Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PSBB Jakarta, Kasus Covid-19 yang Terus Menanjak, dan Saran Epidemiolog untuk Pemerintah

Baca di App
Lihat Foto
KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG
Petugas pemakaman membawa peti jenazah pasien suspect virus corona atau Covid-19 di TPU Pondok Rangon, Jakarta Timur, Kamis (9/9/2020). Petugas administrasi TPU Pondok Ranggon mengatakan saat ini jumlah makam yang tersedia untuk jenazah dengan protokol COVID-19 tersisa 1.069 lubang makam, dan diperkirakan akan habis pada bulan Oktober apabila kasus kematian akibat COVID-19 terus meningkat.
|
Editor: Sari Hardiyanto

KOMPAS.com - Kasus infeksi virus corona di Indonesia telah melampaui angka 200.000, atau tepatnya 207.203 kasus positif pada Kamis (10/9/2020) pukul 12.00 WIB.

Indonesia berada di peringkat 23 kasus terbanyak di dunia, di bawah Filipina dan di atas Ukraina seperti dikutip dari Worldometers pada Kamis (10/9/2020) sore.

Data dari Satuan Tugas Penanganan Covid-19 memperlihatkan ada penambahan 3.861 kasus baru Covid-19 dalam 24 jam terakhir.

Baca juga: Anies Tarik Rem Darurat, Ini Aturan Lengkap Ngantor dan Ngemal

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini merupakan rekor tertinggi terkait jumlah penambahan kasus Covid-19 dalam sehari.

 

Sementara itu, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan memutuskan untuk menarik rem darurat dengan menerapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB), mulai Senin, 14 September mendatang.

Keputusan ini diambil dengan mempertimbangkan sejumlah faktor, seperti ketersediaan tempat tidur rumah sakit yang hampir penuh dan tingkat kematian yang tinggi.

Baca juga: Anies Kembali Terapkan PSBB Total, Bagaimana Nasib Perjalanan Kereta Api?

Epidemiolog pun memberikan sedikit catatan untuk pemerintah terkait masih terus menanjaknya tren penambahan kasus Covid-19 di Indonesia.

Lakukan testing yang masif

Epidemiologi dari Universitas Airlangga (Unair) Windhu Purnomo mengatakan, terdapat beberapa hal yang harus dilakukan pemerintah agar kasus Covid-19 tidak semakin menanjak.

Salah satunya yakni dengan melakukan testing yang masif disertai dengan isolasi kepada orang yang terkonfirmasi positif Covid-19.

"Pemerintah harus banyak-banyak mengisolasi orang yang positif. Nah bagaiamana caranya ketemu orang yang positif? Lakukan testing yang masif," kata Windhu kepada Kompas.com, Kamis (10/9/2020).

Menurutnya, testing masif belum dijalankan pemerintah saat ini. Akibatnya, masih banyak orang di bawah permukaan yang menjadi sumber penularan.

"Kenapa bisa begitu? Ya tadi, karena testing-nya masih rendah," katanya lagi.

Dia melanjutkan, sejatinya diperlukan sebanyak 2,6 juta testing di Indonesia, tetapi yang dilakukan baru setengahnya, yakni 1,4 juta testing.

Baca juga: Memahami PCR dan Rapid Test pada Hasil Lab Covid-19, Seperti Apa?

Terapkan pembatasan wilayah dan pergerakan

Saran Windhu berikutnya, yakni dengan menerapkan pembatasan wilayah dan pergerakan terlebih di daerah yang kasusnya sedang tinggi.

Sebagai contoh, Windhu turut mengapresiasi pemerintah provinsi DKI Jakarta yang kembali menerapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) secara ketat.

"Yang dilakukan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta itu sudah benar, saya setuju," ucap Windhu.

Kemudian, ia juga mencontohkan pembatasan pergerakan di beberapa negara lain yang menjadi kunci menghentikan kasus Covid-19.

Baca juga: WHO Tegaskan Vaksin Covid-19 Tak Akan Tersedia Sebelum Akhir 2021

Windhu menggarisbawahi terkait pembatasan pergerakan itu, lantaran virus tidak akan menulari orang lain jika orang tersebut tidak berpindah-pindah.

"Jadi orang tinggal di rumah, jangan keluyuran dan jangan berpindah-pindah tempat karena virus itu dibawa manusia, tidak terbang sendiri," tegas Windhu.

Aturan soal pembatasan pergerakan ini, lanjut Windhu, sebenarnya juga telah tertuang dalam Undang-Undang.

"Kita kan juga punya Undang-Undang soal wabah dan kekarantinaan kesehatan yang didalamnya itu ada salah satu cara untuk memutus rantai penularan adalah dengan karantina wilayah, di bawahnya ada PSBB," tambahnya.

Namun sayangnya, kata Windhu, Indonesia hanya menerapkan PSBB ditambah lagi tidak dilakukan secara maksimal.

Baca juga: Masih Perlukah Masker Saat Memakai Face Shield?

Sanksi yang tegas

Agar penerapan pembatasan pergerakan tersebut dapat berjalan maksimal, Windhu menyarankan pemerintah untuk juga membuat aturan soal sanksinya.

Hal itu dimaksudkannya, untuk memberikan efek jera apabila orang atau instansi yang ketahuan melanggar.

Aturan ini, kata Windhu, juga dapat diterapkan untuk masyarakat dan instansi yang melanggar aturan protokol kesehatan.

"Iya dong (harus ada sanksi). La kalau enggak ya sama saja, mereka akan terus melanggar wong enggak ada sanksinya," papar Windhu.

Baca juga: Berikut Hukuman Anti-mainstream bagi Pelanggar PSBB, dari Menyapu hingga Jadi Relawan Pemakaman Covid-19

"Pemerintah juga harus menyiapkan regulasinya. Kalau perlu disiapkan juga bisa dihukum pidana. Karena kalau melanggar kan bukan hanya membunuh dirinya, tetapi juga orang lain, itu kriminal sebetulnya," imbuh dia.

Windhu juga menyoroti peran pemerintah jika PSBB diterapkan di suatu wilayah yang berdampak pada kehidupan masyarakat.

Menurutnya, penerapan PSBB juga berdampak bagi seseorang yang memiliki penghasilan harian.

"Nah kalau PSBB kan tentu saja akan berdampak pada orang-orang yang punya penghasilan harian, itu seharusnya pemerintah membantu karena sudah menjadi kewajiban pemerintah," ungkap dia.

Baca juga: Masih Belum Mendapatkan 6 Bantuan Pemerintah? Pastikan Kembali Hal Berikut

Perlu kehadiran pemerintah

Lebih lanjut, pihaknya berharap ada perhatian lebih dari pemerintah terkait sektor ekonomi di tengah masyarakat.

Apabila tidak dibantu, Windhu menyarankan pemerintah untuk tidak menyalahkan masyarakat karena masih berada di luar rumah untuk mencari nafkah.

"Kalau enggak dibantu, ya jangan salahkan masyarakatnya kalau masih bergerak untuk cari makan di luar. Masak mau diam saja di rumah, bisa mati dong," kata Windhu.

"Supaya tidak keluar, maka pemerintah harus membantu. Pemerintah harusnya pegang kendali, karena ini kan statusnya darurat dan statusnya belum dicabut," papar dia.

Selain beberapa saran tadi, Windhu juga tak lupa menekankan pentingnya menggunakan masker, jaga jarak satu sama lain, selalu mencuci tangan dan berbagai hal soal protokol kesehatan.

Baca juga: Segala Hal yang Perlu Kita Ketahui soal Pentingnya Penggunaan Masker

KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo Infografik: 5 Kesalahan Umum Cara Pakai Masker

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi