KOMPAS.com - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengingatkan, Indonesia akan mengalami resesi karena pertumbuhan ekonomi kuartal III-2020 diprediksi kembali minus antara 1,1 persen hingga 2,9 persen.
Sementara itu, pertumbuhan ekonomi Tanah Air di tengah pandemi virus corona hingga akhir tahun akan berada di kisaran minus 1,7 persen hingga 0,6 persen.
Pandemi virus corona berdampak besar pada sektor ekonomi, di mana sejumlah negara pun mengalami resesi.
Baca juga: Inggris Tumbang, Kini 10 Negara Jatuh ke Jurang Resesi
Apa itu resesi?
Melansir Forbes, 1 September 2020, resesi merupakan penurunan aktivitas ekonomi yang signifikan, berlangsung selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun.
Para ahli menyatakan, resesi terjadi ketika ekonomi suatu negara mengalami produk domestik bruto (PDB) negatif, tingkat pengangguran meningkat, penjualan ritel turun, serta ukuran pendapatan dan manufaktur menyusut dalam jangka waktu yang lama.
Sementara itu, Pengamat Ekonomi Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi menjelaskan, secara teoritis suatu negara dikatakan resesi, salah satunya disebabkan pertumbuhan ekonomi dua kuartal berturut-turut berada di nilai minus.
Indikator lain suatu negara mengalami resesi ada pada inflasi dan nilai kurs rupiah.
Baca juga: Apakah Indonesia Aman dari Resesi?
Apa penyebab resesi?
Ada lebih dari satu penyebab untuk memulai resesi, dari guncangan ekonomi yang tiba-tiba hingga dampak inflasi tak terkendali.
Berikut beberapa pendorong utama terjadinya resesi:
1. Guncangan ekonomi yang tiba-tiba
Guncangan ekonomi merupakan masalah kejutan yang menimbulkan kerusakan finansial serius.
Wabah virus corona yang mematikan ekonomi seluruh dunia, menjadi contoh terbaru dari gunccangan ekonomi yang tiba-tiba.
2. Utang yang berlebihan
Saat individu atau bisnis mempunyai terlalu banyak hutang, biaya membayar hutang dapat meningkat ke titik di mana penghutang tak dapat membayar tagihannya.
Baca juga: Di Ambang Resesi, Bagaimana Tips Mengatur Keuangan yang Baik?
3. Aset
Pengambilan keputusan investasi didorong oleh emosi, membuat ekonomi yang buruk dapat terjadi.
Investor dapat menjadi terlalu optimis selama ekonomi kuat.
Kegembiraan irasional menggembungkan pasar saham atau gelembung real estat, di mana saat gelembung ini meletus, panic selling dapat menghancurkan pasar dan menyebabkan resesi.
4. Inflasi
Inflasi merupakan tren harga yang stabil dan naik dari waktu ke waktu. Inflasi yang berlebihan menjadi hal berbahaya.
5. Deflasi
Meskipun inflasi tak terkendali dapat membuat resesi, deflasi bisa menjadi lebih buruk.
Deflasi terjadi saat harga turun dari waktu ke waktu, menyebabkan upah menurun dan menekan harga.
Baca juga: Indonesia di Ambang Resesi, Apa Dampaknya pada Masyarakat?
6. Perubahan teknologi
Penemuan baru meningkatkan produktvitas dan membantu perekonomian dalam jangka panjang, tapi mungkin terdapat periode penyesuaian jangka pendek untuk terobosan teknologi.
Apa dampaknya pada masyarakat?
Menurut Fahmy, resesi akan berpengaruh pada pasokan atau supply barang yang menurun secara drastis, tapi permintaan tetap.
Sehingga, harga akan naik dan memicu inflasi. Inflasi yang tak terkendali membuat daya beli masyarakat menurun, menyebabkan pertumbuhan ekonomi semakin terpuruk.
Selain itu, resesi dapat meningkatkan angka pengangguran dan kemiskinan.
Baca juga: Indonesia di Tengah Ancaman Resesi, Ini Peluang Bisnis yang Bisa Dilakukan
Sementara itu, Ekonom Institute for Development and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira Adhinegara menjelaskan, resesi akan berdampak secara langsung terhadap daya beli masyarakat yang menurun.
Hal ini mengartikan kebutuhan masyarakat dan pendapatan tak sebanding.
Resesi juga akan membuat pemutusan hubungan kerja (PHK) massal di berbagai sektor.
Apa yang bisa dilakukan?
Bisnis di bidang digital menjadi salah satu hal yang menjanjkan di masa sulit, lantara masyarakat banyak memenuhi kebutuhan melalui platform digital.
Diberitakan Kompas.com, 4 Agustus 2020, pakar finansial Ahmad Gozali menjelaskan beberapa cara bertahan saat resesi, seperti:
- Melindungi sumber penghasilan
Sebagai karyawan, sebaiknya tidak agresif pindak pekerjaan sebelum ada kepastian bahwa pekerjaan yang baru lebih stabil.
Sementara sektor usaha, pertimbangkan rencana ekspansi.
Baca juga: Jika Terjadi Resesi Ekonomi, Apa Dampaknya pada Harga Bahan Pokok?
- Dana cadangan
Besaran dana cadangan sebaiknya dijaga 3-12 kali pengeluaran bulanan dalam bentuk liquid.
Dana cadangan menjadi semakin penting dan jangan digunakan untuk hal lain.
Sedangkan menurut Bhima, dana darurat setidaknya sebesar 20-40 persen dari pendapatan.
- Tahan pembelanjaan besar
Rencana untuk melakukan kredit kendaraan atau rumah perlu dipelajari lagi risikonya.
Jangan terlalu memaksakan, terlebih menggunakan dana cadangan untuk pembiayaan kredit ini.
Bhima mengatakan, pengelolaan keuangan di masa resesi wajib diprioritaskan ke kebutuhan pokok meliputi bahan pangan, obat-obatan, tagihan listrik, hingga kuota internet.
Baca juga: Sejarah Resesi Ekonomi di Indonesia
- Belanja kebutuhan pokok secara rutin
Pembelanjaan kebutuhan rumah rangga menjadi hal penting yang dapat mendorong ekonomi dominan.
Pengalokasian dana ke investasi masih dapat dilakukan ke aset yang aman.
Aset-aset aman tersebut seperti emas, logam mulia, surat utang pemerintah, dan deposito bank dengan tenor jangka pendek (kurang dari dua tahun).