Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Kandidat Obat Covid-19 yang “Menjanjikan”, Salah Satunya Remdesivir

Baca di App
Lihat Foto
SHUTTERSTOCK/Bernard Chantal
Ilustrasi remdesivir untuk pasien Covid-19.
|
Editor: Jihad Akbar

KOMPAS.com - Hingga kini belum ada obat yang ditetapkan sebagai obat paten mengatasi Covid-19 di dunia.

Meski begitu, para peneliti di berbagai penjuru negara terus melakukan penelitian terkait obat tersebut.

The New York Times mengamati perkembangan 22 obat dan perawatan untuk virus corona dari seluruh dunia.

Dari obat dan perawatan itu, The New York Times memberi label atau tanda. Berikut ini 6 label dan artinya:

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

1. Banyak digunakan

Perawatan ini telah digunakan secara luas oleh dokter dan perawat untuk merawat pasien yang dirawat di rumah sakit, karena penyakit yang mempengaruhi sistem pernapasan, termasuk Covid-19.

Baca juga: Selain Remdesivir, Obat Apa Saja yang Diberikan pada Pasien Covid-19?

2. Bukti yang menjanjikan

Label ini artinya bukti awal dari penelitian pada pasien menujukkan efektivitas, tapi masih diperlukan lebih banyak penelitian.

Kategori atau label ini mencakup perawatan yang telah menunjukkan peningkatan dalam morbiditas, mortalitas, dan pemulihan dalam setidaknya satu uji coba terkontrol secara acak.

Dalam uji coba itu beberapa orang mendapatkan pengobatan, dan yang lainnya mendapatkan plasebo.

3. Bukti tentatif atau campuran

Label ini berisi beberapa perawatan yang menunjukkan hasil menjanjikan pada sel atau hewan, tapi masih perlu dikonfirmasi pada manusia.

Ada juga yang memberikan hasil menggembirakan dalam studi retrospektif pada manusia, dengan cara melihat kumpulan data yang ada daripada memulai uji coba baru.

Beberapa perawatan telah menghasilkan hasil yang berbeda dalam eksperimen yang berbeda. Hal itu meningkatkan kebutuhan akan studi yang lebih besar dan dirancang lebih ketat untuk menjernihkan kebingungan.

4. Tidak menjanjikan

Bukti awal menunjukkan bahwa perawatan ini tidak berhasil.

5. Penipuan

Di daftar ini obat atau perawatan tidak bisa digunakan menurut para ahli. Mereka memperingatkan agar tidak mencobanya, karena tidak membantu melawan penyakit dan malah bisa berbahaya.

Beberapa orang bahkan telah ditangkap karena janji palsu mereka akan penyembuhan Covid-19.

6. Bukti di sel hewan atau manusia

Label ini menunjukkan dari mana bukti pengobatan berasal. Para peneliti sering memulai dengan eksperimen pada sel dan kemudian beralih ke hewan.

Banyak dari percobaan hewan tersebut yang gagal. Jika tidak, peneliti dapat mempertimbangkan untuk melanjutkan ke penelitian tentang manusia, seperti studi retrospektif atau uji klinis acak.

Dalam beberapa kasus, para ilmuwan sedang menguji pengobatan yang dikembangkan untuk penyakit lain, memungkinkan mereka untuk beralih langsung ke percobaan manusia untuk Covid-19.

Baca juga: Luhut Minta Perusahaan Farmasi Kebut Produksi Obat Covid-19

Kandidat obat menjanjikan

Menurut laman Pelacak Obat dan Perawatan Coronavirus The New York Times, Jumat (2/10/2020), ada 2 kandidat obat Covid-19 dalam label "menjanjikan".

Berikut kedua obat tersebut:

1. Remdesivir

Remdesivir dibuat oleh Gilead Sciences. Ini adalah obat pertama yang mendapatkan izin darurat dari FDA (BPOM di AS) untuk digunakan pada pasien Covid-19.

Remdesivir awalnya diuji sebagai antivirus melawan ebola dan hepatitis C.

Obat ini mengganggu replikasi virus baru dengan memasukkannya ke dalam gen virus baru.

Tetapi uji coba terkontrol secara acak yang diterbitkan pada Mei menyimpulkan obat tersebut mengurangi waktu pemulihan pasien Covid-19 yang dirawat di rumah sakit, dari 15 menjadi 11 hari.

Percobaan tidak menunjukkan efek apa pun pada kematian, meskipun data retrospektif yang dirilis pada bulan Juli mengisyaratkan obat tersebut dapat mengurangi tingkat kematian di antara mereka yang sangat sakit.

FDA menanggapi data ini pada Mei dengan mengeluarkan otorisasi darurat untuk penggunaan remdesivir pada pasien sakit kritis yang membutuhkan oksigen tambahan.

Pada Agustus, mereka memperluas persetujuan itu setelah para peneliti menemukan pasien dengan Covid-19 yang tidak terlalu parah tampaknya mendapat manfaat yang cukup dari pengobatan remdesivir selama lima hari.

Persetujuan yang direvisi memungkinkan penggunaan obat pada semua pasien yang dirawat di rumah sakit dengan Covid-19, terlepas dari seberapa parah penyakit mereka.

Akan tetapi, langkah tersebut dikritik beberapa ahli yang mengatakan FDA telah memperluas penggunaan remdesivir tanpa bukti kuat untuk mendukung perubahan tersebut.

Baca juga: WHO Dukung Uji Coba Obat Herbal dari Afrika untuk Atasi Corona

2. Deksametason dan kortikosteroid lain

Kortikosteroid (disingkat steroid) digunakan untuk meredakan peradangan dan untuk kondisi seperti alergi dan asma.

Pada 1960-an, dokter mulai menggunakannya sebagai pengobatan untuk pneumonia dan penyakit pernapasan parah lainnya, tetapi hasil uji klinis tidak meyakinkan.

Pandemi Covid-19 membawa perhatian pada obat-obatan ini dan serangkaian uji klinis baru diluncurkan.

Pada bulan Juni, steroid yang disebut deksametason adalah yang pertama kali terbukti mengurangi kematian akibat Covid-19.

Sebuah penelitian terhadap lebih dari 6.000 orang menemukan deksametason mengurangi kematian hingga sepertiga pada pasien yang menggunakan ventilator dan seperlima pada pasien yang menggunakan oksigen.

Namun itu mungkin kurang membantu, bahkan dapat membahayakan, pasien yang berada pada tahap awal infeksi Covid-19.

Kemudian, dalam pedoman pengobatan Covid-19, National Institutes of Health merekomendasikan hanya menggunakan deksametason pada pasien Covid-19 yang menggunakan ventilator atau menerima oksigen tambahan.

Pada bulan September, para peneliti meninjau hasil uji coba pada deksametason bersama dengan dua steroid lainnya, yaitu hidrokortison dan metilprednisolon.

Secara keseluruhan, mereka menyimpulkan steroid dikaitkan dengan penurunan sepertiga kematian di antara pasien Covid-19.

Sesuai petunjuk dokter

Meski sudah ada beberapa obat yang terbukti efektif saat diberikan kepada pasien Covid-19, Ketua Satgas Covid-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Zubairi Djoerban, mengingatkan masyarakat untuk tidak sembarangan mengonsumsi obat.

Dikutip Kompas.com, Jumat (2/10/2020), dia mengimbau masyarakat tetap mematuhi petunjuk dokter saat akan mengonsumsi obat-obatan.

"Dokter itu tahu persis, kapan harus minum dosis tinggi, kemudian secara bertahap diturunkan ke dosis minimal. Nah, dengan cara yang baik dan benar, efek samping bisa dibilang sangat minimal," kata Zubairi.

Obat juga tidak diperlukan bagi semua orang yang terkonfirmasi positif Covid-19. Menurut Zubairi pasien Covid-19 yang tidak menunjukkan gejala tidak perlu minum obat.

"Jadi yang tanpa gejala tidak perlu obat. Karena itu sekarang kan memang boleh karantina mandiri, sebab tidak perlu obat. Kalau ada timbul gejala seperti panas, batuk, sesak napas, baru perlu diberikan obat," kata Zubairi.

Baca juga: Pemerintah Targetkan 36 Juta Vaksin Didistribusikan di Kuartal IV Tahun Ini

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi