KOMPAS.com - Pandemi Covid-19 hingga hari ini masih terjadi di berbagai negara di seluruh dunia.
Kini, kasus infeksi virus corona sudah mencapai angka 31.467.761 orang terinfeksi di seluruh dunia.
Data ini diambil dari Worldometers, dengan pembaruan terakhir Senin (21/9/2020) malam.
Dari jumlah itu, 23.092.100 orang telah dinyatakan sembuh, 968.826 meninggal dunia, dan lainnya masih dalam perawatan.
Angka-angka ini terus berubah seiring berjalannya waktu, karena terus ditemukan kasus-kasus baru juga kasus yang dinyatakan sembuh dan meninggal setiap harinya.
Berikut ini, sejumlah update kasu Covid-19 dari sejumlah negara di dunia:
Indonesia
Secara angka, jumlah kasus sembuh sudah mencapai 180.797 pasien.
Hal ini seperti disebutkan dalam keterangan resmi Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), Senin (21/9/2020).
Angka kesembuhan pada Senin kemarin paling tinggi tercatat di DKI Jakarta (1.299), Jawa Timur (341), dan Jawa Tengah (321).
Peningkatan angka kesembuhan juga terjadi di pekan ketiga September ini dibanding pekan kedua.
"Ini berarti terapi yang diterapkan oleh para tenaga medis di Indonesia efektif," ujar Reisa.
Penanganan yang diberlakukan selama ini meliputi pemberian obat untuk menekan infeksi virus dalam tubuh hingga menguatkan imunitas tubuh pasien melalui kombinasi obat dan asupan gizi seimbang.
Baca juga: UPDATE 21 September: Kasus Aktif di Indonesia Capai 58.378
Inggris
Aturan-aturan ini akan disampaikan pada hari ini, Selasa (22/9/2020), di antaranya aturan tutup lebih awal bagi pub dan menerapkan kembali rutinitas bekerja dari rumah atau work from home.
Semua perhotelan diminta untuk tutup pada pukul 22.00 sejak Kamis (17/9/2020), setelah status waspada pandemi di negara itu ditingkatkan menjadi level tertinggi kedua untuk pertama kalinya sejak Juni 2020.
Dalam pidatonya, Johnson meminta orang-orang untuk kembali berdiam di rumah jika tidak menimbulkan kerugian.
Ia juga menekankan kembali pentingnya menggunakan masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak fisik.
Semua ini disampaikan Johnson setelah penasihat ilmiah pemerintah nInggris memperingatkan kasus Covid-19 bisa menjadi 50.000 per hari pada pertengahan Oktober 2020, dan 200 atau lebih kematian per hari pada November nanti, apabila tidak ada perubahan arah kebijakan.
Baca juga: Titik Kritis Pandemi Virus Corona di Inggris, Apa yang Terjadi di Sana?
Myanmar
Penguncian dilakukan karena kasus infeksi meningkat menjelang diadakannya pemilihan umum pada 8 November 2020.
Pada Minggu (20/9/2020), kasus baru tercatat ada 671. Kasus ini merupakan yang tertinggi bagi negara tersebut sejak pertama kali kasus diketahui Maret 2020.
Sementara, pada Senin (21/9/2020), kasus baru masih ada di angka 600-an, yakni 610.
Melansir The Straits Times, penguncian rencananya akan dilakukan selama 2 pekan untuk menahan lonjakan kasus infeksi yang terjadi.
Kebijakan penguncian diberlakukan sejak Senin (21/9/2020), praktis semua masyarakat dilarang untuk bepergian dan diminta untuk tetap tinggal di rumah, kecuali untuk urusan penting yang telah diatur oleh otoritas setempat.
Mereka dilarang untuk pergi meninggalkan Yangon dan menuju kota-kota kecil di sekitarnya.
Korea Selatan
Hal ini setelah dikumpulkan data adanya 705 orang yang dites dan dinyatakan positif Covid-19 setelah sebelumnya sembuh dari infeksi virus yang sama, sebagaimana mengutip The Korea Herald.
Salah satunya adalah perempuan berusia 20 tahun yang dua kali terinfeksi virus corona pada April lalu.
Dalam 2 infeksi yang dialaminya, ia hanya mengalami gejala ringan berupa batuk berdahak.
Wakil Kepala Badan Pengendalian Penyakit Nasional, Kwon Jun-wook menyebut infeksi yang terjadi pada perempuan itu diduga diakibatkan oleh dua varian virus yang berbeda, yakni klade V dan GH.
Pakar penyakit menular dari Korea University Medical Center, dr. Kim Woo-joo menyebut jika klade yang berbeda ini sudah menyebar, maka infeksi ulang mungkin lebih cepat terjadi.
Kim menyebut infeksi ulang Covid-19 mungkin akan menjadi endemik, seperti flu.
Ahli paru dari Ewha Womans University Medical Center, dr. Chun Eun-mi mengatakan, jika virus bermutasi, kemungkinannya dia akan menjadi kurang ganas.
Namun, karena Covid-19 begitu mudah menular, maka potensi infeksi ulang akan menjadi besar.
Baca juga: Korea Selatan Hadapi Lonjakan Kasus Corona Gara-gara Aksi Demo