Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Covid-19, Anies Baswedan, dan Polemik PSBB Jakarta...

Baca di App
Lihat Foto
ANTARA FOTO/AKBAR NUGROHO GUMAY
Kendaraan melintas di Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, Selasa (7/4/2020). Pemerintah telah resmi menetapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di wilayah DKI Jakarta dalam rangka percepatan penanganan COVID-19.
Penulis: Mela Arnani
|
Editor: Sari Hardiyanto

KOMPAS.com - Pemerintah Provinsi DKI Jakarta kembali akan menerapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) seiring peningkatan signifikan kasus virus corona di wilayahnya.

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengatakan penerapan PSBB tersebut bukanlah tanpa alasan. Selain semakin penuhnya rumah sakit, kasus kematian akibat Covid-19 di Jakarta juga cukup tinggi.

Dengan diberlakukannya PSBB total, sejumlah kegiatan yang berpotensi menyebarkan virus dilarang.

Baca juga: Anies Kembali Terapkan PSBB Total, Bagaimana Nasib Perjalanan Kereta Api?

Keputusan PSBB di Jakarta ini pun menuai pro dan kontra dari berbagai pihak. Simak uraian berikut:

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

1. Khawatir manufaktur terganggu

Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan, kinerja industri manufaktur bakal kembali tertekan atas diberlakukannya kembali PSBB total di DKI Jakarta ini.

"Kami melihat industri yang sedang menggeliat ini khawatir mendapat tekanan, tapi yang perlu disampaikan bahwa pemerintah menilai kesehatan masyarakat suatu hal yang tidak bisa ditawar," kata Agus, Kamis (10/9/2020).

Menurut dia, industri manufaktur menjadi penyumbang terbesar perekonomian Indonesia.

Sehingga tertekannya industri ini akan berpengaruh besar terhadap kondisi ekonomi secara keseluruhan.

Baca juga: Daftar Zona Merah Covid-19 di Indonesia, Bali Terbanyak dengan 8 Kabupaten/Kota

2. Stimulus dan relaksasi

Tak dipungkiri bahwa penerapan PSBB secara ketat berdampak pada pelaku usaha.

Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (HIPPI) DKI Jakarta mendukung kebijakan pemberlakuan PSBB ini dengan harapan pemerintah dapat memberikan berbagai stimulus dan relaksasi yang dapat menolong usaha.

Setidaknya, stimulus dan relaksasi yang diberikan kepada pengusaha dapat diperpanjang hingga akhir tahun.

Baca juga: Lebih dari 200.000 Kasus, Berikut 25 Daerah yang Tidak Terdampak Covid-19 di Indonesia

3. Diangap keputusan tepat

Semetara itu, peneliti Indef Andry Satrio Nugroho menilai keputusan yang diambil Pemprov DKI Jakarta sudah sangat tepat.

Menurutnya, pemerintah harus mengutamakan sektor kesehatan masyarakat, bukan menjalankan ekonomi dan kesehatan berjalan bersamaan.

Diambilnya langkah menjalankan bidang ekonomi dan kesehatan secara bersamaan berdampak pada lonjakan kasus Covid-19.

Baca juga: Soal Viral Foto Kursi Bioskop Berjamur, Ini Tanggapan Cinema XXI

4. Pengelola bioskop

Pelaku usaha yang bergerak di bidang ini sangat merasakan kerugian akibat virus corona jenis baru ini.

Bioskop-bioskop di Tanah Air tak boleh beroperasi sejak pandemi terjadi, di mana terbaru muncul rencana pembukaan bioskop kembali dengan penerapan protokol kesehatan.

Kendati begitu, Ketua Pengelola Bioskop Seluruh Indonesia (GPBSI) Djonny Syafruddin mengatakan akan mengikuti pemerintah.

"Selama hampir 7 bulan ini kan sudah belajar banyak. Kita ikuti pemerintah saja, karena pemerintah lebih jeli melihat situasi kondisinya. Sekarang semuanya juga sudah pontang-panting, tidak ada yang disalahkan. Ini suatu pelajaran yang Allah kasih kepada manusia," kata Djonny, Kamis (10/9/2020).

Kendati begitu, saat kasus Covid-19 menurun, pengelola bioskop berharap dapat secepatnya beroperasi.

Baca juga: Kisah Pramugari dan Pilot Singapura yang Terdampak Corona...

5. Industri penerbangan

PSBB total yang akan kembali berlaku di DKI Jakarta pekan depan dikhawatirkan berdampak pada industri penerbangan.

"Terus terang (kekhawatiran itu pasti. Ini juga kita lagi mengkalkulasi mulai dari kantor sampai dengan kemungkinan perubahan di pasar," ujar Presiden Direktur Lion Air Group Edward Sirait, Kamis (10/9/2020).

Meski begitu, belum mendapatkan informasi terkait adanya penutupan penerbangan.

"Sampai saat ini belum (mendapat informasi), tapi kami menganalisis dari PSBB yang awal dulu. Jadi yang kita lihat kebijakan-kebijakan antar daerahnya akan saling mempengaruhi enggak, itu kan faktor orang akan melakukan perjalanan atau mengurungkan niatnya," ujar Edo.

Kendati begitu, pengetatan PSBB Jakarta diharapkan tak akan mempengaruhi penerbangan ke daerah lain.

Baca juga: Update Vaksin Covid-19 di Seluruh Dunia, dari Rusia hingga Inggris

6. Perjuangan yang sia-sia

Salah satu warga Jakarta, Rafael (23) mengaku kecewa karena perjuangannya selama enam bulan di rumah seakan sia-sia tanpa hasil.

Hal ini dikarenakan, pemerintah kembali menerapkan PSBB ke awal karena angka penyebaran kasus Covid-19 tak bisa ditekan dengan adanya pelonggaran.

"Justru saya lebih merasa ini 6 bulan yang sia-sia. Bukan cuma buat saya, tetapi juga buat orang-orang di luaran, terutama tenaga medis yang perangnya enggak selesai-selesai karena pemerintah tak serius mengendalikan Covid-19 selama ini," ujar Rafael.

Baca juga: Studi: Kerusakan Paru-paru dan Jantung dari Pasien Covid-19 Bisa Pulih

Tapi, ia mengapresiasi tindakan Pemprov DKI yang transparan dengan data Covid-19 dan mengakui keadaan Ibu Kota saat ini.

Dengan dibukanya data kasus Covid-19, diharapkan masyarakat dapat sadar jika pandemi belum berakhir dan mengkhawatirkan.

Pemerintah juga diharapkan dapat melakukan pengawasan yang ketat.

Baca juga: Menyoal Tingginya Angka Kematian Covid-19 di Jatim...

7. Pemberlakuan diusulkan tiga minggu

Ikatan Dokter Indonesia (IDI) mengusulkan pemberlakuan PSBB ketat di DKI Jakarta yang akan dimulai pada 14 September 2020, dilakukan selama tiga minggu.

Hal ini didasarkan pada masa inkubasi virus corona dan masa transisi ke arah kesembuhan.

IDI mendukung penuh keputusan Pemprov DKI Jakarta untuk kembali memberlakukan PSBB seperti awal pandemi.

8. Aturan ganjil genap

Pembatasan kendaraan bermotor berdasarkan nomor ganjil dan genap di Jakarta kembali tak akan ditiadakan saat penerapan PSBB ketat dilaksanakan.

Sebelum kembali ditiadakan, aturan ganjil genap sempat diberlakukan lagi pada masa transisi PSBB Jakarta mulai 3 Agustus 2020 lalu.

Aturan ganjil genap menuai kritik dari Satgas karena dianggap tak mampu menekan angka penyebaran Covid-19 di Ibu Kota.

Di sisi lain, Pemprov DKI Jakata mengklaim bahwa kebijakan ini dapat membatasi mobilitas warga dan diharapkan mampu menahan penularan virus.

Baca juga: WHO: Penundaan Uji Coba Vaksin Covid-19 AstraZeneca Menjadi Suatu Peringatan

9. IHSG turun tajam

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyebut anjloknya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) karena tertekan oleh pengumuman PSBB DKI Jakarta.

IHSG turun tajam sebesar lima persen pada level 4.892,87 atau turun 257,49 poin pada Kamis (10/9/2020) pukul 10.36 WIB.

Menurut Airlangga, sebelumnya kinerja indeks saham sudah mulai bergerak ke arah positif.

"Beberapa hal yang kita lihat sudah menampakkan hasil positif berdasarkan indeks sampai dengan kemarin," ujar Airlangga.

Baca juga: Anies Tarik Rem Darurat, Apa Syarat dan Ruang Lingkup Sebuah Daerah Bisa Terapkan PSBB?

"Hari ini masih tidak pasti karena announcement Gubernur DKI tadi malam sehingga indeks tadi pagi sudah di bawah 5.000," lanjut dia.

Selain terhadap turunnya IHSG, Menteri Perdagangan (Mendag) Agus Suparmanto memperingatkan bahwa PSBB berpotensi menganggu kelancaran distribusi barang, mengingat peran Jakarta dalam aliran distribusi nasional.

"Karena PDB kita 50 persen konsumsi. Kalau distribusi ini tidak lancar, akan menganggu PDB RI," ujar Agus.

Meski ada PSBB, Pemprov DKI Jakarta diminta untuk tidak menghalangi rantai pasok distribusi barang yang keluar masuk Jakarta.

Baca juga: Anies Tarik Rem Darurat, Ini Aturan Lengkap Ngantor dan Ngemal

10. Permintaan keringanan pajak

Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) meminta pemerintah daerah memberikan keringanan dalam hal pajak saat penerapan PSBB kembali diberlakukan.

Pajak-pajak tersebut meliputi pajak bumi dan bangunan (PBB), pajak reklame, hingga pajak kendaraan.

PSBB akan membuat kegiatan ekonomi sangat minim dan berimbas pada turunnya pendapatan baik bisnis hotel maupun restoran.

Hal tersebut menyulitkan pengusaha menjaga keberlangsungan bisnis di tengah biaya operasional yang harus tetap dibayarkan.

Sehingga, diharapkan pemerintah memberikan insentif pajak hingga terjadi pemulihan ekonomi.

Selama enam bulan pandemi terjadi, pemerintah belum memberikan relaksasi pada sektor ini.

Baca juga: Virus Corona dan Uji Coba Pengencer Darah pada Pasien Covid-19...

(Sumber: KOMPAS.com/Mutia F, Ryana A, Ade M, Suhiela B, Cynthia L, Irfan K, Rindi Nuris, Yohana A | Editor: Yoga S, Ambaranie N, Jessi C, Hilda A, Sabrina A, Fabian J, Irfan M)

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi