KOMPAS.com - Dalam beberapa hari terakhir, informasi tentang potensi gempa berkekuatan besar dan tsunami dengan ketinggian gelombang mencapai 20 meter ramai diperbincangkan.
Informasi ini muncul setelah tim peneliti Institut Teknologi Bandung merilis hasil studinya.
Hal ini sebenarnya bukan sesuatu yang baru. Potensi bencana sehingga perlu meningkatkan kewaspadaan sudah kerap disampaikan.
Kekhawatiran publik juga turut dituangkan di media sosial.
"Barusan denger di berita, kalo selatan pulau Jawa bakal ada tsunami? Malah katanya sampe 20m lg, yaallah serem," tulis akun Twitter @vantaenoona dalam twitnya.
"Jawa katanya diprediksi akan terjadi tsunami enggak sih?? Jatim sama Jabar...... Tsunaminya setinggi 20 meter.... Aku tinggal di Jatim," demikian @nana_lea07 menuliskan.
Tingkatkan literasi, jangan mudah panik
Menanggapi respons publik, Kepala Bidang Informasi Gempabumi dan Peringatan Dini Tsunami Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika, Daryono, mengatakan, kepanikan, kecemasan, dan kesalahpahaman dalam informasi ini harus diakhiri.
Ia mengimbau masyarakat agar terus meningkatkan literasi ketika merespons sebuah informasi, termasuk soal potensi bencana.
"Kami berharap masyarakat terus meningkatkan literasi, selanjutnya tidak mudah 'kagetan' setiap ada informasi potensi bencana," kata Daryono, dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Minggu (27/9/2020).
Baca juga: Ramai soal Gempa Megathrust, Jangan Panik, Ini yang Perlu Kita Pahami
Selain itu, Daryono mengimbau kepada masyarakat agar tidak mudah terpancing dengan judul berita yang bombastis dalam memberitakan potensi bencana.
Dengan banyaknya informasi dan mudah diakses, kata dia, maka pembaca harus selektif dan jeli dalam memilih dan memilah informasi.
"Mari bersama kita akhiri kepanikan ini dan kini saatnya bersama-sama menata mitigasi," ujar Daryono.
Pahami dan maknai dengan tepat
Daryono menjelaskan, zona megathrust sebenarnya istilah untuk menyebutkan sumber gempa tumbukan lempeng di kedalaman dangkal.
Dalam hal ini, lempeng samudera yang menghunjam ke bawah lempeng benua membentuk medan tegangan (stress) pada bidang kontak antar lempeng yang kemudian dapat bergeser secara tiba-tiba memicu gempa.
Menurut dia, informasi mengenai gempa megathrust masih sering dimaknai dengan kurang tepat.
"Masih banyak yang belum tepat dalam memahaminya. Gempa megathrust dipahami sebagai sesuatu yang baru dan segera akan terjadi dalam waktu dekat, berkekuatan sangat besar, dan menimbulkan kerusakan dan tsunami dahsyat. Pemahaman seperti ini tentu saja kurang tepat," ujar Daryono.
Oleh karena itu, ia kembali mengimbau masyarakat untuk tidak cemas dan panik berlebihan merespons informasi potensi gempa megathrust.
Baca juga: Kajian Tsunami Megathrust Sukabumi, Ahli Sebut Perlu Mitigasi Dini
Pembuatan model potensi bencana
Mengenai potensi gempa tersebut, ia mengugkapkan, para ahli menciptakan model potensi bencana dengan tujuan sebagai acuan upaya mitigasi.
Tetapi, sebagian masyarakat memahaminya kurang tepat, seolah bencana akan terjadi dalam waktu dekat.
"Ini masalah sains komunikasi yang masih terus saja terjadi, karena hingga saat ini masih ada gap atau jurang pemisah antara kalangan para ahli dengan konsep ilmiahnya dan masyarakat yang memiliki latar belakang dan tingkat pengetahuan yang sangat beragam," ujar Daryono.
Menurut dia, hal semacam ini masih akan terus berulang, dan harus diperbaiki serta diakhiri.
Namun, ia mengakui, kepanikan masyarakat terjadi karena informasi potensi gempa megathrust sudah sering terjadi, dan terus berulang sejak pasca peristiwa tsunami Aceh 2004.
Kegaduhan dan kerisauan akibat potensi gempa megathrust dan tsunami selalu muncul ketika para ahli mengemukakan pandangan mengenai potensi gempa dan tsunami.
Baca juga: Penjelasan soal Potensi Gempa Megathrust dan Perlunya Mengakhiri Kepanikan...