Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kasus Corona Melonjak, Inggris Terapkan Denda Rp 191 Juta bagi Pelanggar Isolasi

Baca di App
Lihat Foto
BBC
Ilustrasi uang kertas dan koin.
|
Editor: Rizal Setyo Nugroho

KOMPAS.com - Pemerintah Inggris akan memberlakukan denda sebesar 10.000 poundsterling atau sekitar Rp 191 juta bagi pasien positif Covid-19 yang tidak mau melakukan isolasi. 

Penerapan denda ini mulai diberlakukan pada 28 September 2020.

Dilansir dari The Guardian, (19/9/2020), Perdana Menteri Inggris Boris Johnson mengumumkan bahwa seseorang akan diwajibkan mengisolasi diri jika mereka positif Covid-19.

Atau sebelumnya dihubungi oleh sistem pengujian dan pelacakan karena telah melakukan kontak dengan orang yang terinfeksi.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pihaknya meyakini, cara terbaik untuk melawan virus adalah dengan semua orang mengikuti aturan.

Denda bagi pelanggar awalnya dimulai dari 1.000 poundsterling atau sekitar Rp 19,1 juta. Namun, nominal denda akan bertambah menjadi 10 kali lipatnya untuk pelanggaran berulang.

Hal ini dilakukan guna menekan jumlah kasus infeksi Covid-19 yang terus melonjak di Inggris.

Penerapan denda juga didasari karena peraturan yang ada terlalu sering dilanggar.

Baca juga: Ilmuwan Inggris Temukan Tes Covid-19 Tercepat Tanpa Uji Laboratorium

Tindakan tegas

Dalam menerapkan aturan ini, pemerintah memberdayakan lebih banyak polisi untuk menemukan pelaku di daerah dengan insiden tinggi.

"Orang yang memilih untuk mengabaikan aturan akan menghadapi denda yang signifikan. Kami perlu melakukan semua yang kami bisa untuk mengendalikan penyebaran virus ini, untuk mencegah orang yang paling rentan terinfeksi, dan untuk melindungi layanan kesehatan (NHS) dan menyelamatkan nyawa," ujar Boris.

"Saya tidak ingin melihat situasi di mana orang merasa tidak mapu secara finansial untuk mengisolasi diri," lanjut dia.

Bantuan pemerintah

Aturan denda yang meningkat ini pun menuai polemik di banyak pemimpin daerah, termasuk Wali Kota Manchester Andy Burnham, dan pejabat kesehatan masyarakat.

Mereka telah berdebat selama berbulan-bulan bahwa dukungan tersebut diperlukan karena orang-orang yang berjuang untuk bertahan dengan penghasilan rendah percaya bahwa mereka tidak mampu untuk mengisolasi diri, dan tidak mampu melakukannya.

Hal inilah yang mengakibatkan virus menjadi endemik di beberapa daerah tertinggal di utara Inggris.

Sementara itu, penerapan denda ini diberlakukan lantaran masih banyak orang dengan Covid-19 yang masih melakukan aktivitas di luar rumah dan berpotensi menularkannya ke orang lain.

Diketahui, sekitar empat juta orang dengan pendapatan rendah akan diberikan tunjangan khusus sebesar 500 poundsterling atau sekitar Rp 9,5 juta.

Hal itu untuk kompensasi kehilangan penghasilan selama periode isolasi dua minggu yang dijalaninya.

Meski begitu, langkah-langkah baru yang diumumkan merupakan peringatan bahwa gelombang kedua infeksi Covid-19 menyebar dengan cepat dari utara Inggris.

Lonjakan infeksi dilaporkan terjadi juga di London.

Baca juga: Update Covid-19 di Dunia 20 September: 30,9 Juta Infeksi | 10 Negara dengan Kasus Terbanyak

Lonjakan kasus di Inggris

Mengutip BBC, (19/9/2020), sebanyak 4.422 kasus infeksi Covid-19 dan 27 kematian dilaporkan pada Sabtu (19/9/2020).

Ada 350 kasus baru yang dilaporkan di Skotlandia, di mana angka ini merupakan peningkatan harian tertinggi sejak Mei, kemudian 212 kasus baru di Wales, dan 222 kasus baru di Irlandia Utara.

Johnson mengatakan, ia sangat ingin menghindari penguncian nasional baru yang berkepanjangan.

Tetapi akhir pekan ini dia dan para menterinya sedang mempertimbangkan langkah-langkah lebih lanjut termasuk "istirahat" selama dua minggu di mana aturan baru dan lebih ketat akan diberlakukan untuk mencoba memeriksa kebangkitan virus.

Para ilmuwan mendesak para menteri untuk tidak mengulangi kesalahan penguncian pertama dan, khususnya, mengambil tindakan untuk melindungi orang-orang di panti jompo

“Penguncian gagal melindungi orang-orang yang paling membutuhkan perlindungan, seperti mereka yang tinggal di panti jompo," ujar ahli epidemiologi dari Universitas Edinburgh, Mark Woolhouse.

Menurutnya, jika pemerintah dan akan bertindak, maka mereka harus melakukannya segera.

Tindakan ini juga harus memprioritaskan perlindungan bagi mereka yang rentan, jika tidak tindakan ini akan mengulangi kesalahan saat penguncian pertama.

Sementara itu, Kepala Pemodel Pandemi Pemerintah dan Anggota Kelompok Penasihat Ilmiah untuk Keadaan Darurat, Graham Medley menyampaikan, prevalensi infeksi meningkat di seluruh Inggris.

“Secara epidemiologis, situasinya mirip dengan akhir Februari atau awal Maret. Pengambil keputusan harus bertindak cukup cepat," ujar Medley.

"Penerimaan rumah sakit meningkat, dan akan terus meningkat selama sekitar dua minggu setelah penularan berkurang," lanjut dia.

Baca juga: [POPULER TREN] Lakukan Ini Agar Segera Dapat Subsidi Gaji | Apa Itu Brucellosis yang Sedang Mewabah di China?

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi