga kesehatan yang menangani Covid-19 dalam kondisi rawan. 

"Kematian bisa makin tinggi, pertama karena keterbatasan dari ruang ICU dan ventilator. Kemudian juga akibat menurunnya tenaga kesehatan, baik karena meninggal atau terpapar Covid-19," kata Dicky.

Makin banyaknya dokter atau tenaga kesehatan yang berguguran, dalam pandangan Dicky, berimbas pada penurunan angka kesembuhan pasien Covid-19 yang selama ini dikatakan oleh pemerintah berada di atas rata-rata dunia.

"Jadi ini adalah sebuah ironi yang terjadi akibat kita tidak menempatkan strategi pengendalian utama untuk pandemi (testing, tracing, isolate), sebagai strategi andalan," kata Dicky.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi