KOMPAS.com - Salah satu dampak yang harus dihadapi negara-negara di dunia saat pandemi Covid-19 selain krisis kesehatan adalah ancaman krisis ekonomi.
Hampir semua negara melaporkan penurunan ekonomi akibat virus yang bermula di Kota Wuhan, China itu.
Dalam situasi terburuk, kondisi penurunan ekonomi itu itu bisa menuju pada terjadinya resesi.
Indikatornya adalah penurunan pada Produk Domestik Bruto (PDB), merosotnya pendapatan riil, jumlah lapangan kerja, penjualan ritel, dan terpuruknya industri manufaktur.
Kekhawatiran itu pun kini telah dirasakan oleh sejumlah negara yang telah mengalami resesi.
Baca juga: Ada Ancaman Resesi, Berikut Tips Mengelola Keuangan bagi Pekerja Bergaji di Bawah Rp 5 Juta
Indonesia
Beruntung, Indonesia masih belum terperosok ke dalam jurang resesi, meski pertumbuhan ekonomi kuartal II berada pada minus 5,32 persen.
Namun, kemungkinan Indonesia bisa jatuh ke dalam resesi sangat besar. Resesi atau tidaknya Indonesia akan bergantung pada laporan pertumbuhan ekonomi pada kuartal III yang tengah berlangsung.
Lantas, seberapa dalam negara-negara itu terperosok ke dalam jurang resesi?
Berikut pertumbuhan ekonomi sejumlah negara yang dihimpun dari beberapa sumber:
- Afrika Selatan: minus 51 persen
- Singapura: minus 42,9 persen
- Amerika Serikat: minus 32,9 persen
- Israel: minus 28,7 persen
- Inggris: minus 20,4 persen
- Spanyol: minus 18,5 persen
- Italia: minus 17,3 persen
- Malaysia: minus 16,5 persen
- Filipina: minus 16,5 persen
- Perancis: minus 13,8 persen
- Thailand: minus 12,2 persen
- Jerman: minus 10,1 persen
- Turki: minus 9,9 persen
- Polandia: minus 8,9 persen
- Australia: minus 7 persen
- Jepang: minus 7,8 persen
- Korea Selatan: minus 3,3 persen
Baca juga: Jika Resesi Tak Bisa Dihindari, Ini yang Dapat Dilakukan Masyarakat
Pertumbuhan positif
Di balik bayang-bayang resesi itu, China dan Vietnam justru mencatatkan hasil sebaliknya, yaitu pertumbuhan ekonomi positif.
China mengalami penurunan ekonomi tajam dalam tiga bulan pertama tahun ini selama penguncian akibat virus corona.
Namun, angka yang dirilis pada Juli 2020 menunjukkan bahwa Produk Domestik Bruto (PDB) China kembali tumbuh 2,5 persen selama April hingga Juni, dikutip dari BBC, 16 Juli 2020.
Angka tersebut lebih tinggi dari perkiraan para ahli dan mengarah ke pemulihan berbentuk V yaitu, penurunan tajam yang diikuti dengan pemulihan yang cepat.
Ini juga berarti China menghindari resesi teknis yang ditandai sebagai dua periode pertumbuhan negatif berturut-turut.
Pertumbuhan kembali itu mengikuti penurunan tajam 6,8 persen pada kuartal pertama tahun ini dan menjadi kontraksi terbesar sejak pencatatan PDB kuartalan dimulai.
Sementara Vietnam juga terhindar dari resesi setelah mencatatkan pertumbuhan 0,36 persen pada kuartal kedua tahun ini.
Meski demikian, tingkat pertumbuhan terbaru adalah yang terendah sejak pencatatan kuartalan dimulai di Vietnam 30 tahun lalu.
Baca juga: Pendaftaran Kartu Prakerja Gelombang 8 Ditutup, Kapan Pengumumannya?
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.