Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bagaimana Pemerintah Hindia Belanda Menghadapi Pandemi?

Baca di App
Lihat Foto
Otis Historical Archives, National Museum of Health and Medicine
Barak yang diperuntukkan penderita flu Spanyol di Camp Funston, Kansas, 1918.
|
Editor: Rizal Setyo Nugroho

KOMPAS.com – Seluruh dunia termasuk Indonesia saat ini masih menghadapi pandemi virus corona Covid-19. Update hingga Selasa (1/9/2020) dari Worldometers, ada 25.644.319 kasus infeksi di seluruh dunia. 

Dari jumlah tersebut, 17.945.083 orang dinyatakan telah sembuh sementara 854.861 orang meninggal dunia. 

Seperti diketahui, pandemi yang terjadi di dunia seperti saat ini, bukan pertama kalinya. Dalam sejarahnya, sebelumnya pernah ada ada pandemi wabah pes, Black Death, cacar, kolera, flu Spanyol dan flu babi pada 2009 lalu. 

Salah satu yang terbesar dan dirasakan penduduk dunia adalah pandemi pes dan flu Spanyol.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Lantas bagaimana pemerintah dan masyarakat menghadapi wabah di zaman dahulu?

Baca juga: Belajar dari Sejarah Pandemi 1918, Satgas: Tak Perlu Dikotomi Ekonomi dan Kesehatan

Sosialisasi pencegahan

Bonnie Triyana, sejarawan yang juga pendiri majalah Historia mengungkapkan, sikap antara pemerintah maupun masyarakat di zaman dahulu menghadapi wabah kurang lebih sama.

Ia menceritakan wabah besar di wilayah Indonesia yang pernah terjadi di antaranya wabah Pes dan flu Spanyol yang terjadi sekitar tahun 1918.

“Kalau untuk menghadapi wabah Flu Spanyol pemerintah sama, ada beberapa aturan. Misal untuk sosialisasi-sosialisasi pencegahan, itu juga dilakukan pemerintah Hindia Belanda,” ujar Bonnie dihubungi Kompas.com Senin (31/8/2020).

Adapun sosialisasi yang dilakukan saat itu menurut Bonnie adalah lewat pendekatan budaya agar bisa sampai ke pemahaman masyarakat.

Bonnie menyampaikan flu Spanyol yang saat itu mengakibatkan kematian hingga 1,5 juta orang di kalangan pribumi, begitu masuk, wabah menyebar dengan cepat utamanya di wilayah Jawa.

“Sosialisasi bagaimana menjaga kesehatan, menghindari terkena wabah, pendekatan yang dilakukan pemerintah kolonial saat itu melalui wayang. Misal pertunjukan Punokawan itu diselipkan (pesan),” kata Bonnie lebih lanjut.

Pendekatan melalui wayang dipilih karena pertunjukan wayang banyak disukai masyarakat pada saat itu. 

Pengetahuan dan jimat

Saat itu menurut Bonnie pemerintah Hindia Belanda juga menyebarkan sosialisasi lewat pamflet yng berisi pesan. Beberapa pesan dalam pamflet merupakan pesan sosialisasi yang diadaptasi dari cerita Ramayana.

Salah satu cerita dalam pamflet yang tersebar menurut Bonnie adalah mengenai cerita si gendut dan si panjang yang berlomba untuk meminang gadis cantik.

Si ayah gadis mengadakan sayembara bagi siapa yang dapat menyembuhkan Flu maka dia akan dinikahkan dengan anak gadisnya.

Si gendut yang saat itu menggunakan jampi-jampi dan jimat, akhirnya kalah.

Sementara si panjang yang cenderung menggunakan pengetahuan yakni memakai pil Bandung akhirnya menang.

Baca juga: Berkaca Sejarah Pandemi Flu 1918, Kebijakan Tegas soal Covid-19 Dinilai Perlu Ada

Menurut dia dari kisah ini bisa dilihat bahwa pada zaman dahulu ada masyarakat yang menganggap pandemi bisa diatasi dengan hal-hal seperti jampi-jampi dan jimat.

Kondisi ini, kata dia, tak jauh berbeda dengan kondisi sekarang.

Ia menuturkan, karena pada zaman dulu banyak yang tidak mengerti bagaimana menghadapi wabah maka orang dulu cenderung mencoba banyak cara bahkan yang cenderung tidak masuk akal seperti membuat jimat dan arak-arakan.

Pesan dari cerita pamflet yang menyebar itu menurutnya adalah agar masyarakat percaya terhadap ilmu pengetahuan.

Hoaks

Selain itu, pada masa pandemi di zaman dulu kondisinya hampir sama dengan kondisi saat ini, yaitu banyak juga hoaks atau kabar bohong yang muncul terkait penyakit. 

Bonnie menceritakan pada zaman dahulu jenis hoaks di antaranya mengenai vaksin untuk virus dibuat dari darah.

Selain itu ada juga hoaks yang menyebutkan bahwa cacar muncul disebabkan oleh adanya setan.

Baca juga: Bagaimana Saat Kapasitas RS Covid-19 Penuh? Ini Saran Epidemiolog

"Ada hoaks yang mengatakan bahwa cacar disebabkan oleh setan, sehingga kemudian saat itu muncul gerakan anti vaksin," bebernya.

Adapun menyikapi penyakit cacar yang mewabah, saat itu pemerintah melalukan inisiatif mengangkat masyarakat termasuk dari kalangan sesepuh atau tetua seperti Wedana untuk menjadi mantri cacar.

Hal itu karena para mantri ditugaskan untuk menyuntikkan vaksin cacar kepada masyarakat agar penularan tidak meluas. 

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi