Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

JO, Kenangan Kecilku untuk Maestro Wartawan "Andap Asor"

Baca di App
Lihat Foto
KOMPAS.com / ANDREAS LUKAS ALTOBELI
Komikus Indonesia Hari Prasetyo saat menggambar Jakob Oetama di Gedung Kompas Gramedia, Palmerah Selatan, Jakarta, Jumat (22/09/2017). Hari membuat komik tentang blusukan yang dilakukakan Presiden Republik Indonesia Joko Widodo, salah satu judulnya yaitu Kisah Blusukan Jokowi di Jawa Timur.
Penulis: Joseph Osdar
|
Editor: Wisnu Nugroho

Sabtu malam, 8 Juni 2013, Etty Sri Marianingsih menelefon saya. “Mas Osdar, bisa tolong dipamitkan ke Ibu Megawati, besok Pak Jakob tidak bisa melawat ke pemakaman Pak Taufik Kiemas di Kalibata, karena beliau malam ini sakit perut dan dokter minta untuk istirahat,” kata Etty, sekretaris Pemimpin Umum Kelompok Kompas Gramedia (KKG).

Minggu pagi, 9 Juni 2013 Etty menelepon lagi. “Mas Osdar, Pak Jakob nanti mau menghadiri upacara pemakaman almarhum Taufik Kiemas. Beliau minta Mas Osdar mendampingi,” kata Etty.

Pagi itu saya menelepon Komandan Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres) Mayjen TNI Doni Monardo.

Saya sampaikan keinginan Jakob Oetama untuk menghadiri upacara pemakaman almarhum Taufik Kiemas yang akan dipimpin Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

“Saya akan koordinasikan dengan protokol istana. Kalau Pak Jakob sudah sampai di tempat pemakaman tolong kontak saya Mas Osdar,” kata Doni saat itu.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Satu setengah jam sebelum upacara pemakaman, Jakob sampai di wilayah pemakaman Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta Selatan.

Saya bersama Pemimpin Umum Redaksi Kompas Rikard Bagun dan Wartawan Kompas untuk Istana Kepresidenan dan Antonius Tomy Trinugroho (Ato) menjemput Jakob. Agak jauh dari pintu gerbang. Jaraknya cukup jauh untuk Jakob berjalan kaki sampai mulut gerbang pemakaman.

Untung ada seorang prajurit Paspampres mendekati kami dan mempersilakan mobil yang membawa Jakob Oetama merapat sampai pelataran pemakaman.

Karena upacara masih lama, kami bimbing Jakob Oetama menunggu di salah satu gerbang masuk yang dinaungi pepohonan rindang. Saat itu matahari bersinar terang dan mulai panas terik.

Saat itu muncul kolumnis tetap Harian Kompas dan cendekiawan Yudi Latief. Ia ikut membantu mendapatkan kursi kecil untuk duduk Jakob Oetama. Mula-mula Jakob tidak mau duduk.

“Pak Jakob tempat pemakaman cukup jauh dari gerbang ini dan jenazah belum datang, jadi duduk dulu saja,” ujar saya yang ditolak Jakob.

Tapi ketika Yudi Latif memperisilakan, Jakob Oetama bersedia duduk. Beberapa menit kemudian seorang perwira menengah Paspampres mendekati kami dan mempersilahkan Jakob untuk menuju ke wilayah VVIP upacara pemakaman.

Saat itu Doni Monardo menelepon saya. “Pak Osdar itu staf saya nanti membantu Pak Jakob duduk tidak jauh dari keluarga almarhum, Presiden dan Ibu Negara. Saya sudah koordinasikan dengan protokol,” kata Doni.

Pewira menengah Paspampres yang dikirimkan memandu ke tempat duduk VVIP berperawakan tinggi, mirip dengan Doni Monardo.

Jakob mengira perwira itu Doni Monardo. Jakob nampak senang sekali. Beberapa hari sebelumnya, Doni menemui Jakob Oetama untuk memberi beberapa pohon.

Sampai di tenda VVIP, para pelayat sudah banyak. Para pejabat tinggi sipil militer dan anggota keluarga dan handai taulan almarhum Taufik Kiemas sudah hadir.

Tempat duduk sudah penuh kecuali dua deretan di depan kosong karena disediakan untuk rombongan Presiden dan keluarga almarhum. Ketika itu rombongan Presiden, Ibu Megawati Soekarnoputri serta jenazah belum tiba.

Jakob terkesima dan terkejut ketika dipersilakan petugas protokol untuk duduk di deretan depan. Jakob minta saya mencarikan tempat di belakang saja, bukan paling depan.

Kebetulan petugas protokol dan Paspampres yang bertugas saat itu saya kenal sekali. Ketika saya minta kepada protokol dan prajurit Paspampres tersebut, keduanya hampir serentak mengatakan tiga kata dalam Bahasa Jawa yang tidak pernah saya lupakan, “Beliau ini (Jakob) andap asor (rendah hati, sederhana ) sekali ya”.

Ucapan petugas protokol dan Paspampres itu saya sampaikan ke Jakob Oetama. Tapi Jakob Oetama diam saja.

Saya coba telepon Doni Monardo. “Beliau kan sudah umur, biar duduk di depan saja, supaya tidak repot,” jawab Doni ketika hal ini saya sampaikan.

Kemudian saya mengatakan lagi sesuatu pada Jakob Oetama. ”Pak Jakob duduk di sini dulu saja supaya nanti bisa bersalaman dengan Ibu Megawati untuk langsung menyampaikan belasungkawa.”

Pak Jakob tersenyum. Tidak lama kemudian jenazah tiba dan Jakob Oetama sempat bersalaman dengan Megawati Soekarnoputri, Puan Maharani, Prananda dan anggota keluarga lainnya.

Jakob sempat berjumpa sekilas dengan Presiden SBY dan Ani Yudhoyono. Setelah itu, Jakob minta lagi duduk di belakang.

Selanjutnya, sebelum upacara selesai, Jakob merasa sakit perut dan ingin pulang. Dalam perjalanan ke mobilnya, Jakob mengatakan, “Kita sudah salaman dengan Ibu Megawati, Puan Maharani, Presiden SBY dan Bu Ani, puterinya almarhum Sarwo Edhie, teman saya.”

“Saya beberapa kali bertemu Ibu Ani dan saya sampaikan beberapa kali jumpa Pak Sarwo Edhie dan menulis tentang almarhum. Saya katakan kepada Bu Ani, ketika Pak Sarwo akan bertugas  mengatakan hal yang berkesan, 'kalau saya berangkat dengan koper, ketika pulang isi koper itu tetap sama.' Hal itu saya tulis dan Ibu Ani bilang, tulisan Pak Jakob kami dokumentasikan,” ujar Jakob.

Demikian kata Jakob ketika meninggalkan pemakaman. Apa yang dikatakan itu sering sekali disampaikan kepada saya dan orang lain, termasuk di redaksi Harian Kompas.

Beberapa hari kemudian setelah upacara pemakaman, Jakob banyak bercerita tentang sosok almarhum Taufik Kiemas (terutama kepiawaian lobinya), Sarwo Edhie, Puan Maharani, Ani Yudhoyono, Megawati Soekarnoputri dan banyak lagi tokoh tokoh yang hadir di upacara pemakaman itu.

Tentang Megawati, Jakob berkata (ini yang saya ingat saja), ”Putera-puteri Bung Karno setelah Bung Karno tidak jadi presiden banyak menghadapi kesulitan untuk melanjutkan atau menyelesaikan studinya. Tapi kesulitan itu ada hikmahnya.”

Ketika saya mengetik tulisan ini, saya mencoba mengkontak dengan telepon beberapa orang

yang ikut hadir dan dekat dengan Jakob. Saya bisa terhubung adalah Doni Monardo, Yudie Latief, Etty dan Ato.

Doni mengatakan, terkesan Jakob yang menyimak dengan tekun ketika diberi penjelasan tentang pembibitan pohon ulin. “Beliau menyimak dengan tekun”.

Yudie Latief mengatakan beliau memang “andap asor”, vibrasinya, getarannya menyentuh kita.

”Itu bagian dari diri Jakob Oetama, yang terkait dengan ungkapan knowledge speaks but wisdom listens, pengetahuan berbicara tapi kebijaksanaan mendengarkan.

Yudi menuliskan, Jakob mendengarkan. Dituliskan pula, ”Selamat jalan sang Guru Bangsa. Dalam mati engkau abadi. Duka cita dan doa.”

J Osdar dari Taman Cipulir Estate yang sealu kebanjiran.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag
Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi