Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jika Terjadi Resesi Ekonomi, Apa Dampaknya pada Harga Bahan Pokok?

Baca di App
Lihat Foto
KOMPAS.com/WAHYU ADITYO PRODJO
Suasana lorong di Pasar Cipete Selatan, Jakarta, Kamis (2/7/2020).
|
Editor: Jihad Akbar

KOMPAS.com - Menjelang akhir kuartal III tahun 2020, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Diberitakan Kompas.com, Selasa (22/9/2020), Sri Mulyani menyebut pada kuartal III 2020 perekonomian Indonesia akan mengalami kontraksi 2,9 persen hingga 1,1 persen.

Sebelumnya, pada kuartal II 2020, perekonomian Indonesia sudah mengalami kontraksi 5,32 persen.

Sri Mulyani juga menyebut, pertumbuhan ekonomi hingga akhir tahun diperkirakan berada pada kisaran minus 1,7 persen hingga 0,6 persen.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sehingga, tidak menutup kemungkinan Indonesia akan mengalami resesi ekonomi, setelah dua kuartal berturut-turut mengalami kontraksi ekonomi.

Baca juga: Di Ambang Resesi, Bagaimana Tips Mengatur Keuangan yang Baik?

Jika terjadi resesi, apa dampaknya terhadap harga bahan pokok?

Pengamat ekonomi dari INDEF, Bhima Yudhistira, mengatakan resesi ekonomi yang terjadi pada 2020 ini akan berbeda dengan situasi krisis yang pernah dialami Indonesia pada 1998 lalu. 

Sehingga, ada perbedaan dampak resesi di tengah pandemi virus corona ini terhadap harga bahan pokok.

"Tahun 1998 itu terjadi kelangkaan pangan, harga pangan naik, harga susu naik, karena inflasinya 70 persen. Sementara yang terjadi sekarang ini justru indikasi deflasi, artinya harga-harga kebutuhan pokok, termasuk bahan makanan, cenderung menurun," kata Bhima saat dihubungi Kompas.com, Rabu (23/9/2020). 

Bhima menyebut, data per Agustus 2020 menunjukkan terjadi deflasi bahan makanan sebesar -1.29 persen secara bulanan atau -0.85 persen secara tahunan (year on year).

"Kita bisa melihat, justru yang terkena dampak resesi itu para petani. Misalnya harga cabai, sekarang di level petani harganya bisa sampai Rp 3.000/kg, sementara pada 2018 lalu sempat mencapai di atas Rp 50.000-70.000/kg," ujar dia.

Di sisi lain, meski harga bahan pokok cenderung mengalami deflasi, perlu diwaspadai juga karena pendapatan masyarakat turun lebih dalam dibanding penurunan harga bahan pokok.

Baca juga: Indonesia Bersiap Alami Resesi Ekonomi, Ini Dampaknya bagi Masyarakat

"Ini yang menyebabkan daya beli masyarakat mengalami tekanan yang sangat dalam," kata Bhima.

Sebagai perbandingan, Bhima menyebut konsumsi rumah tangga di kuartal ke II turun -5.5 persen dibanding kuartal yang sama tahun sebelumnya. 

"Jadi terjadi penurunan harga barang, tetapi konsumsi lebih dalam lagi turunnya," ujar dia.

Fokus pada kebutuhan pokok

Dengan mempertimbangkan penurunan pendapatan yang dialami masyarakat akibat lesunya ekonomi yang disebabkan pandemi Covid-19, Bhima menyarankan masyarakat untuk fokus membelanjakan pendapatannya pada kebutuhan pokok terlebih dahulu.  

"Fokus pada kebutuhan pokok dulu, yaitu kesehatan dan bahan makanan. Sementara itu menunda untuk belanja kebutuhan yang sifatnya sekunder maupun tersier, misalnya kendaraan pribadi, kalau tidak terlalu butuh bisa ditunda dulu," kata Bhima.

Dia mengatakan, yang terpenting saat ini adalah memiliki dana darurat untuk kebutuhan pokok dan juga kesehatan.

Baca juga: Ada Ancaman Resesi, Berikut Tips Mengelola Keuangan bagi Pekerja Bergaji di Bawah Rp 5 Juta

Pelaku usaha perlu inovasi

Dikonfirmasi terpisah, Perencana Keuangan Safir Senduk mengatakan, para pedagang atau pelaku usaha perlu melakukan inovasi agar tetap mendapat pemasukan di tengah lesunya daya beli masyarakat.

"Kalau Anda jualan barang dan jasa, bisa tidak barang dan jasa itu diakali sedemikian rupa supaya bisa dijual dengan harga yang murah," kata Safir saat dihubungi Kompas.com, Rabu (23/9/2020).

"Misalnya, pengajar privat piano. Daripada menawarkan paket les piano 10 kali pertemuan harganya Rp 3.500.000, coba ditawarkan biayanya dibayar per pertemuan, jadi Rp 300.000 atau Rp 350.000 saja. Kalau harga satu paket, orang mungkin menahan diri, tapi kalau per pertemuan orang biasanya minat," ujar dia.

Menurut Safir, inovasi mutlak diperlukan agar masyarakat tetap bisa melakukan aktivitas konsumsi, dan pelaku usaha bisa tetap memperoleh pendapatan.

KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo Infografik: Menengal Apa itu Resesi

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Sumber: Kompas.com
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi