Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

3 Saran Epidemiolog untuk Menekan Penyebaran Virus Corona di Indonesia, Apa Saja?

Baca di App
Lihat Foto
Satgas Penanganan Covid-19
Peta zonasi risiko Covid-19 di Indonesia per kabupaten/kota
|
Editor: Sari Hardiyanto

KOMPAS.com - Meski menuai pro dan kontra, pemberlakuan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di DKI Jakarta jalan terus.

Kebijakan tersebut diambil bukan tanpa dasar. Pasalnya selain memperhatikan kapasitas rumah sakit, tingkat kematian akibat Covid-19 juga masih tinggi.

Sejauh ini, jumlah kasus Covid-19 di Indonesia terus bertambah. Bahkan hingga Selasa (15/9/2020), kasus Covid-19 di Indonesia mencapai 225.030, sejak diumumkannya pasien pertama pada 2 Maret 2020 silam.

Baca juga: Update Vaksin Covid-19 di Seluruh Dunia, dari Rusia hingga Inggris

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengacu Worldometers, Indonesia berada di peringat 23 kasus terbanyak di dunia, di bawah Jerman dan di atas Israel dengan total kasus 164.402.

Lantas, bagaimana cara menekan penyebaran virus corona di Indonesia?

Epidemiolog dari Universitas Airlangga (Unair) Windhu Purnomo mengatakan ada beberapa hal yang dapat dilakukan pemerintah agar kasus Covid-19 tidak semakin menanjak dan terus menimbulkan korban jiwa.

1. Lakukan testing yang masif

Hal pertama yang harus dilakukan pemerintah yakni dengan melakukan testing yang masif disertai dengan isolasi kepada orang yang terkonfirmasi positif Covid-19.

"Pemerintah harus banyak-banyak mengisolasi orang yang positif. Nah, bagaimana caranya menemukan orang yang positif? Lakukan testing yang masif," ujarnya kepada Kompas.com baru-baru ini.

Baca juga: Deretan Obat yang Diklaim Efektif untuk Covid-19, dari Dexamethasone hingga Hidroksiklorokuin

Sejauh ini, pemerintah menurutnya belum melakukan testing secara masif. Yang terjadi, masih banyak orang di bawah permukaan yang menjadi sumber penularan.

"Kenapa bisa seperti itu? ya karena testing-nya masih rendah," kata dia.

Sejatinya, imbuh Windhu diperlukan sebanyak 2,6 juta testing di Indonesia, tetapi yang dilakukan saat ini baru setengahnya yakni 1,4 juta testing.

Baca juga: Saat Makan di Restoran Disebut Tingkatkan Risiko Penularan Covid-19...

2. Penerapan pembatasan wilayah dan pergerakan

Hal kedua yang harus dilakukan yakni dengan menerapkan pembatasan wilayah dan pergerakan terlebih di daerah yang kasusnya masih tinggi.

Karena itu, pihaknya mengapresiasi apa yang dilakukan Pemprov DKI Jakarta yang kembali menerapkan PSBB secara ketat.

"Yang dilakukan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta itu sudah benar, saya setuju," ucap Windhu.

Kemudian, ia juga mencontohkan pembatasan pergerakan di beberapa negara lain yang menjadi kunci menghentikan kasus Covid-19.

Baca juga: 10 Negara yang Legalkan Ganja sebagai Obat Medis

 

Windhu menggarisbawahi terkait pembatasan pergerakan itu, lantaran virus tidak akan menulari orang lain jika orang tersebut tidak berpindah-pindah.

"Jadi orang tinggal di rumah, jangan keluyuran dan jangan berpindah-pindah tempat karena virus itu dibawa manusia, tidak terbang sendiri," tegas Windhu.

Aturan soal pembatasan pergerakan ini, lanjut Windhu, sebenarnya juga telah tertuang dalam Undang-Undang.

"Kita kan juga punya Undang-Undang soal wabah dan kekarantinaan kesehatan yang didalamnya itu ada salah satu cara untuk memutus rantai penularan adalah dengan karantina wilayah, di bawahnya ada PSBB," tambahnya.

Namun sayangnya, kata Windhu, Indonesia hanya menerapkan PSBB ditambah lagi tidak dilakukan secara maksimal.

Baca juga: 9 Hal yang Perlu Diketahui soal PSBB Jakarta

3. Perlunya sanksi yang tegas

Agar penerapan pembatasan pergerakan tersebut dapat berjalan secara maksimal, maka diperlukan aturan soal sanksinya.

Pemberian sanksi, imbuhnya dilakukan guna memberikan efek jera apabila orang atau instansi ada yang melanggar.

Aturan ini, kata Windhu, juga dapat diterapkan untuk masyarakat dan instansi yang melanggar aturan protokol kesehatan.

"Iya dong (harus ada sanksi). La kalau enggak ya sama saja, mereka akan terus melanggar wong enggak ada sanksinya," papar Windhu.

Baca juga: Ramai soal Penolakan Jenazah Covid-19, Dokter: Pasien Meninggal, Virus Pun Mati

 

"Pemerintah juga harus menyiapkan regulasinya. Kalau perlu disiapkan juga bisa dihukum pidana. Karena kalau melanggar kan bukan hanya membunuh dirinya, tetapi juga orang lain, itu kriminal sebetulnya," imbuh dia.

Windhu juga menyoroti peran pemerintah jika PSBB diterapkan di suatu wilayah yang berdampak pada kehidupan masyarakat.

Menurutnya, penerapan PSBB juga berdampak bagi seseorang yang memiliki penghasilan harian.

"Nah kalau PSBB kan tentu saja akan berdampak pada orang-orang yang punya penghasilan harian, itu seharusnya pemerintah membantu karena sudah menjadi kewajiban pemerintah," ungkap dia.

Baca juga: Benarkah Membakar Jenazah Pasien Covid-19 Dapat Membunuh Virus Corona?

KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo Infografik: Daftar Sanksi bagi Pelanggar Protokol Kesehatan PSBB Jakarta

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi