Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menko Airlangga Sebut Kapasitas Layanan Kesehatan Indonesia Tak Terbatas, Benarkah Demikian?

Baca di App
Lihat Foto
ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto bersiap menyampaikan keterangan terkait perekonomian nasional di masa pandemi COVID-19 di Jakarta, Rabu (5/8/2020). Airlangga mengatakan setelah pada kuartal II tahun 2020 ekonomi Indonesia terkoreksi 5,32 persen, dibutuhkan belanja minimal Rp800 triliun perkuartal ke berbagai sektor untuk mempersempit ruang pertumbuhan negatif. ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/aww.
|
Editor: Sari Hardiyanto

KOMPAS.com - Menko Bidang Perekonomian sekaligus Ketua Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PC-PEN) Airlangga Hartarto menyebut tidak ada kapasitas layanan kesehatan yang terbatas dalam penanganan pandemi virus corona atau Covid-19.

Hal itu diungkapkannya di Graha BNPB Jakarta pada Kamis (10/9/2020).

Airlangga menyebut bahwa pemerintah memiliki cukup dana untuk memenuhi kebutuhan fasilitas kesehatan.

"Pemerintah menegaskan bahwa tidak ada kapasitas kesehatan yang terbatas. Pemerintah sudah mempunyai dana yang cukup," kata Airlangga seperti diberitakan Kompas.com (10/9/2020).

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Baca juga: Update Vaksin Covid-19 di Seluruh Dunia, dari Rusia hingga Inggris

Benarkah demikian?

Juru Bicara KawalCOVID19 Miki Salman mengatakan bahwa apa yang diutarakan oleh Menko Airlangga tersebut sangat tidak bertanggung jawab.

"Pernyataannya tidak bisa dipertanggungjawabkan. Pernyataannya bukan lagi kotroversial, tapi patut disesalkan. Apalagi keluar dari seorang Menko Perekonomian," kata Miki saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (12/9/2020).

Miki mengatakan, persoalan kapasitas layanan kesehatan, tidak sesederhana menambah bed rumah sakit atau menambah alat pendukung seperti ventilator.

"Kapasitas itu tidak mungkin bisa dilipatgandakan dalam sekejap, baik dalam sebulan, dua bulan, atau tiga bulan. Karena bukan cuma soal menambah bed, tapi juga menambah dokter perawat, dan lain-lain. Dan itu tidak dipahami Airlangga Hartarto," kata Miki

"Mau beli ventilator 100.000 pun, kalau tidak ada yang bisa masang ya percuma dong. Apalagi kalau orang yang bisa masang itu meninggal," imbuhnya.

Baca juga: 100 Dokter Meninggal akibat Covid-19, Apa Saja Dampaknya?

Kolapsnya sistem kesehatan

Di sisi lain, Miki mengatakan, tidak ada yang menghitung kerugian ekonomi akibat meninggalnya dokter dan perawat yang bertugas melawan pandemi Covid-19.

"Seberapa besar risiko yang mereka hadapi setiap hari, yang harus berhadapan dengan lonjakan pasien ini. Burnout-nya itu tinggi sekali, dan ketika seorang dokter atau perawat itu burnout, risiko dia terpapar akan lebih tinggi lagi, laju kematian mereka akan lebih tinggi lagi," ujar dia.

Miki menilai, sebagai seorang Menko Perekonomian, Airlangga seharusnya paham bahwa ekonomi bukan cuma soal profit atau bisnis.

"Ekonomi adalah bagaimana kita mengelola rumah tangga ini, yaitu Indonesia. Dalam hal itu, ada kesehatan, ada kesejahteraan. Itulah ekonomi," kata Miki.

Dia mengatakan, kekhawatiran utama dalam penanganan pandemi Covid-19 adalah kolapsnya sistem kesehatan. 

"Kenyataannya adalah orang-orang yang terkena Covid-19 ini kan muaranya di ICU, di rumah sakit, dan itu mulai penuh. Bali sudah 100 persen, lebih penuh dari Jakarta, dan kita tidak dengar sekelumit pun apa yang akan dilakukan soal itu," katanya lagi.

Baca juga: Memprediksi Kapan Pandemi Covid-19 di Indonesia Akan Berakhir...

Kondisi sistem kesehatan di Indonesia

Berdasarkan standar yang ditetapkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), standar terpenuhi atau tidaknya kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan rujukan dan perorangan di suatu wilayah dapat dilihat dari rasio tempat tidur terhadap 1.000 penduduk.

Standar WHO adalah 1 tempat tidur untuk 1.000 penduduk.

Mengutip data dari Profil Kesehatan Indonesia 2019 yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan, rasio tempat tidur di rumah sakit di Indonesia sejak tahun 2014 hingga 2019, masing-masing: 

  • 2014 - 1,07
  • 2015 - 1,21
  • 2016 - 1,12
  • 2017 - 1,16
  • 2018 - 1,17
  • 2019 - 1,18

Secara nasional, rasio jumlah tempat tidur terhadap 1.000 penduduk di Indonesia pada tahun 2019 telah mencapai standar minimal dari WHO.

Meski demikian, terdapat 8 provinsi yang rasio tempat tidurnya belum dapat memenuhi standar ini, yaitu Provinsi Nusa Tenggara Barat (0,74), Nusa Tenggara Timur (0,83), Banten (0,87), Jawa Barat (0,87), Lampung (0,90), Sulawesi Barat (0,92), Kalimantan Tengah (0,94), dan Riau (0,98).

Baca juga: Daftar Zona Merah Covid-19 di Indonesia, Bali Terbanyak dengan 8 Kabupaten/Kota

Tidak siap menghadapi Covid-19

Namun, mengutip brief berjudul Siapkah Indonesia Menghadapi Pandemi Covid-19? yang telah dirilis oleh KawalCOVID19 sejak Maret lalu, kapasitas tempat tidur di RS Indonesia dinilai sangat tidak mencukupi untuk menghadapi pandemi Covid-19.

Sebagai catatan, brief yang dirilis oleh KawalCOVID19 menggunakan data Profil Kesehatan Indonesia 2018 dan OECD Health Statistics 2017.

Dalam brief tersebut, KawalCOVID19 menyampaikan, dengan asumsi 20 persen atau 52,8 juta penduduk Indonesia terinfeksi, dan diasumsikan 10 persen membutuhkan rawat inap, maka akan ada 5,28 juta pasien yang harus dirawat.

Jika periode puncak epidemi berlangsung selama 3 bulan, rata-rata jumlah pasien Covid-19 yang harus dirawat adalah 59.000 orang per hari.

Baca juga: Menyoal Kapasitas RS untuk Perawatan Pasien Covid-19, Benarkah Mulai Penuh?

Dengan rasio tempat tidur RS 1 per 1.000 orang, maka jumlah kapasitas tempat tidur RS yang tersedia adalah 264.000 yang ini pun harus berbagi dengan pasien penyakit lain.

Sementara itu, hampir semua RS di Indonesia beroperasi dengan tingkat hunian (bed occupancy rate) lebih dari 80 persen, yang berarti maksimal hanya 20 persen kapasitas atau 53.800 tempat tidur yang tersisa untuk pasien Covid-19.

"Bahkan untuk menampung pasien Covid-19 yang membutuhkan perawatan dalam 1 hari periode puncak epidemi, kapasitas tempat tidur di RS Indonesia sangat tidak mencukupi," tulis brief itu.

Data juga menunjukkan bahwa pasien Covid-19 membutuhkan perawatan cukup lama (berkisar 8 hari) dibanding rerata length of stay rawat inap yang berkisar 5 hari.

Dalam 1 hari akan ada 5,000 pasien yang tidak bisa ditampung, dan pada hari ke 6 atau 7, tambahan pasien baru (59.000 orang per hari) tidak akan bisa ditampung di RS.

Baca juga: Tanggapan IDI soal Tudingan Kasus Corona merupakan Proyek Memperkaya Dokter

Tidak paham persoalan

Menurut Miki, pernyataan Airlangga, jelas menunjukkan bahwa yang bersangkutan tidak memahami persoalan yang dihadapi dalam penanganan pandemi saat ini.

"Dia tidak paham pandemi itu apa, dia pahamnya mungkin membangun proyek semacam rumah sakit di Galang. Masalahnya ini pandemi, mencetak dokter itu bukan kayak mencetak tiang jembatan," kata Miki.

Menurut Miki, selaku Menko Bidang Perekonomian, Airlangga seharusnya fokus pada tugasnya untuk meredam dampak ekonomi yang kemungkinan besar akan timbul akibat diberlakukannya PSBB total di DKI Jakarta pada 14 September mendatang.

"Pemberian insentif, bantuan, keringanan, pada perusahaan atau masyarakat yang terdampak. Hal-hal seperti itu yang mestinya dikerjakan oleh Menko Perekonomian," ujar dia.

Baca juga: Berikut 5 Gejala Virus Corona Ringan yang Tak Boleh Diabaikan

"Ini campur aduk. Kementerian Kesehatan bicara soal resesi, Kementerian Ekonomi bicara soal kesehatan. Itu kan aneh," imbuh dia.

Miki menyampaikan, KawalCOVID19 berharap, komunikasi internal pemerintah lebih baik, dan juga komunikasi ke masyarakat lebih jelas. Sehingga ada ketegasan arah penanganan pandemi di Indonesia.

Sekadar informasi, KawalCOVID19 diinisiasi oleh Ainun Najib yang juga menjadi salah satu pendiri KawalPemilu.

Berdirinya KawalCOVID19 bertujuan untuk mengawal sebaran informasi terkait virus corona yang beredar di masyarakat.

Baca juga: Simak, Ini 10 Cara Pencegahan agar Terhindar dari Virus Corona

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi