Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kasus Terus Naik, Sudah Optimalkah Usaha Indonesia Kendalikan Virus Corona?

Baca di App
Lihat Foto
KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG
Orang tua bersama anak-anaknya saat menaiki motor saat melewati kawasan Kemayoran, Jakarta Utara, Rabu (16/9/2020). PSBB kembali diterapkan tanggal 14 September 2020, berbagai aktivitas kembali dibatasi yakni aktivitas perkantoran, usaha, transportasi, hingga fasilitas umum.
|
Editor: Inggried Dwi Wedhaswary

KOMPAS.com - Ketika sejumlah negara tengah mempersiapkan untuk terjadinya gelombang kedua pandemi virus corona baru penyebab Covid-19, Indonesia justru masih berjibaku dalam merespons gelombang pertama.

Epidemiolog dari Griffith University, Australia Dicky Budiman mengatakan, penyebab Indonesia masih terjebak dalam gelombang pertama alias Endless First Wave adalah karena respons penanganan pandemi yang masih belum optimal.

Dicky menyebutkan, ada lima hal yang bisa menjadi indikator apakah Indonesia, secara nasional dan juga provinsi, sudah merespons secara optimal pandemi Covid-19, yaitu:

"Dari lima ini, terlihat kita masih belum dalam kategori yang merespon baik," kata Dicky saat dihubungi Kompas.com, Senin (21/9/2020).

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Baca juga: Melihat Puncak Pandemi Covid-19 Indonesia bak Menyusuri Lorong Gelap...

Kurva pandemi

Dicky mengatakan, landai atau tidaknya kurva pandemi bisa dilihat dari dua indikator, yakni angka kematian dan angka kasus baru harian.

"Dua-duanya ini kan kita lihat masih tinggi. Artinya, tentu ini belum menunjukkan kalau kurva sudah melandai," kata Dicky.

Diberitakan Kompas.com, Senin (21/9/2020) Indonesia kembali mencatat angka tertinggi baru dalam penambahan kasus harian Covid-19.

Berdasarkan data Satuan Tugas Penanganan Covid-19 pada Senin (21/9/2020), terdapat penambahan pasien positif Covid-19 sebanyak 4.176 orang dalam 24 jam terakhir.

Angka tersebut merupakan yang tertinggi sejak kasus perdana Covid-19 diumumkan Presiden Joko Widodo pada 2 Maret lalu.

Sebelumnya, berdasarkan catatan Kompas.com, angka tertinggi yang pernah dicatat yaitu 4.168 orang pada 19 September 2020, dua hari sebelumnya.

Padahal, 16 September 2020 lalu, Indonesia juga sempat mencatat angka tertinggi yakni sebesar 3.963 orang. 

Berdasarkan data covid19.go.id, hingga Senin (21/9/2020), total kasus konfirmasi positif Covid-19 di Indonesia ada sebanyak 248.852 dengan 58.378 merupakan kasus aktif.

Sementara itu, 180.797 orang dinyatakan sembuh sedangkan 9.677 orang meninggal dunia akibat Covid-19.

Baca juga: UPDATE 21 September: 108.880 Orang Suspek Covid-19 di Indonesia

Pertumbuhan kasus

Indikator kedua adalah pertumbuhan kasus. Dicky mengatakan, hal itu bisa dilihat dengan membandingkan tren pertumbuhan kasus secara kumulatif dengan bulan sebelumnya.

"Bisa juga dibandingkan dengan negara lain di wilayah sekitar, misalnya di ASEAN. Terlihat, kita juga termasuk dalam kelompok yang trennya meningkat," ujar dia.

Mengutip data covid-19.go.id, dalam rentang waktu 1-21 September 2020, Indonesia mencatat tambahan 74.056 kasus konfirmasi positif Covid-19.

Artinya, setiap hari rata-rata terjadi penambahan kurang lebih 3.526 kasus.

Sementara itu, pada bulan sebelumnya, 1-31 Agustus 2020, Indonesia total mencatat tambahan 66.420 kasus konfirmasi positif Covid-19.

Dengan demikian, setiap hari rata-rata terjadi penambahan 2.142 kasus.

Melihat perbandingan data tersebut, terlihat bahwa angka kasus harian di Indonesia terus mengalami peningkatan.

Padahal, September masih menyisakan 9 hari lagi, sehingga selisih peningkatan antara September dengan Agustus tentu berpotensi semakin besar.

Di sisi lain, berdasarkan data Worldometers, Selasa (22/9/2020) Indonesia saat ini berada di peringkat dua ASEAN untuk negara dengan total kasus konfirmasi positif terbanyak. Posisi pertama ditempati oleh Filipina dengan total 290.190 kasus.

Selain itu, selisih Indonesia dengan posisi tiga, Singapura, juga cukup jauh. Meski sempat menjadi sorotan karena tingginya jumlah kasus di awal pandemi, Singapura saat ini mencatat total 57.607 kasus konfirmasi positif, terpaut jauh dari Indonesia.

Baca juga: 5 Provinsi dengan Kasus Kematian Covid-19 Tertinggi, Jawa Timur Nomor 1

Daya dukung fasilitas kesehatan

Dicky mengatakan, indikator ketiga untuk menilai respons penanganan pandemi adalah kapasitas atau daya dukung dari fasilitas kesehatan, meliputi kapasitas tempat tidur isolasi, ICU, ventilator, dan SDM kesehatannya.

"Apakah angka kematian pada kelompok tenaga kesehatan tinggi? Nyatanya, iya. Berarti kan responsnya belum optimal. Termasuk juga angka kesakitan pada kelompok ini menunjukkan belum optimalnya respons penanganan," kata Dicky.

Diberitakan Kompas.com, 13 September 2020, selama pandemi Covid-19, tercatat 115 dokter di Indonesia meninggal dunia akibat terinfeksi penyakit ini.

PB Ikatan Dokter Indonesia ( IDI) mengungkapkan, angka kematian dokter di Indonesia saat ini tercatat yang tertinggi di Asia.

Padahal, menurut Ketua Tim Mitigasi PB IDI dr Adib Khumaidi, SpOT, jumlah dokter di Indonesia merupakan yang terendah kedua di Asia Tenggara.

Adib mengatakan, jumlah dokter di Indonesia adalah 0,4 persen per 1.000 penduduk. Artinya, menurut data tersebut, Indonesia hanya memiliki empat dokter yang melayani 10.000 penduduk.

Bahkan, rasio dokter spesialis, menurut dr Adib juga sangat rendah, yakni hanya 0,13 persen per 1.000 penduduk.

Masalah lain yang dihadapi juga terkait distribusi tenaga medis dan tenaga kesehatan yang hanya terkonsentrasi di Jawa dan kota-kota besar.

Menurut data yang disampaikan PB IDI, kematian dokter selama pandemi Covid-19 tersebar di sejumlah wilayah di Indonesia.

Baca juga: Kisah Pasien Covid-19 di Depok Sulit Cari Rumah Sakit dan Terbelit Administrasi karena Swab Mandiri

Kapasitas testing

Indikator keempat adalah tentang kapasitas testing. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan standar testing per minggu adalah 1 per 1.000 penduduk.

Dicky menyebut Indonesia serta banyak daerah di dalamnya, terutama provinsi-provinsi besar, seperti Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, masih jauh dari target WHO.

"Artinya belum optimal responsnya. Karena kalau tanpa tes, sekali lagi sangat mustahil kita bisa tahu siapa yang bawa virus dan siapa yang harus diisolasi. Kita masih jauh dari itu," kata Dicky.

Diberitakan Kompas.com, 3 September 2020, meskipun Covid-19 telah mewabah selama enam bulan sejak kasus pertama diumumkan 2 Maret 2020, namun kapasitas tes PCR masih di bawah standar WHO.

Juru Bicara Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito mengatakan, dengan populasi 267 juta, setidaknya harus ada 267.000 orang yang dites per minggu. Namun, saat ini Indonesia baru mampu mengetes 95.000 orang per minggu.

Mengutip data dari KawalCOVID19, sampai dengan 21 September, jumlah orang yang dites adalah 1.743.000 dengan positive rate sebesar 16,82 persen. Sedangkan jumlah spesimen yang telah diperiksa yaitu 2.950.173.

Baca juga: 6 Bulan Pandemi, Kapasitas Tes Usap Masih Jauh di Bawah Standar WHO

Acuan strategi penanganan

Dicky mengatakan, indikator kelima untuk melihat respons penanganan Covid-19 di Indonesia adalah dengan mencermati acuan strategi penanganan.

Apakah tetap tidak konsisten dengan strategi eliminasi Covid-19 atau justru berfokus pada aspek ekonomi.

"Ini akan mengakibatkan ketidakoptimalan respons. Hal ini juga masih kita lihat, belum ada strategi yang komprehensif, yang firm, yang konsisten, yang juga memperkuat sistem kesehatan," kata Dicky.

Pada awal September lalu, Presiden Joko Widodo mengingatkan seluruh jajarannya untuk mengutamakan aspek kesehatan terlebih dahulu, daripada aspek pemulihan ekonomi dalam penanganan pandemi Covid-19.

Jokowi menegaskan, jika aspek pemulihan ekonomi didahulukan, maka akan timbul situasi yang berbahaya.

Namun, seperti diberitakan Kompas.com, 8 September 2020, Epidemiolog Universitas Indonesia Pandu Riono mengatakan, pernyataan tersebut masih perlu dibuktikan

Menurut dia, selama 6 bulan penanganan pandemi virus corona di Indonesia, kebijakan pemerintah lebih berorientasi ke ekonomi daripada kesehatan, sehingga kontradiktif dengan pernyataan yang disampaikan Presiden.

Hal ini terlihat dari dibentuknya Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional, yang sebagian besar digawangi oleh menteri-menteri bidang ekonomi.

Baca juga: Imbauan Presiden Itu Ditujukan ke Siapa?

KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo Infografik: Rapid Test Covid-19

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi