Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Epidemiolog: Pilkada Serentak Potensial Lahirkan Banyak Klaster Baru

Baca di App
Lihat Foto
ANTARA FOTO/BUDI CANDRA SETYA
Petugas kesehatan mengangkat pemilih yang pingsan saat simulasi Pemilihan Kepala Daerah di Banyuwangi, Jawa Timur, Senin (14/9/2020). Simulasi tersebut digelar untuk menyiapkan segala hal yang diperlukan untuk penyelenggaraan Pilkada serentak pada 9 Desember 2020 di tengah wabah COVID-19. ANTARA FOTO/Budi Candra Setya/wsj.
|
Editor: Rizal Setyo Nugroho


KOMPAS.com
- Pemerintah tetap melanjutkan rencana pelaksanaan Pilkada Serentak yang rencananya akan dilangsungkan Desember mendatang. 

Pilkada ini akan diselenggarakan di 270 daerah pemilihan, meskipun pandemi Covid-19 di Tanah Air belum menunjukkan penurunan.

Melihat rencana ini, epidemiolog menyebut terdapat potensi besar munculnya klaster-klaster baru di saat klaster yang sebelumnya belum berhasil tertangani dengan optimal.

Hal itu disampaikan pakar epidemiologi dari Griffith University Australia, Dicky Budiman kepada Kompas.com, Rabu (23/9/2020).

Baca juga: Sekjen PBNU Dorong Kampanye Tatap Muka Pilkada 2020 Ditiadakan, Diganti Metode Daring

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sulit dikendalikan

Dicky menyebut, Pilkada berpotensi membuat situasi pengendalian pandemi di Indonesia semakin buruk dan semakin tidak terkendali. 

"Karena kita tahu saat ini saja klaster perkantoran, klaster rumah tangga, klaster pasar, ini sulit dikendalikan, ada lagi dan ada lagi walaupun diterapkan protokol (kesehatan)," kata Dicky.

Pihaknya tidak dapat memperkirakan seberapa besar kasus baru yang akan ditimbulkan jika pilkada serentak ini benar dilaksanakan. Namun ia memastikan jumlahnya akan meningkat dengan signifikan.

"Kalau jumlahnya, saya melihat ini akan bervariasi tiap daerah. Tapi yang jelas ini akan membuat kurva pandemi baik di provinsi tersebut maupun di Indonesia akan semakin tinggi, jauh semakin tinggi, jumlahnya kita engak tahu," ucap Dicky.

Sementara itu dikutip dari Kontan (21/9/2020), epidemiolog Universitas Indonesia Iwan Ariawan menyebut, kampanye langsung saat pilkada berpotensi meningkatkan risiko penyebaran virus.

Melihat dari aturan bahwa kampanye langsung diperbolehkan dengan jumlah 100 orang berkumpul, kemungkinan adanya paling tidak satu orang yang sudah terinfeksi Covid-19 adalah 99 persen (prevalensi Covid-19 di populasi 5 persen), dan jika diperhatikan dari kecepatan penularan Covid-19 (beta) sebesar 0,2 kasus terinfeksi per hari.

Baca juga: Bawaslu Minta Paslon Pilkada 2020 Patuhi Protokol Kesehatan Covid-19

Maka melihat perhitungan tersebut, jika ada 100 orang berkumpul dan ada 10 orang sudah terinfeksi (prevalensi 10 persen) tanpa protokol kesehatan yang benar akan menularkan ke 2 orang baru.

"Jadi kalau ada 10 orang kumpul seharian maka akan ada 2 orang tertular. Masalahnya di kampanye offline itu sulit pastikan jumlah orang pertama dan sulit juga pastikan protokol kesehatan berjalan dengan baik," tutur Iwan dalam Diskusi Virtual Minggu (20/9/2020).

Berdasarkan hal tersebut apabila diambil perhitungan skenario tengah, maka diasumsikan jika terdapat 1 juta titik kumpul kampanye dengan masa 100 orang atau lebih, dimana terdapat satu orang dipastikan positif dalam satu kerumunan.

Dimungkinkan ada potensi 2 kasus dari tiap perkumpulan kampanye langsung. Maka diperkirakan bisa terdapat 2 juta orang terinfeksi Covid-19.

"Ini skenario tengah-tengah, kalau kampanye ada 1 juta titik kumpul dengan masa 100 atau lebih. Kalau ini dilakukan, satu ini pasti ada satu positif. Ini akan potensi jumlah kasus, 2.084.560," jelas dia. 

Namun kondisi belum berhenti di situ, mereka yang kembali ke rumah akan meningkatkan penularan di rumah tangga.

"Kalau kampanye offline maka akan ada potensi 5 juta orang terinfeksi, ini baru dia dan keluarga belum dia menularkan ke lingkungan," ungkap Iwan. 

Baca juga: Pandemi Corona Masih Berlangsung, Mungkinkah Pilkada Ditunda?

Bisa semakin merata

Selain munculnya klaster-klaster baru, adanya Pilkada dengan didahului kampanye, juga berpotensi menyebabkan penyebaran virus bersifat merata di banyak daerah yang menyelenggarakan pilkada.

Dicky menyebut potensi lahirnya klaster baru ini disebabkan belum optimalnya cakupan pengujian dan pelacakan kasus infeksi di wilayah-wilayah Indonesia.

"Hanya 1, 2, 3 daerah (yang cakupannya optimal), itu pun belum benar-benar ideal, sisanya mayoritas lebih dari 90 persen itu jauh dari optimal atau terkendali," ujar dia.

Hal ini yang menurut Dicky membuat laju penyebaran virus di tengah masyarakat menjadi begitu tinggi, sekali pun protokol kesehatan telah diterapkan.

"Semua itu dikarenakan siapa orang yang membawa virus belum diketahui dan akhirnya banyak yang akan menjadi super spreader (orang positif Covid-19 yang tidak diketahui dan ada di tengah masyarakat)," ungkap dia.

Baca juga: Banyak Pihak Minta Pilkada 2020 Ditunda, Bagaimana Saran Epidemiolog?

Bukan kondisi ideal

Dicky menggarisbawahi kondisi yang ada saat ini bukan kondisi ideal untuk melakukan pilkada.

Meskipun pemerintah telah merancang aturan pembatasan kegiatan kampanye dan protokol saat di lokasi pemilihan, namun Dicky menyebut hal itu belum cukup.

"Sekali lagi saya tegaskan, yang namanya protokol kesehatan yang berupa 3M (memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak) itu harus dilakukan di situasi di mana cakupan testing, tracing di wilayah tersebut juga ditingkatkan secara optimal," ungkapnya.

"3M itu bukan menjadi strategi utama, tapi strategi tambahan, untuk lebih mengoptimalisasi pelandaian dari kurva," lanjut Dicky.

Menurutnya, protokol kesehatan baru akan efektif jika diterapkan pada masyarakat atau wilayah yang realisasi pelaksanaan strategi pengendalian pandeminya berjalan dengan kokoh dan optimal.

Sementara Indonesia saat ini menurtnya belum bisa dikatakan demikian.

Ini menyebabkan pelaksanaan protokol kesehatan tidak akan memberi dampak signifikan untuk menahan laju penyebaran virus, karena si pembawa virus saja tidak dikeahui siapa, yang mana, dan sebagainya.

"Inti pengendalian itu adalah di deteksi, early detection, kalau protokol itu sifatnya membantu dari strategi utamanya," tegasnya. 

KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo Infografik: Penyebaran Virus Corona Melalui Udara

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi