Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Saat Negara Kaya Minyak Kehabisan Uang...

Baca di App
Lihat Foto
Shutterstock
Ilustrasi Kuwait.
|
Editor: Inggried Dwi Wedhaswary

KOMPAS.com - Ketika Menteri Keuangan Kuwait pada 2016, Anas al-Saleh, memperingatkan bahwa sudah waktunya pemerintah memotong pengeluaran dan mempersiapkan kehidupan pasca-minyak, dia dicemooh oleh banyak orang.

Pasalnya, mereka menganggap bahwa minyak tak akan pernah habis.

Saat ini, empat tahun setelah pernyataan Anas al-Saleh, salah satu negara terkaya di dunia itu sedang berjuang untuk memenuhi kebutuhan akibat penurunan tajam harga minyak.

Al-Saleh sudah lama lengser, setelah pergantian kabinet. Posisinya digantikan oleh Mariam al-Aqeel yang juga berhenti pada Januari 2020 lalu, dua minggu setelah menyarankan Kuwait untuk merestrukturasi tagihan gaji sektor publik.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menurut al-Aqeel, tagihan gaji tersebut menjadi hambatan terbesar pada keuangan negara.

Penggantinya, Barak al-Sheetan, pada Agustus 2020, juga memperingatkan bahwa negara tak memiliki cukup uang tunai untuk membayar gaji negara setelah Oktober 2020.

"Suatu hari kita akan bangun dan menyadari bahwa kita telah menghabiskan semua tabungan kita," kata Kepala Firma Komunikasi Politik dan Keuangan Bensirri, Fawas al-Sirri, dilansir dari Bloomberg, 2 September 2020.

Baca juga: Kuwait dan Belgia Bidik Hazmat Produksi Bandung

Di Negara Teluk lain, Arab Saudi membatasi tunjangan dan memberlakukan pajak.

Sementara, Bahrain dan Oman yang tak memiliki banyak cadangan minyak, meminjam dan mencari dukungan dari tetangga yang lebih kaya.

Uni Emirat Arab juga melakukan diversifikasi dengan munculnya Dubai sebagai pusat logistik dan keuangan.

Di Kuwait, anggota parlemen telah menggagalkan rencana pemerintah untuk mengalokasikan kembali bantuan negara dan memblokir proposal untuk menerbitkan utang.

Sebaliknya, pemerintah hampir menghabiskan aset likuidnya, sehingga tidak dapat menutupi defisit anggaran yang diperkirakan akan mencapai hampir 46 miliar dollar AS tahun ini.

Saat ini, 90 persen pendapatan Kuwait berasal dari hidrokarbon. Rata-rata pengeluaran kelurga di negara itu mencapai 2.000 dollar AS per bulannya.

Gaji dan subsidi menyerap tiga perempat dari pengeluaran negara yang sedang menuju defisit untuk ketujuh kalinya secara beruntun sejak kemerosotan minyak pada 2014.

Tabungan negara

Beberapa orang Kuwait menyebut waktu untuk mengurangi ketergantungan minyak telah tiba.

Sejumlah kalangan memperingatkan bahwa tanpa mendiversifikasi ekonomi dan menciptakan lapangan kerja, tabungan negara akan habis dalam 15-20 tahun.

Diketahui, Kuwait memiliki uang tabungan sebesar 550 miliar dollar AS, terbesar keempat di dunia.

Peringatan al-Sheetan datang ketika dia mencoba meyakinkan anggota parlemen untuk mendukung rencana pinjaman hingga 65 miliar dollar AS, tapi tak berhasil.

Permintaannya bertepatan dengan serangkaian skandal korupsi yang menyeret anggota senior keluarga penguasa.

Sementara itu, anggota parlemen menuntut pemerintah mengakhiri korupsi sebelum utang negara semakin menumpuk.

Al-Sheetan adalah menteri keuangan keempat dalam beberapa tahun terakhir. Kuwait memiliki 16 pemerintahan dan tujuh pemilihan sejak 2006.

Kondisi Kuwait ini berpengaruh pada kepercayaan investor. Pada bulan Maret, S&P Global Ratings menempatkan peringkat negara Kuwait pada pantauan negatif.

"Sistem kepercayaan di Kuwait adalah bahwa kami kaya tanpa batas. Tidak ada yang memiliki modal politik untuk memberitahu orang-orang Kuwait bahwa partai akan segera berakhir jika kami tidak mendukung perubahan," kata al-Sirri.

Baca juga: Belalang dan Ulat Bantu Ketahanan Pangan di Kuwait, Ini Faktanya

Defisit Anggaran

Dikutip dari RT, 23 Agustus 2020, defisit anggaran Kuwait mencapai 18,4 miliar dollar AS pada tahun fiskal 2019-2020 yang berakhir pada Maret 2020.

Potensi defisit tahun fiskal ini akan melebar mencapai 45,78 miliar dollar AS akibat harga minyak dan pandemi virus corona.

Angka tersebut naik dari proyeksi defisit sebelumnya sebesar 25,18 miliar dollar AS.

Pada bulan Januari tahun ini, ketika Kuwait menganggarkan anggaran untuk tahun fiskal 2020-2021, ukuran defisit yang ditetapkan dalam anggaran tersebut adalah 3,33 miliar dollar AS berdasarkan proyeksi harga minyak sebesar 55 dollar AS per barel Brent.

Kuwait adalah salah satu dari enam ekonomi Teluk yang terlalu bergantung pada pendapatan minyak untuk kenyamanan mereka sendiri.

Dalam perkiraan baru-baru ini dari analis yang disurvei oleh Reuters, ekonomi Teluk diperkirakan akan mengalami kontraksi tahun ini sebelum pulih pada tahun 2021.

Baca juga: Perta Arun Gas Paparkan Potensi Perluasan Bisnis di Kuwait

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua
Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi