Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Banjir Bandang di Tengah Musim Kemarau, Mengapa Bisa Terjadi?

Baca di App
Lihat Foto
KOMPAS.com/BUDIYANTO
Gelondongan kayu berserakan di aliran Sungai Cibuntu, Kampung Cibuntu, Desa Pasawahan, Cicurug, Sukabumi, Jawa Barat, Selasa (22/9/2020). Banjir bandang menerjang Cicurug, Sukabumi, Senin (21/9/2020) petang.
|
Editor: Sari Hardiyanto

KOMPAS.com - Banjir bandang menerjang beberapa wilayah di Sukabumi, Jawa Barat, Senin (21/9/2020) sekitar pukul 17.00 WIB.

Peristiwa tersebut terjadi saat sejumlah daerah di Sukabumi diguyur hujan dengan intensitas tinggi beberapa jam. Hingga Selasa (22/9/2020), setidaknya 11 desa dan 11 kampung yang terdampak.

Masing-masing yakni, Kecamatan Cicurug meliputi Desa Cisaat (Kampung Cipari), Pasawahan (Cibuntu), Cicurug (Aspol), Mekarsari (Kampung Nyangkowek dan Kampung Lio) dan Bangbayang (Perum Setia Budi).

Baca juga: Kapan Musim Kemarau 2020 Berakhir dan Musim Penghujan di Indonesia Dimulai?

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kecamatan Parungkuda meliputi Desa Langensari (Kampung Bojong Astana) dan Kompa (Bantar).

Kecamatan Cidahu yakni Desa Babakanpari (Kamping Bojong Astana), Podokkaso Tengah (Bantar), Jayabakti (Cibojong) dan Cidahu.

Selain itu, 133 kepala keluarga (KK) atau 431 jiwa terdampak banjir bandang.

Baca juga: Berikut Analisis Ahli Hidrologi UGM soal Banjir Jakarta di Awal Tahun 2020

 

Sejumlah warga mengungsi ke tempat saudara dan tetangga terdekat.

Sementara itu, kerusakan akibat banjir bandang mencakup rumah rusak berat 47 unit, rusak sedang 41 dan rusak ringan 45.

Secara umum, wilayah Indonesia belum memasuki musim penghujan.

Baca juga: Mencairnya Es di Greenland dan Risiko Banjir Tahunan...

 

Lantas, mengapa banjir bandang bisa terjadi ketika belum masuk musim penghujan?

Potensi hujan tidak selalu saat musim penghujan

Kepala Subbid Peringatan Dini Cuaca Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Agie Wandala Putra mengatakan, potensi hujan lebat tidak semata terjadi pada periode musim hujan.

Dan hal itu, lanjut Agie, perlu diedukasikan kepada masyarakat.

"Termasuks saat ini ketika kita baru memasuki masa peralihan sudah terdapat energi atsmofer yang cukup besar yang dapat membuat hujan memiliki intensitas tinggi," kata Agie saat dihubungi Kompas.com, Rabu (23/9/2020).

Baca juga: Banjir dari Jabodetabek hingga Surabaya, Kenapa Bisa Terjadi?

Agie menambahkan, itu menunjukkan betapa uniknya wilayah Indonesia yang berada benua maritim tropis dan melimpahnya curah hujan tetapi perlu juga memahami behaviour hujan ekstrem.

Jika ditinjau dari analisis meteorologi, hujan lebat yang terjadi pada Senin, 21 September 2020 sore hingga Selasa, 22 September 2020 dini hari, terjadi karena beberapa faktor.

Faktor-faktor

Pertama, terpantaunya gangguan gelombang ekuator.

"Yakni gelombang Equatoria Rossby di Jawa bagian Barat yang mampu meningkatkan proses pembentukan awan di wilayah Banten, Jawa Barat dan Jabodetabek," ucap Agie.

Kedua, adanya anomali suhu muka laut atau peningkatan suhu muka laut dibandingkan dengan normalnya.

Hal ini terjadi di perairan Selatan Banten-Jawa Barat yang memberikan suplai uap air untuk pembentukan awan-awan hujan di wilayah Jawa Bagian Barat, khususnya di Jabodetabek.

Baca juga: Viral, Video Kuda Laut Jantan Lahirkan Bayi, Benarkah Demikian?

Ketiga, terpantaunya pola pertemuan dan perlambatan kecepatan angin (konvergensi).

"Faktor ketiga terjadi di Jawa Barat yang meningkatkan proses pembentukan awan hujan khususnya di Jabodetabek," katanya lagi.

Terakhir, atmosfer yang labil di Jawa bagian Barat yang dapat mengintensifkan proses pembentukan awan hujan di wilayah Jabodetabek.

Hal-hal tersebut, kata Agie, mengakibatkan terjadi hujan dengan intensitas curah hujan dan volumnya sangat tinggi dan dalam periode singkat.

"Ini yang berkaitan sebagai pemicu banjir bandang, meskipun kita harus lihat bagaiman kondisi permukaan tanah apakah mampu menampung jumlah curah hujan tersebut atau tidak. Seperti yang terjadi di Sukabumi," jelasnya.

Baca juga: Berikut Analisis Lapan soal Banjir di Luwu Utara

Masih musim kemarau

Agie mengungkapkan, bahwa wilayah Indonesia belum memasuki musim penghujan, atau dengan kata lain masih di musim kemarau.

Saat ini, lanjutnya, Indonesia masih di periode monsun Australia yang merupakan waktu puncak musim kemarau.

"Benar bahwa kita (Indonesia) belum memasuki musim hujan. Karakter musim hujan yang ditandai periode monsun asia belum terlihat. Saat ini masih monsun Australia yang aktif," papar Agie.

Baca juga: Trending, Ini 10 Lokasi Wisata di Kawasan Dataran Tinggi Dieng

Sementara itu, pada akhir Maret 2020, BMKG merilis bahwa awal musim kemarau di Indonesia bervariasi, sebagian besar dimulai bulan Mei-Juni 2020.

Hasil pemantauan perkembangan musim kemarau hingga akhir Agustus 2020 menunjukkan bahwa hampir seluruh wilayah Indonesia (87 persen) sudah mengalami musim kemarau.

Samudra Pasifik diprediksi berpeluang terjadi La-Nina, sedangkan Samudra Hindia berpotensi terjadi IOD negatif.

Baca juga: Ramai soal Pesut Mahakam di Twitter, Apa Bedanya dengan Lumba-lumba?

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi