Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Studi: Anosmia Jadi Gejala yang Banyak Ditemukan pada Pasien Corona

Baca di App
Lihat Foto
Shutterstock
Ilustrasi indra penciuman
Penulis: Mela Arnani
|
Editor: Jihad Akbar

KOMPAS.com - Anosmia atau hilangnya penciuman menjadi salah satu gejala yang banyak ditemukan pada pasien virus corona.

Dipublikasikan di JAMA Network, penelitian di Iran menunjukkan bahwa 59 dari 60 pasien yang dirawat di rumah sakit dengan Covid-19 mengalami gangguan indra penciuman.

Sementara penelitian di Italia, 64 persen dari 202 pasien yang terpapar virus corona dengan gejala ringan, mengalami gangguan penciuman.

Awal virus corona muncul, orang yang terinfeksi mengalami sejumlah gejala seperti sesak napas, demam, menggigil, nyeri otot, hingga sakit tenggorokan.

Kendati begitu, hilangnya rasa atau bau menjadi salah satu hal yang harus diwaspadai.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Lebih lanjut, JAMA Network menuliskan olfactory dysfunction (OD) atau disfungsi olfaktorius, yang didefinisikan sebagai kemampuan mencium, berkurang atau terdistorsi selama mengendus (penciuman orthonasal) atau saat makan (penciuman retronasal).

Kondisi tersebut sering dilaporkan dalam kasus infeksi virus corona ringan, bahkan asimtomatik atau tanpa gejala.

Baca juga: Uji Coba Vaksin Corona Johnson & Johnson Tunjukkan Respons Kekebalan Tubuh Kuat

Disfungsi penciuman pada Covid-19

Laporan OD terkait virus corona menggambarkan gangguan penciuman yang muncul tiba-tiba, yang mungkin dengan atau tidak adanya gejala lain.

Di antara pasien terinfeksi Covid-19 yang dirawat di rumah sakit di Italia, gangguan penciuman lebih sering ditemukan pada pasien muda dan pada wanita.

Virus corona merupakan salah satu dari banyak patogen yang diketahui menyebabkan OD pasca-infeksi.

Sel epitel hidung menunjukkan ekspresi yang relatif tinggi dari reseptor enzim pengubah angiotensinn 2, yang diperlukan untuk masuknya virus SARS-CoV-2.

Gangguan sel-sel di neuroepithelium penciuman dapat menyebabkan perubahan inflamasi yang mengganggu fungsi neuron reseptor penciuman.

Hal ini membuat kerusakan neuron reseptor penciuman berikutnya dan/atau merusak neurogenesis berikutnya. Perubahan tersebut dapat menyebabkan OD sementara atau dalam waktu lama.

Penelitian sebelumnya pada model hewan transgenik menunjukkan masuknya SARS-CoV intrakranial melalui bola olfaktorius.

Ini menimbulkan spekulasi SARS-CoV-2 dapat menembus intrakranial dengan kemungkinan efek hilir pada daerah otak penciuman dan non-bakteri, yang dapat mempengaruhi fungsi penciuman secara merugikan.

Anosmia

Dilansir Times of Hindia, anosmia merupakan gejala Covid-19 yang khas dan jarang terlihat pada infeksi virus lainnya.

Viral load di saluran pernapasan bagian atas dapat memicu hilangnya indra perasa pada pasien.

Studi JAMA yang dilakukan pada bulan Mei, menemukan hampir 60 persen dari pasien menderita kehilangan penciuman saat virus mulai menyerang.

Baca juga: WHO Peringatkan Kematian Akibat Corona Bisa Capai 2 Juta Orang

Kehilangan penciuman merupakan tanda-tanda infeksi virus corona, yang jarang terlihat pada orang dengan kasus flu akut.

Dalam kasus Covid-19, anosmia dapat menjadi lebih parah dan mendalam.

Lebih dari itu, tidak seperti gejala flu biasa, hilangnya indra penciuman atau perasa dapat terjadi tanpa adanya hidung tersumbat atau dengan keadaan tersumbat.

Bahkan, ini dapat mempengaruhi kemampuan membedakan rasa manis dan pahit, yang mungkin terjadi tanpa hidung tersumbat.

Analisis yang dilakukan di AS membuktikan temuan itu benar, walaupun masih belum ada bukti konklusif yang menunjukkan hilangnya bau menjadi satu-satunya gejala yang harus diwaspadai.

Para ahli dalam penelitian tersebut menyarankan, tes mengendus sederhana yang dilakukan secara mandiri di rumah selain mengawasi gejala Covid-19 lainnya.

Hal tersebut dapat membantu mendapatkan perlindungan dini dari infeksi virus.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi