Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bagaimana Sejarah Pam Swakarsa?

Baca di App
Lihat Foto
Dok
Peraturan Polri tentang Pam Swakarsa
|
Editor: Inggried Dwi Wedhaswary

KOMPAS.com - Pasukan Pengamanan (PAM) Masyarakat akan dihidupkan kembali setelah diterbitkannya Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2020.

Dalam aturan itu, Pam Swakarsa terdiri dari petugas satuan pengaman (Satpam) dan satuan keamanan lingkungan (Satkamling) di lingkup masyarakat.

Dengan pembentukan ini, negara berencana merekrut masyarakat sipil di lingkungan kawasan, permukiman, hingga perkantoran untuk meningkatkan kesadaran dan ketertiban masyarakat, khususnya di masa pandemi virus corona.

Kehadiran Pam Swakarsa di Indonesia sendiri bukan hal baru. Sejarah pernah mencatat eksistensi mereka pada akhir 1990-an.

Baca juga: Pam Swakarsa Hidup Lagi, Ada Apa? 

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Namun, Polri menyatakan, Pam Swakarsa saat ini tidak ada hubungannya dengan Pasukan Pengamanan Masyarakat Swakarsa atau Pam Swakarsa pada 1998.

“Ini mengukuhkan apa yang sudah ada, cuma pergantian pakaian satpam saja dari warna biru menjadi cokelat. Yang biru dipakai satkamling,” ujar Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri Brigjen (Pol) Awi Setiyono di Gedung Bareskrim, Jakarta Selatan, seperti diberitakan Kompas.com, Kamis (17/9/2020). 

Muncul menjelang di SI MPR 1998

Harian Kompas, 12 November 1998, memberitakan, Pam Swakarsa saat itu merupakan bentuk pengamanan yang dilakukan oleh masyarakat untuk mengamankan linkungan masing-masing.

Pembentukan Pam Swakarsa bebarengan dengan akan diadakannya Sidang Istimewa (SI) MPR 1998.

Panglima ABRI kala itu, Jenderal TNI Wiranto, menyatakan, kehadiran Pam Swakarsa dibutuhkan untuk mengamankan SI MPR dari pihak-pihak yang ingin menggagalkannya.

Namun, dalam perjalanannya, konflik berdarah antara Pam Swakarsa dengan mahasiswa dan kelompok masyarakat tak bisa dihindarkan.

Sejumlah anggota Pam Swakarsa mengaku telah diajak seseorang yang tak mereka kenal.

Heru, misalnya, keterlibatannya dimulai suatu siang hari ketika hendak beristirahat.

"Ternyata ada ramai-ramai dikasih nasi bungkus untuk makan siang. Kemudian disuruh mendaftar," kata dia.

Dari pendaftaran tersebut, Heru dimasukkan dalam satu kelompok terdiri 40 orang yang dikoordinir oleh Edi. Edi-lah yang menentukan kelompok tersebut harus ke mana tiap harinya.

Dari serangkaian petunjuk yang diterimanya, Heru dan kawan-kawannya bertugas menahan aksi mahasiswa.

"Kalau ada demonstrasi mahasiswa, kita diminta menahan mereka. Pesannya, kita tidak boleh marah dan jangan emosi. Pokoknya cuma menjaga mahasiswa," jelas Heru.

Baca juga: Soal Pengamanan Swakarsa, Polri: Kok Dikaitkan ke Pam Swakarsa 1998?

Dengan ikut menjadi anggota Pam Swakarsa, ia mengaku memperoleh uang saku Rp 10.000 per hari.

Sementara, Jeleng Simanjuntak, warga Bogor yang berjualan minuman di pelataran Masjid Istiqlal mengaku diminta untuk mencari massa yang bersedia ikut Pam Swakarsa. Ia pun tak mengenali orang yang menyuruhnya itu.

Anggota Pam Swakarsa yang jumlahnya ribuan itu terlihat bermarkas di kawasan Istora Senayan. Mereka umumnya menginap di sebuah masjid sekitar Senayan.

Di antara kelompok yang ikut menyumbang massa Pam Swakarsa saat itu adalah Forum Umat Islam Penegak Keadilan dan Konstitusi (Furkon).

Mereka bahkan menyumbangkan puluhan ribu massa untuk menghadapi kelompok penentang SI.

"Kami dengan rela akan membubarkan diri dan tidur nyenyak kalau pihak-pihak yang anti-SI juga mundur, kami akan mundur dari jalan-jalan. Tetapi kalau mereka tetap ada di jalan-jalan, kami akan tetap bertahan," kata Ketua Furkon Komaruddin Rachmat.

Untuk melakukan aksinya selama delapan hari, kelompok pendukung SI itu sudah memberitahukan kepada pihak kepolisian, lengkap dengan keinginan mereka untuk ikut mengamankan jalannya SI.

Dengan tujuan itu, pihak kepolisian pun tak bisa menghentikan keinginan mereka untuk menyampaikan pendapat di muka umum.

Desakan pembubaran

Praktisi hukum Luhut MP Pangaribuan mengatakan, pengerahan massa untuk pengamanan SI bukan merupakan pengamanan swakarsa, tetapi mobilisasi massa untuk kepentingan politis.

"Jika ada pengamanan swakarsa, itu dilakukan untuk pengamanan lokal di lingkungan perumahan. Meskipun di tingkat lingkungan, secara yuridis formal, tugas pengamanan tetap diperankan oleh aparat kepolisian," kata dia, dikutip dari pemberitaan Harian Kompas, 9 November 1998.

Senada dengan Luhut Pangaribuan, Anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Albert Hasibuan menyebut demonstrasi mahasiswa dengan berbagai tuntutan terhadap SI merupakan civil disobedience, yaitu ketidaktaatan yang diperlihatkan dengan cara damai.

Civil disobedience merupakan aksi damai masyarakat untuk menyampaikan aspirasi dan dikenal di negara-negara yang berdasarkan hukum, konstitusional, dan demokratis.

"Misalnya, seperti yang dilakukan Gandhi di India dan gerakan people power di Filipina. Karena itu, pengerahan massa untuk menandingi demonstran mahasiswa bersifat melawan hukum dan bertentangan dengan prinsip negara demokratis," jelas dia.

Tuntutan pembubaran Pam Swakarsa juga datang dari berbagai kalangan, seperti Ketua Umum DPP Partai Amanat Nasional (PAN) Amien Rais, Ketua Forum Merah Putih Dr Sjahrir, Ketua Fraksi Karya Pembangunan (F-KP) MPR Marzuki Darusman.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi