Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wacana Hapus Premium dan Pertalite Dinilai Tepat, Ini Alasannya

Baca di App
Lihat Foto
TRIBUN NEWS / IRWAN RISMAWAN
SPBU Coco, Jalan Abdul Muis, Jakarta Pusat, Rabu (22/7/2015).
|
Editor: Inggried Dwi Wedhaswary

KOMPAS.com - Rencana PT Pertamina meninjau kembali penggunaan bahan bakar minyak (BBM) beroktan rendah, Premium dan Pertalite, menuai berbagai respons.

Wacana ini disampaikan Direktur Utama Pretamina Nicke Widyawati dalam rapat dengar pendapat di Komisi VII DPR pada 31 Agustus 2020.

Menurut Nicke, peninjauan penggunaan Premium dan Pertalite sebagai upaya Pertamina mendukung rencana pemerintah untuk menekan emisi gas rumah kaca.

Hal itu sesuai dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 20 Tahun 2017.

Tepatkah rencana ini?

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengamat ekonomi energi Universitas Gadjah Mada Fahmy Radhi menilai keputusan itu tepat. Ia berharap, pemerintah segera menghapus bahan bakar minyak (BBM) jenis Premium dan Pertalite.

Ia mengatakan, kedua jenis bahan bakar tersebut memiliki oktan rendah sehingga tidak ramah lingkungan.

Baca juga: Pertamina Bakal Sanksi SPBU yang Tidak Tertib Terkait Aksi Borong Premium di Pamekasan

Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup yang menyebutkan bahwa BBM dengan oktan rendah harus dihapuskan pada 2021.

"Kita lihat di berbagai negara, misalnya Malaysia, Singapura, dan Thailand itu sudah lama menggunakan BBM yang beroktan tinggi," kata Fahmy kepada Kompas.com, Jumat (4/9/2020).

Alasan lain, lanjut dia, Premium dan Pertalite saat ini tak lagi tersedia di pasar internasional sehingga membutuhkan proses blending.

Fahmy menjelaskan, proses blending ini berpotensi menimbulkan moral hazard dan menjadi favorit para mafia migas.

"Beda dengan Pertamax, RON 92 ke atas, itu masih dijual di pasar internasional. Tapi Premium dan Pertalite ini blending. Tidak ada harga patokannya," jelas dia.

"Saya hampir yakin bahwa yang keberatan Premium dan Pertalite itu dihapuskan itu mereka yang diuntungkan oleh impor BBM dalam jumlah besar," kata Fahmy.

Menurut dia, penghapusan Premium dan Pertalite ini sudah diusulkan oleh tim anti-mafia migas sejak enam tahun yang lalu.

Akan tetapi, sampai sekarang usulan tersebut belum dilaksanakan, meski waktu pemerintah sudah berjanji untuk menghapuskannya dalam dua tahun. 

 

"Enam tahun lalu, tim anti-mafia migas itu sudah mengusulkan penghapusan dan pemerintah janji 2 tahun. Tapi sudah 6 tahun lebih belum dihapus," ujar dia.

Baca juga: Perekonomian Tengah Terpuruk, Penghapusan Premium dan Pertalite Perlu Ditunda?

Subsidi untuk Pertamax

Untuk menghindari efek kejut di masyarakat, Fahmy mengusulkan agar pemerintah memberikan subsidi untuk bahan bakar jenis Pertamax.

Hal itu sama seperti ketika memberikan subsidi untuk tarif listrik.

"Kemudian kalau memang mau meringankan di saat pandemi, maka berikan subsidi untuk Pertamax. Ini kan juga dilakukan pemerintah untuk listrik. Itu bisa meringankan beban rakyat," kata Fahmy.

Selanjutnya, pemerintah bisa mencabut subsidi tersebut secara perlahan ketika kondisi sudah membaik.

Seperti diberitakan sebelumnya, pemerintah sebelumnya berencana mengurangi jumlah bahan bakar tidak ramah lingkungan, guna menekan angka emisi gas buang kendaraan bermotor.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif, mengatakan, pengurangan penggunaan BBM tidak ramah lingkungan akan dilakukan secara bertahap.

Langkah pertama yang akan dilakukan pemerintah adalah dengan mendorong masyarakat untuk beralih dari BBM nilai oktan (Research Octane Number/ RON) 88 atau Premium, ke BBM RON 90, Pertalite.

Baca juga: Pemerintah akan Lakukan Peralihan dari Premium ke Pertalite secara Bertahap

KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo Infografik: Cara Dapat Cashback Saat Beli BBM Pertamina untuk Ojol

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi