Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Jurnalis
Bergabung sejak: 11 Apr 2017

Jurnalis

Pam Swakarsa Hidup Lagi, Ada Apa?

Baca di App
Lihat Foto
Dok. Divisi Humas Polri
Wakapolri Komjen Gatot Eddy Pramono di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Kamis (13/8/2020).
Editor: Heru Margianto


PAM Swakasa muncul lagi. Nama itu mengingatkan kita pada Tragedi Semanggi 1 dan 2 pada 1998 yang menewaskan 28 warga sipil dan melukai lebih dari 300 orang.

Demikian data yang berhasil dihimpun kala itu, salah satunya oleh sejumlah peneliti Hak Asasi Manusia (HAM) seperti Amnesty Internasional.

Pam Swakarsa akan dibentuk kembali melalui Peraturan Polri (Perpol) Nomor 4 Tahun 2020, yang sudah ditandatangani Kapolri Jenderal Polisi Idham Aziz pada 5 Agustus 2020 lalu.

Pasukan Satpam, Satkamling, dan Preman

Pam Swakarsa veris baru ini terdiri dari petugas satuan pengaman (Satpam) dan satuan keamanan lingkungan (Satkamling) di lingkup masyarakat.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Satpam diberikan seragam baru yang nyaris identik dengan seragam polisi lengkap dengan tanda pangkat. Ada sembilan tanda pangkat yang berbeda pada tiap golongan, 3 untuk pelaksana, 3 untuk supervisor, 3 untuk manajer.

Sementara Satkamling akan dirangkul dari sejumlah perkumpulan masyarakat termasuk dari kelompok adat. Di Bali misalnya ada Pecalang.

Satkamling juga akan melibatkan pimpinan informal termasuk preman. Demikian disampaikan Wakapolri Komjen Pol Gatot Eddy Pramono. Mereka akan diikutkan dalam pengamanan terkait kondisi saat ini untuk penertiban protokol kesehatan Covid-19.

"Contohnya kluster pasar. Di situ kan ada jeger-jeger-nya di pasar. Kita jadikan penegak disiplin. Tetapi diarahkan oleh TNI-Polri dengan cara-cara yang humanis," kata Gatot Eddy saat rapat kerja dengan Komisi III DPR RI, Senin (14/9/2020).

"Ada pasar-pasar tradisional. Realitasnya di masyarakat kita pasar tradisional itu tidak ada pimpinannya. Realitasnya mungkin menyebut kepala keamanan, mandor, jeger, preman. Mereka ini kan tiap hari di sana. Bukan kita merekrut preman, itu yang keliru. Tetapi kita merangkul mereka, pimpinan-pimpinan informal yang ada di komunitas itu untuk bersama-sama kita membangun suatu kesadaran kolektif untuk mematuhi protokol Covid-19," jelas Gatot.

Rencana pembentukan Pam Swakarsa dan merangkul preman memunculkan pro dan kontra.

Fatia Maulidiyanti, Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), menyampaikan pandangannya melalui rekaman yang dibagikan KontraS.

"Ada dua hal yang perlu diperhatikan dalam pembentukan undang-undang terkait Pam Swakarsa ini. Pertama, hal ini menunjukkan bahwa kepolisian sudah gagal dalam menangani pandemi seperti ini karena dari awal pemerintah telah mengerahkan pendekatan keamanan dalam masa pandemi ini. Kedua, pembentukan Pam Swakarsa ini akan melegitimasi kesewenang-wenangan lainnya dan juga konflik horizontal yang sebenarnya akan menimbulkan ketakutan di masyarakat," ungkap Fatia, Sabtu (12/9/2020) lalu.

Menyikapi gagasan PAM Swakarsa wajah baru ini, sejumlah anggota DPR pun terbelah. Ada yang setuju, ada yang keberatan. Meski benang merahnya, mereka sepakat untuk mengawasi pelaksanaan Pam Swakarsa ini.

Pengakuan pejabat intelijen

Suara keberatan yang tak diduga justru datang dari sosok yang lama berkiprah di dunia Intelijen. Ia adalah Kepala Badan Intelijen Strategis (BAIS) TNI 2011-2013 Laksamana Muda (Purn) Soleman Ponto.

Menurut Ponto, Pam Swakarsa harusnya dibentuk melalui undang-undang bukan Peraturan Polri. Selain itu ia khawatir, Pam Swakarsa akan membentuk pasukan terlatih yang punya potensi bentrok dengan sesama warga.

"Patut dicermati, Pam Swakarsa ini bisa menjelma menjadi pasukan baru, angkatan baru, punya potensi bentrokan dengan Masyarakat," kata Ponto.

Kepada program AIMAN Kompas TV, yang tayang pada Senin, 21 September 2020, Soleman mengakui pada tahun 1998, Pam Swakarsa kala itu adalah untuk membendung aksi mahasiswa yang masif menjatuhkan Presiden Soeharto. Soleman kala itu sudah bertugas di Intelijen ABRI, berpangkat Kolonel.

"Ini pertama kali diakui seorang pejabat Intelijen yang terkait saat itu kepada publik?" tanya saya.

Ponto mengangguk.

Lalu apa kata Polri soal ini?

Saya mewawancarai Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol Raden Prabowo Argo Yuwono. Argo menepis segala kekhawatiran.

"Tentunya semua ini ditujukan untuk mendukung keamanan dan ketertiban di tengah masyarakat. Jauh dari anggapan bahwa akan ada pasukan atau angkatan kelima, tidak!" ungkap Argo.

Terlepas dari semua pro dan kontra ini, yang pasti istilah Pam Swakarsa mengingatkan pada luka lama.

Tak boleh sejarah kelam berulang. Tak boleh ada agenda yang sama tersimpan hanya karena kita abai mengawasinya.

Saya Aiman Witjaksono...
Salam!

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag
Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi