Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Pengambilan Jasad 7 Pahlawan Revolusi di Sumur Lubang Buaya

Baca di App
Lihat Foto
KOMPAS/KARTONO RYADI
Suasana pada peringatan Hari Kesaktian Pancasila tahun 1989. Monumen Pancasila Sakti dibangun di kawasan Lubang Buaya, Jakarta Timur, di dekat sumur maut yang dijadikan tempat pembuangan mayat para perwira tinggi TNI AD korban pembunuhan pada awal Oktober 1965. Pelaku pembunuhan adalah prajurit-prajurit TNI AD menyusul peristiwa G30S yang terus menjadi kontroversi hingga sekarang. Setiap tahun di depan monumen tersebut dilaksanakan upacara bendera Hari Kesaktian Pancasila.
|
Editor: Sari Hardiyanto

KOMPAS.com - Peristiwa pembunuhan tujuh perwira TNI AD pada 30 September 1965 atau kerap dikenal sebagai G30S/PKI atau Gerakan 30 September PKI menjadi salah satu sejarah kelam bangsa Indonesia.

Dalam penculikan, penganiayaan, dan pembunuhan yang berlangsung mulai 30 Oktober malam hingga 1 September 1965 itu, tujuh orang yang kemudian disebut sebagai Pahlawan Revolusi gugur menjadi korban kekejaman PKI.

Mereka adalah Jenderal Ahmad Yani, Mayjen R. Soeprapto, Mayjen M.T. Haryono, Mayjen S. Parman, Brigjen D.I. Panjaitan, Brigjen Sutoyo, dan Lettu Pierre A. Tendean.

Baca juga: 4 Oktober 1965, 7 Jenazah Pahlawan Revolusi Dievakuasi dari Sumur Lubang Buaya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ketujuh orang ini dijemput paksa oleh pasukan Cakrabirawa, cikal-bakal Pasukan Pengamanan Presiden sekarang, dari kediaman masing-masing di tengah malam dan pagi buta.

Ada yang dibawa dalam kondisi masih hidup, ada juga yang sudah tak bernyawa akibat berondongan peluru rombongan berseragam itu.

Mereka semua dibawa ke daerah Lubang Buaya, Jakarta Timur, dan jasadnya dibuang ke sebuang lubang sumur kecil, yang disebut sebagai sumur Lubang Buaya.

Baca juga: Peringatan G30S/PKI dan Aturan soal Pengibaran Bendera Setengah Tiang...

Lalu bagaimana kisah akhirnya hingga jasad mereka diketemukan?

Mengutip arsip Harian Kompas, 6 Oktober 1965, sejak terjadi peristiwa penculikan itu, pengejaran intensif langsung dilakukan pada subuh, 1 Oktober 1965.

Berdasarkan informasi yang terkumpul dari masyarakat, tim RPKAD menerima petunjuk bahwa para perwira itu dibawa ke daerah Lubang Buaya, Pondok Gede, Kecamatan Pasar Rebo, Jakarta Timur.

Sisi selatan wilayah ini merupakan hutan karet yang biasa digunakan untuk latihan tembak-menembak oleh sekelompok orang dengan ideologi politik asing.

Baca juga: 5 Fakta Film G30S/PKI, dari Film Wajib Era Soeharto hingga Pecahkan Rekor Penonton

Sebagian anggota tim RPKAD yang ada di lokasi merayap mendekati sebuah sumur.

Dari kejauhan, mereka melihat ada sejumlah orang bersenjata lengkap yang ada dalam kondisi combat ready atau siap tempur.

Jumlahnya, kurang lebih setara dengan kekuatan 1 batalyon.

Baca juga: Pernak-pernik HUT TNI, dari Momen Saling Menyuapi hingga Perpanjangan SIM Gratis

Rombongan bersenjata

Mengetahui hal itu, anggota RPK-AD ini langsung meyakini bahwa rombongan bersenjata yang ada di depannya merupakan pasukan dari G30S/PKI.

Hal itu mereka yakini, karena tim sudah menerima laporan bahwa beberapa jam sebelumnya rombongan bersenjata menggiring tujuh perwira TNI AD yang menjadi tawanannya ke lokasi ini.

Namun, mengetahui jumlah pasukan bersenjata yang jauh lebih besar dari tim RPK-AD yang mendekat, mereka pun kembali merayap menuju pos komandonya.

Baca juga: 5 Kebijakan Baru Arab Saudi untuk Perempuan, Boleh Menyetir hingga Jadi Tentara

Sayangnya, ketika itu juga pasukan bersenjata itu sudah mencium gelagat ada pihak lain yang tengah mengintai mereka.

Akhirnya, pasukan ini pun turut berjalan merayap demi mengetahui seberapa kuat pasukan yang tengah mengancam keberadaan mereka itu.

Tim RPK-AD yang sudah kembali ke posko dan bertemu dengan anggota lainnya akhirnya memutuskan untuk maju mendekat ke lokasi yang dicurigai dan melakukan kepungan dengan teknik tertentu.

Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah: Film Pengkhianatan G30S/PKI Tak Lagi Wajib Disiarkan

Proses pencarian jenazah

Ternyata, jumlah tim RPK-AD sama besar dengan pasukan bersenjata di Lubang Buaya.

Pasukan bersenjata itu pun tidak berani menandingi kekuatan RPK-AD hingga memutuskan untuk menyingkir pergi.

Lokasi sudah ada di bawah kekuasaan RPK-AD, penyelidikan untuk menemukan jenazah-jenazah perwira TNI AD yang diculik pun dimulai.

Baca juga: Benarkah Membakar Jenazah Pasien Covid-19 Dapat Membunuh Virus Corona?

Jasad-jasad ini berhasil ditemukan di sebuah sumur tua dengan kedalaman 12 meter dengan  diameter kurang lebih 75 cm.

Sumur ini kondisinya ditutupi dengan daun-daun, kain warna-warni, batang pisang, dan sampah.

Berdasarkan cerita yang terhimpun, jenazah yang ada di tumpukan paling atas adalah Lettu Pierre A. Tendean. Jenderal A. Yani ada di tindihan keempat, D.I. Panjaitan di posisi paling bawah, dan M.T. Haryono di atasnya.

Baca juga: Banyak Jenazah PDP Corona Diambil Paksa Keluarga, Mengapa Bisa Terjadi?

Kondisi jasad mereka sudah dalam kondisi yang tidak baik, menggambarkan ada tindak penganiayaan dan penyiksaan yang dilakukan oleh PKI sebelum akhirnya mereka terbunuh.

Ada jasad yang rusak wajahnya, hilang sebagian organ luar tubuhnya, dan lain-lain.

Tim dari AL yang ikut mengevakuasi jenazah mengalami kesulitan di hari pertama upaya pengangkatan jenazah, karena keterbatasan alat.

Namun, akhirnya ketujuh jasad yang dibuang di sumur itu berhasil ditarik menggunakan tambang ke permukaan, pada Senin, 4 Oktober 1965.

Baca juga: Ramai soal Penolakan Jenazah Covid-19, Dokter: Pasien Meninggal, Virus Pun Mati

Sehari setelah itu, 5 Oktober 1965, ketujuh jenazah para Kusuma Bangsa ini dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, bertepatan dengan HUT ke-20 ABRI.

Dalam prosesi upacara pemakaman itu, hadir Jenderal A.H. Nasution, satu sasaran G30SPKI yang berhasil selamat akibat pengorbanan yang dilakukan oleh ajudannya, Pierre Tendean.

Saat rombongan masuk ke dalam rumah dan menanyakan keberadaan Nasution, Tendean menyebut bahwa dirinyalah Jenderal Nasution.

Alhasil Sang Jenderal berhasil selamat, dan ajudannya inilah yang dibawa pergi oleh Pasukan Cakrabirawa.

 Baca juga: Akhir Pelarian Djoko Tjandra dan Cerita Tiga Jenderal

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi