Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sanksi Pelanggar PSBB DKI Jakarta Apakah Efektif? Ini Kata Epidemiolog

Baca di App
Lihat Foto
PSBB Jakarta 14 September 2020
Pekerja yang menggunakan masker saat berjalan menuju kantor masing-masing di Jalan M.H Thamrin, Jakarta Pusat, Senin (14/9/2020). PSBB kembali diterapkan tanggal 14 September 2020, berbagai aktivitas kembali dibatasi yakni aktivitas perkantoran, usaha, transportasi, hingga fasilitas umum.
|
Editor: Rizal Setyo Nugroho

KOMPAS.com - DKI Jakarta kembali menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) ketat. Hari pertama PSBB Jakarta dimulai hari ini, Senin (14/9/2020).

Pemberlakuan kembali PSBB ini dilatarbelakangi oleh lonjakan kasus dalam beberapa hari terakhir serta ketersediaan tempat tidur rumah sakit yang semakin menipis.

Dalam peraturan PSBB terbaru terdapat sejumlah sanksi telah disiapkan bagi para pelanggar PSBB, baik berupa kerja sosial maupun denda maksimal Rp 1 juta.

Peraturan sanksi terhadap pelanggaran protokol kesehatan akan ditambah dengan mekanisme sanksi progresif terhadap pelanggaran berulang berdasarkan Pergub Nomor 79 Tahun 2020.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Baca juga: INFOGRAFIK: 17 Aturan Baru PSBB Pengetatan

Berikut beberapa sanksi pelanggaran protokol kesehatan:

Pelanggaran pemakaian masker

Pengaturan pelaku usaha terkait protokol kesehatan

Ditemukan kasus positif: dilakukan penutupan paling sedikit 1x24 jam untuk penyemprotan disinfektan

Baca juga: Catat, Ini Daftar Sanksi bagi Pelanggar Protokol Kesehatan Saat PSBB Jakarta

Apakah efektif? 

Epidemiolog Indonesia di Griffith University Australia Dicky Budiman mengatakan, sanksi tersebut akan berpengaruh pada kepatuhan warga jika diterapkan secara tegas.

"Bila penerapannya tegas, tidak pandang bulu dan konsisten tentu akan ada pengaruhnya," kata Dicky kepada Kompas.com, Senin (14/9/2020).

Tak hanya itu, penerapan sanksi juga harus dikomunikasikan kepada publik sebagai informasi dan edukasi.

Sebab, penerapan sebuah aturan baru memerlukan komunikasi dan sosialisasi yang jelas dan tepat, sehingga tidak diterjemahkan secara berbeda.

"Seperti pelanggar memakai masker, harus juga dipastikan bahwa masker tersebut dipakai secara benar. Atau pelanggar protokol juga bukan hanya di cafe, tetapi juga termasuk di perkantoran atau institusi baik pemerintaha, BUMN, dan swasta," jelas dia.

"Jadi tidak ada kesan pilih-pilih, karena semua perlu mematuhi," lanjutnya.

Baca juga: Sosok Budi Hartono, Orang Terkaya di Indonesia yang Surati Jokowi Tolak PSBB

Keterlibatan semua pihak

Untuk penerapan PSBB ketat jilid II ini, Dicky berharap keterlibatan secara aktif semua pihak, baik pemerintah pusat hingga daerah penyangga DKI Jakarta, BUMN maupun masyarakat.

Menurut dia, semua pihak harus memahami bahwa penerapan PSBB hanya strategi tambahan untuk mempercepat penurunan kasus dan meringankan beban rumah sakit.

Dengan pemahaman demikian, semua pihak akan tetap membatasi diri dalam beraktifitas selama dan sesudah PSBB serta tetap menerapkan protokol kesehatan.

Terkait diizinkannya 25 persen pegawai bekerja di kantor, Dicky meminta agar karyawan terlebih dahulu dilakukan skrining.

Hal itu dilakukan demi memastikan bahwa karyawan yang beraktivitas di kantor benar-benar tidak membawa virus corona.

"Adanya pembatasan 25 persen pegawai yang bekerja di kantor, juga harus di skrining terlebih dahulu dengan diagnostic test, baik rapid tes antigen maupun PCR yang dilakukan kantor masing-masing secara mandiri," papar dia.

"Sehingga yang masuk dan beraktifitas di kantor dan bepergian dengan transportasi umum adalah orang-orang yang memang terdeteksi negatif," jelas Dicky.

Dengan sejumlah langkah itu, Dicky berharap bahwa PSBB ketat kedua di Jakarta ini akan berdampak besar.

Baca juga: DKI Jakarta PSBB Total, Ini Jadwal Perjalanan Kereta dan KRL Saat Ini

KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo Infografik: 17 Aturan Baru PSBB Pengetatan

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi