Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Pemuda Wonogiri, Dedikasikan Hidup untuk Meneliti Ikan di Indonesia

Baca di App
Lihat Foto
Instagram: @rjerikho
Rikho Jerikho, peneliti spesies ikan asing di Indonesia.
|
Editor: Jihad Akbar

KOMPAS.com - Ikan, bagi pemuda bernama Rikho Jerikho, bukan sekadar bahan makanan yang bisa dipancing, dimasak, dan kemudian dihidangkan di meja makan.

Pemuda berusia 25 tahun asal Wonogiri, Jawa Tengah, ini mendedikasikan hidupnya untuk meneliti spesies-spesies ikan asing atau "ikan alien" di Indonesia. Ia memilih tak bekerja di perusahaan.

Sejak kecil, Rikho memang menaruh minat besar pada ikan. Kecintaannya pada ikan, membuatnya mendalami bidang perikanan dan melakukan penelitian mengenai spesies ikan "alien" di Indonesia.

"Pada awalnya dimulai dari proses pengerjaan skripsi. Saya berpikir, mengapa ikan-ikan di Indonesia yang saya kenal, kebanyakan dari spesies asing. Spesies asli Indonesia malah tidak banyak dikenal," kata Rikho saat dihubungi Kompas.com, Senin (14/9/2020).

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berangkat dari pemikiran itu, Rikho kemudian melakukan studi awal mengenai kondisi ikan di Waduk Gajah Mungkur, Wonogiri. Ternyata, banyak ikan di sana bukan spesies asli Indonesia.

"Seperti ikan nila, ikan bawal, sampai ikan patin ternyata bukan asli Indonesia. Hasil studi itu kemudian saya tulis, walaupun belum tahu dipakai untuk skripsi atau tidak," ujar Rikho.

Baca juga: Cerita Achmad Berjuang Melawan Corona Jelang Sidang Skripsi

Presentasi di World Lake Conference

Dia pun mengirimkan hasil penelitian awalnya itu ke World Lake Conference. Tidak disangka, niat isengnya mendapat sambutan.

Pada 2016, Rikho diundang untuk mempresentasikan hasil penelitiannya tentang keanekaragaman ikan-ikan asing di Waduk Gajah Mungkur pada pertemuan World Lake Conference di Bali.

"Di situ berhasil publish artikel sederhana, dan juga poster," kata Rikho.

Sepulangnya dari World Lake Conference, Rikho merasa semakin gelisah dengan kondisi perikanan di Indonesia.

Selain kurangnya penelitian soal ikan, dia juga menyoroti pelepasan spesies asing di perairan Indonesia yang justru dianggap sebagai kewajaran.

"Ikan nila malah disebar di mana-mana, padahal dia aslinya di Afrika. Ikan mujair juga sama. Ikan mas itu aslinya juga bukan dari Indonesia, tapi ada di Asia bagian utara, dan beberapa negara Eropa," kata Rikho.

Hal itu kemudian menjadi kegelisahannya. Sebab, masyarakat kini lebih mengenal ikan-ikan asing, yang seolah-olah "dinaturalisasi".

"Yang saya kaget juga, ternyata ikan-ikan di Indonesia kondisi populasinya lebih rentan," ujar dia.

Salah satu contohnya adalah Barbonymus platysoma. Rikho menyebut, ikan itu belum ada nama lokalnya, dan pertama kali ditemukan tahun 1800-an.

Sampai saat ini, ikan tersebut belum ditemukan lagi, dan tidak ada dokumentasi dalam bentuk foto. Padahal habitat ikan itu di Jawa Tengah, tepatnya di Surakarta.

"Itu kemudian menjadi salah satu starting point, yang membuat saya harus benar-benar fokus ke ikan," kata Rikho.

Bersama ketiga rekannya, Rikho memelopori berdirinya Project Ichtys-Alien Indonesia. Tujuannya adalah meneliti dan mendokumentasikan seluruh spesies ikan air tawar yang ada di Indonesia tanpa bayaran.

Mereka mendedikasikan waktu yang dimiliki untuk mendokumentasikan spesies-spesies ikan dan biota air tawar lainnya di Indonesia, dan selanjutnya dibukukan.

"Saat ini, kami fokuskan dulu di pulau Jawa," kata Rikho.

Baca juga: Deportasi Ikan Arapaima ke Sungai Amazon

Kepala Arapaima

Salah satu perjalanan penelitian yang menurutnya berkesan, adalah ketika terjadi peristiwa pelepasan ikan Arapaima secara ilegal di sungai Brantas, Jawa Timur. Arapaima adalah ikan speses asli dari dari Sungai Amazon, Brazil.

Peristiwa pelepasan Arapaima tersebut cukup menghebohkan, dan diberitakan oleh beberapa media nasional, termasuk Kompas.com pada 28 Juni 2018. 

Mendengar kabar tersebut, Rikho berangkat ke Mojokerto, Jawa Timur. Awalnya, dia hanya berniat untuk memotret wujud dari ikan yang berhasil ditangkap oleh warga.

"Entah kenapa, tiba-tiba saya kepikiran untuk membeli tengkorak ikan itu. Saya bertanya kepada warga, dan akhirnya saya bayar Rp 200.000," kenang Rikho.

Dia bercerita, saat itu dirinya tidak memikirkan bagaimana cara membawa tengkorak ikan itu, mengingat ukurannya yang cukup besar, dan dirinya hanya membawa ransel.

"Akhirnya, isi ransel saya keluarkan, kemudian kepala Arapaima itu dibungkus plastik dan dimasukkan ke tas. Setelah itu, saya pulang ke rumah kerabat di Mojokerto, tempat saya menumpang tidur," kata Riko.

Dalam perjalanan, Rikho merasa orang-orang di jalan terus memerhatikan dirinya, terutama saat berhenti di lampu merah.

"Saya kan naik motor, jadi saya lihat, apa ban saya bocor, tapi ternyata tidak. Saya bingung, karena orang-orang kok ngelihatin saya seperti jijik begitu," ujar dia.

Begitu sampai di rumah kerabatnya, Rikho baru menyadari apa masalahnya. Ternyata, kepala Arapaima yang ia bawa masih mengalirkan darah, dan merembes keluar dari ransel serta menetes di sepanjang jalan.

"Pantas saja, kok orang-orang pada menjauh. Mungkin dikiranya saya pembunuh kali, untung tidak dilaporkan polisi," kata Rikho sambil tertawa.

Menyumbang ke LIPI

Setelah melalui perjalanan yang "berdarah-darah", kepala Arapaima itu kemudian dia awetkan, bersama bagian-bagian tubuhnya yang lain.

Dengan bantuan lem tembak, Rikho merangkai tulang-belulang arapaima untuk disusun menjadi kerangka yang utuh.

Waktu untuk menyusun kerangka itu tidak sebentar, dibutuhkan waktu sedikitnya 6 bulan untuk bisa menyelesaikan "puzzle ikan alien" tersebut.

Setelah selesai disusun, ia tidak memajang kerangka tersebut. Dia menyumbangkan kerangka tersebut ke Museum Zoologi Bogor di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesi (LIPI) pada 2019 lalu.

"Saya antar langsung ke LIPI. Tidak diberi uang saku dari sana. Kalau diberi uang namanya saya menjual dong," kata Rikho.

Dia mengungkapkan, alasannya menghibahkan kerangka Arapaima tersebut ialah agar orang lain juga dapat meneliti ikan tersebut dari kerangka yang dikirimkannya.

Sempat terbersit untuk berhenti

Menghadapi berbagai tantangan dan kesulitan selama meneliti ikan, keinginan untuk berhenti bukannya tidak pernah terbersit di benak Rikho.

Terutama, ia menyebut secara umum proses penelitian pasti membutuhkan dana dan fasilitas yang memadai, dan kedua itu tidak dimilikinya.

"Saya bukan berasal dari kalangan yang memiliki fasilitas lengkap. Saya cuma fresh graduate, dan pernah terbersit kenapa saya harus melakukan ini. Apa saya harus berhenti saja terus cari pekerjaan yang lain saja," ungkap Rikho.

Namun, ia kemudian terkenang dengan masa kecilnya. Bagaimana senangnya ia melihat ikan, kecintaannya pada ikan.

"Kalau umpamanya saya mengikuti arus untuk bekerja di perusahaan, atau perbankan, mungkin semua yang saya rasakan, seperti menemukan Arapaima, jalan-jalan untuk cari ikan, mungkin akan hilang," kata dia.

"Dan kalau hidup cuma satu kali akan serasa sangat janggal, kalau menukar kenangan-kenangan atau potensi kenangan di masa depan tentang ikan, dengan apa yang kita lihat tentang isi duniawi," ungkapnya.

Selain itu, dia berharap hasil dari Project Ichthys-Alien Indonesia dapat digunakan sebagai rujukan oleh pemerintah untuk membuat aturan yang tepat terkait penyebaran benih ikan.

"Semoga nanti orang-orang juga bisa lebih aware terhadap ikan-ikan yang ada di sekitar kita. Bukan cuma menganggapnya sebagai bahan lauk saja," pungkas Rikho.

Hasil penelitian Rikho yang telah dipublikasi bisa dibaca pada tautan berikut, Rikho Jerikho - Google Scholar. Sementara informasi soal ikan, bisa dilihat di laman Instagram-nya @rjerikho dan @finsindonesia.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi