Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PSBB Ketat Akan Diperpanjang, Sudah Efektifkah di Jakarta? Ini Kata IDI

Baca di App
Lihat Foto
KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG
Pekerja menggunakan masker saat berjalan menuju perkantoran di Kawasan Tanah Abang, Jakarta Pusat, Senin (21/9/2020). PSBB kembali diterapkan mulai tanggal 14 September 2020, berbagai aktivitas kembali dibatasi yakni aktivitas perkantoran, usaha, transportasi, hingga fasilitas umum.
|
Editor: Jihad Akbar

KOMPAS.com - Masa pembatasan sosial berskala besar (PSBB) ketat di DKI Jakarta untuk menekan penyebaran virus corona kembali diperpanjang selama dua pekan, hingga 11 Oktober 2020.

Diberitakan Kompas.com, Kamis (24/9/2020), perpanjangan masa PSBB itu tertuang dalam Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 959 Tahun 2020.

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menyampaikan, PSBB ketat kembali diperpanjang karena angka kasus positif Covid-19 berpotensi meningkat jika kembali dilonggarkan.

PSBB ketat di Jakarta awalnya kembali diberlakukan selama dua pekan, mulai tanggal 14 hingga 27 September 2020.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Keputusan itu diambil setelah mempertimbangkan sejumlah faktor, di antaranya ketersediaan tempat tidur rumah sakit yang hampir penuh dan tren kasus aktif virus corona yang kembali meningkat selama bulan September.

Baca juga: Pengetatan PSBB Jakarta Diperpanjang hingga 11 Oktober 2020

Lantas, apakah PSBB pengetatan sudah efektif?

Ketua Satgas Covid-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Zubairi Djoerban mengungkapkan, ada sedikit penurunan persentase kasus positif Covid-19 di Jakarta dalam sepekan terakhir setelah diberlakukan PSBB ketat.

"Sebetulnya tidak mudah juga untuk menilai dalam waktu dua minggu, tapi memang terkesan sedikit membaik. Kerumunan orang, karena saya setiap hari olahraga di daerah rumah saya di Tebet, saya lihat juga lebih sepi dari biasanya," kata Zubairi saat dihubungi Kompas.com, Jumat (25/9/2020).

Dia menilai, PSBB pengetatan cukup memberi manfaat dalam hal kedisiplinan masyarakat.

Namun, Zubairi menyebut masih ada banyak kasus konfirmasi positif Covid-19 yang membutuhkan fasilitas karantina.

"Terbukti, begitu Wisma Atlet dibuka langsung penuh. Kemudian, kita tahu di Bekasi, Depok, dan Bogor, yang juga langsung penuh begitu beberapa hotel-hotel dibuka untuk karantina," ujar dia.

Zubairi mengatakan, kebijakan PSBB pengetatan perlu diikuti dengan upaya-upaya lain, seperti tes masif dan peningkatan kapasitas pelacakan kontak.

Baca juga: PSBB Ketat di DKI, Apakah Tes SKB CPNS di Jakarta Tetap Dilaksanakan?

"Kalau kita tes masif, katakanlah 50.000 atau 100.000, kemudian akan ketemu. Mungkin Indonesia akan jadi banyak sekali kasusnya, 400.000-500.000 mungkin, tapi status orangnya kelihatan. Sehingga bisa dikarantina, supaya persentase kasus positif per satu minggu ke depan akan jauh turun," kata Zubairi.

Menurut dia, dengan mengetahui status orang-orang yang membawa virus, maka mereka bisa dikarantina dan dicegah agar tidak menularkan virus itu ke orang-orang yang bekum terpapar.

Tanggung

Di sisi lain, Zubairi mengatakan, PSBB ketat di Jakarta yang kedua ini dirasa terlalu tanggung atau setengah-setengah.

"Keputusan ini kan memang memperhatikan banyak faktor lain, tidak bisa juga misalnya lockdown total. Tetapi, kalau lebih longgar lagi tentu kami keberatan," kata Zubairi.

Baca juga: Anies Klaim Kasus Aktif Covid-19 Melandai dan Tingkat Kematian Turun Selama PSBB, Bagaimana Faktanya?

Selain itu, Zubairi juga menyarankan kebijakan PSBB ketat yang dilakukan DKI Jakarta bisa diterapkan juga di provinsi lain yang angka kematiannya tinggi, seperti Jawa Tengah dan Jawa Timur.

"Langsung saja merekrut berapa ribu dokter untuk membantu rumah sakit rujukan, kemudian melipatkan jumlah bed rumah sakit, bed ICU, ventilator, dan sebagainya," ujar dia.

"Artinya, kita selalu fokus melihat Jakarta karena memang angka-angkanya mudah dipantau, tetapi saya kira sudah waktunya provinsi lain meniru. Mana yang baik ditiru, mana yang jelek jangan diikuti," kata Zubairi.

Melihat situasi penambahan kasus harian Covid-19 yang belakangan ini selalu di atas angka 4.000, Zubairi khawatir Oktober mendatang total kasus di Indonesia bisa melonjak.

"Saya khawatir, walaupun PSBB, masih bisa meningkat lumayan. Walaupun memang peningkatannya mungkin tidak secepat seperti sebelumnya, tetapi masih ada kemungkinan meningkat. Nah, kalau benar meningkat, ya memang PSBB yang sekarang tidak cukup, harus disertai dengan upaya yang lain," kata Zubairi.  

Baca juga: [HOAKS] Cara Mengetahui Penularan Virus Corona Tanpa Swab Test

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Sumber: Kompas.com
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi