KOMPAS.com – Sekitar 30.000 orang melakukan unjuk rasa di Bangkok, Thailand, pada Sabtu (19/9/2020).
Melansir dari Strait Times, unjuk rasa memprotes pemerintah itu merupakan unjuk rasa terbesar yang terjadi selama pandemi virus corona.
Unjuk rasa dipimpin oleh mahasiswa yang bergabung dalam kelompok mahasiswa United Front of Thammasat and Demonstration (UFTD) serta para aktivis politik.
Mereka berkumpul dan bermalam di Sanam Luang, lapangan di sebelah Grand Palace yang biasanya dipakai untuk acara resmi kerajaan.
CNN memberitakan, aksi protes ini bagian dari aksi-aksi yang telah dimulai pada Juli 2020.
Para mahasiswa turun ke panggung untuk berbicara langsung kepada Raja Thailand Vajiralongkorn.
Mereka memprotes pemerintahan koalisi yang dipimpin oleh Perdana Menteri Prayut Chan-o-cha yang dinilai untuk memperkuat pengaruh kaum royalis.
Tindakan semacam ini sejatinya adalah hal tabu di Thailand. Di bawah peraturan undang-undangan, tindakan semacam ini dapat dianggap mencemarkan monarki dan dapat dihukum selama 15 tahun.
Akan tetapi, para demonstran tetap melakukan aksinya.
Baca juga: Tantang Raja Thailand, Pengunjuk Rasa Pasang Plakat Negara Milik Rakyat
Aksi duduk
Para demonstran melakukan aksinya dengan duduk dalam waktu lama.
Dalam rapat yang mereka lakukan pada 10 Agustus lalu, UFTD mengajukan setidaknya 10 proposal reformasi.
Salah satu isinya, pengurangan anggaran untuk pengeluaran kerajaan. Mereka juga menuntut agar Thailand tak lagi mengagungkan monarki.
Sementara itu, kalangan royalis menilai tidak seharusnya proposal soal monarki tersebut diajukan.
Aksi protes para demonstran sendiri terjadi saat negara menghadapi tantangan ekonomi yang berat.
Ekonomi Thailand diprediksi menyusut 8,1 persen pada akhir tahun ini. Sementara, Menteri Keuangan negara itu pada awal bulan ini mengundurkan diri.
Baca juga: Anggota Parlemen Thailand Ini Lihat Foto Bugil di Tengah Rapat
Adanya resesi dan jumlah pengangguran yang membayangi negara itu menyebabkan pembelanjaan uang pajak banyak disoroti.
"Ketika kami menyebutkan masalah kami, kami tidak pernah berbicara tentang penyebab sebenarnya dari itu. Ini harus berakhir pada generasi kami," ujar Anggota kunci UFTD Parit Chiwarak kepada The Sunday Times seperti dikutip dari Strait Times.
Pemerintah sejauh ini menghindari adanya konfrontasi langsung dengan para demonstran.
Menanggapi aksi ini, Perdana Menteri Prayut mengingatkan soal risiko penyebaran infeksi virus corona dari aksi ini.
"Ketika Anda berkumpul dalam gerombolan, Anda menciptakan risiko infeksi baru yang sangat besar. Dan dengan itu, Anda juga menciptakan risiko yang sangat besar bagi mata pencaharian puluhan juta orang Thailand," kata dia.
Prayut mengatakan, meski ia telah meminta polisi bersikap toleran, aksi protes itu akan menunda pemulihan bisnis dan memengaruhi kepercayaan bisnis.
Ia juga menyebut, para wisatawan akan berpikir dua kali jika mereka ingin kembali ke Thailand.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.