Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dijatuhi Sanksi Ringan, Ini Perjalanan Kasus Pelanggaran Etik Firli Bahuri

Baca di App
Lihat Foto
ANTARA FOTO/M RISYAL HIDAYAT
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri memberikan salam sebelum memberikan keterangan pers terkait korupsi proyek fiktif di PT Waskita Karya (Persero) Tbk di gedung KPK, Jakarta, Kamis (23/7/2020). KPK menahan lima orang tersangka antara lain mantan Kepala Divisi III/Sipil/II PT Waskita Karya (Persero) Tbk Desi Arryani, mantan Kepala Bagian Pengendalian pada Divisi III/Sipil/II Jarot Subana, mantan Kepala Proyek dan Kepala Bagian Pengendalian pada Divisi III/Sipil/II Fakih Usman serta Kepala Divisi II PT Waskita Karya periode 2011 2013 Yuly Ariandi Siregar dan Kepala Bagian Keuangan dan Risiko Divisi II PT Waskita Karya periode 2010-2014 Fathor Rachman yang merugikan negara Rp 202 miliar.
|
Editor: Sari Hardiyanto

KOMPAS.com - Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya memutuskan Ketua KPK Firli Bahuri melakukan pelanggaran kode etik.

Kepada yang bersangkutan, Dewan Pengawas KPK menjatuhkan sanksi ringan berupa teguran tertulis 2 karena menggunakan helikopter dalam perjalanan di Sumatera Selatan dan saat kembali ke Jakarta pada Juni 2020.

Dia juga dinilai tidak menunjukkan keteladanan dalam tindakan sehari-hari.

"Mengadili, menyatakan terperiksa terbukti bersalah melakukan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku," kata Ketua Dewan Pengawas KPK Tumpak Panggabean saat sidang etik di Gedung KPK Jakarta, Kamis (24/9/2020).

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dewan Pengawas menilai, Firli tidak mengindahkan kewajiban untuk menyadari bahwa seluruh sikap dan tindakannya selalu melekat dalam kapasitasnya sebagai insan KPK.

Baca juga: Jadi Direktur Penyidikan KPK, Berikut Harta Kekayaan Brigjen Setyo Budiyanto

Lantas seperti apa perjalanan kasus Firli?

Kasus Ketua KPK Firli Bahuri berawal dari adanya aduan Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman.

Dilansir Kompas.com, Rabu (24/6/2020), pada hari itu Boyamin melaporkan Firli ke Dewan Pengawas KPK karena dinilai melanggar etik terkait gaya hidup mewah.

Adapun dalam pelanggaran etik ini Firli diduga melanggar kode etik dan pedoman perilaku 'Integritas' pada Pasal 4 Ayat (1) huruf c atau Pasal 4 Ayat (1) huruf n atau Pasal 4 Ayat (2) huruf m dan/atau 'Kepemimpinan' pada Pasal 8 ayat (1) huruf f Peraturan Dewan Pengawas KPK Nomor: 02 Tahun 2020.

Baca juga: Saat KPK dan Kejagung Berebut Menangani Kasus Jaksa Pinangki...

Firli dikabarkan menggunakan helikopter berkode PK-JTO milik perusahaan swasta untuk kepentingan pribadi.

Dia terbang dari Palembang ke Baturaja pada 20 Juni 2020.

Menurut Boyamin, penggunaan helikopter itu diduga merupakan bentuk gaya hidup mewah karena dari Palembang ke Baturaja hanya membutuhkan empat jam perjalanan menggunakan mobil. Selain itu jenis helikopternya juga tidak biasa.

"Helikopter yang digunakan adalah jenis mewah (helimusin) karena pernah digunakan Tung Desem Waringin yang disebut sebagai Helimousine President Air," kata Boyamin.

Baca juga: 5 Modus Penyelundupan Kendaraan Mewah, dari Klaim Suku Cadang hingga Batu Bata

Tak hanya itu, Boyamin juga mempersoalkan Firli yang tidak menggunakan masker saat sudah duduk di dalam helikopter. Menurutnya itu bukan penerapan protokol kesehatan yang baik di tengah wabah Covid-19.

Tanggapan atas tuduhan Boyamin sempat dibantah Wakil Ketua KPK Alexander Marwata.

Diberitakan Kompas.com, Jumat (26/6/2020), Alex mengaku mendapatkan penjelasan langsung dari Firli.

Baca juga: Kasus Harley di Garuda, Mengapa Banyak Orang Suka Barang Mewah?

 

Dikatakan Alex bahwa perjalanan Firli menggunakan helikopter itu untuk efisiensi waktu.

"Terlepas apa pun pendapat masyarakat tetapi dari sisi efisiensi waktu, itu yang dia pertimbangkan karena cuti cuma satu hari," kata Alex usai acara pembagian masker, Jumat (26/6/2020) seperti dikutip dari Antara.

Menurut Alex, Firli menggunakan helikopter karena waktu tempuh dari Palembang menuju kampung halamannya di Baturaja memakan waktu berjam-jam bila menggunakan mobil.

Baca juga: Ramai soal Kasus Jaksa Pinangki, Siapa yang Lebih Berhak Menanganinya?

Sedangkan, saat itu Firli hanya mempunyai waktu cuti satu hari.

Alex menambahkan, Firli pun menggunakan helikopter tersebut dengan cara menyewa.

Selain itu Alex juga mengatakan Firli mengaku telah membayar juga untuk helikopter itu.

Baca juga: Sederet Fakta soal Ketua KPK Firli Bahuri, dari Berharta 18 Miliar hingga Pernah Sewa Helikopter

Klarifikasi Firli

Sebelum dijatuhi putusan, Firli sempat memberi klarifikasi.

Diberitakan Kompas.com (26/8/2020), Firli membantah dugaan pelanggaran kode etik yang ditujukan kepadanya.

Terkait penggunaan helikopter, dia mengatakan bahwa helikopter disewa dengan uang pribadi.

Baca juga: Rangkap Jabatan Firli Bahuri dan Potensi Conflict of Interest...

Ia memilih menggunakan helikopter untuk bepergian dari Palembang ke Baturaja demi efisiensi waktu.

"Kami sampaikan kami tidak menganut hidup mewah dan bukan gaya hidup mewah, tetapi kami lakukan karena kebutuhan dan tuntutan kecepatan tugas," kata Firli dalam siaran pers, Senin (24/8/2020) malam.

Dia membantah tudingan yang menyebut helikopter sewaan tersebut merupakan hasil gratifikasi.

"Semua saya kerjakan untuk kemudahan tugas saya dan bukan untuk kemewahan. Gaji saya cukup untuk itu membayar sewa heli dan ini bukan hidup mewah, semua biaya saya bayar sendiri," katanya.

Baca juga: 4 Fakta soal Firli Bahuri, Ketua KPK yang Dinyatakan Pernah Lakukan Pelanggaran Berat

Harapan dihukum berat

Boyamin berharap Firli dijatuhi hukuman berat, meski begitu dia juga menyerahkan sepenuhnya pada Dewas KPK.

"Harapannya, ya, Dewas menyatakan Firli terbukti melanggar etik dan dikenai sanksi mengundurkan dari jabatan Ketua KPK," kata Boyamin, dikutip Kompas.com, Senin (14/9/2020).

Beberapa pengamat menginginkan Firli dijatuhi sanksi berat agar kepercayaan publik pada Dewas KPK tidak luntur.

Salah satunya pengajar hukum pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar.

Baca juga: Harun Masiku, Djoko Tjandra, hingga Sidang Etik Ketua KPK

Menurutnya, sebagai lembaga antirasuah, KPK harus diisi oleh oleh orang-orang, terutama komisionernya, dengan standar moral dan integritas tinggi.

”Integritas dan standar moral yang tinggi menjadi sebuah persyaratan yang mutlak melekat pada pribadi komisionernya. Dengan perilaku yang bergaya hidup mewah (naik helikopter untuk kepentingan pribadi), maka itu jelas sebuah tindakan yang tidak etis,” kata Fickar.

Ia menegaskan, pelanggaran integritas sangat merugikan KPK sebagai lembaga negara yang artinya sama dengan merugikan negara.

Baca juga: Cerita soal Banjir Jakarta, dari Rebutan Sampah hingga Evakuasi Tahanan KPK

(Sumber: Kompas.com/Ardito Ramadhan, Icha Rastika, Dani Prabowo | Editor: Diamanty Meiliana, Fabian Januarius Kuwado, Dani Prabowo)

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi