KOMPAS.com - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump diberi dosis remdesivir setelah mendapat rekomendasi dari dokter Gedung Putih.
Dalam sebuah memo yang dirilis, dokter Gedung Putih Sean Conley mengatakan bahwa Trump tidak memerlukan oksigen tambahan hingga Jumat (2/10/2020) malam.
Meski demikian, tim dokter tetap memilih untuk memulai terapi dengan remdesivir.
"Sore ini, dalam konsultasi dengan spesialis dari Walter Reed dan Johns Hopkins University, saya merekomendasikan pemindahan Presiden ke Pusat Medis Militer Nasional Walter Reed untuk pemantauan lebih lanjut," tuli Conley, dikutip dari The Hill, Jumat (2/10/2020).
Baca juga: Dokter Sebut Usia dan Berat Badan Trump Tingkatkan Risiko Komplikasi Covid-19
"Malam ini saya dengan senang hati melaporkan bahwa Presiden baik-baik saja. Dia tidak membutuhkan oksigen tambahan. Tapi setelah berkonsultasi dengan spesialis, kami telah memilih untuk memulai terapi Remdesivir. Dia telah menyelesaikan dosis pertamanya dan sedang beristirahat dengan nyaman," tambahnya.
Dengan pemberian remdesivir, berarti Trump kini telah menggunakan sejumlah terapi untuk virus corona.
Sebelumnya, kata Conley, Trump juga diberi suntikan antibodi eksperimental yang dikembangkan oleh Regeneron. Ia juga mengonsumsi vitamin D, famotidine, melatonin, dan aspirin.
Seperti diketahui, Trump dibawa ke Walter Reed pada Jumat (2/10/2020) malam atau kurang dari 24 jam usai dinyatakan positif Covid-19 beserta istrinya, Melania Trump.
Baca juga: Saat Donald Trump dan Hampir 20.000 Pegawai Amazon Terinfeksi Covid-19...
Mengalami gejala ringan
Ajudan mengatakan dia mengalami gejala ringan, termasuk kelelahan, dan diperkirakan akan menghabiskan setidaknya beberapa hari di rumah sakit militer.
Trump sebelumnya telah mendapat peringatan dari sejumlah dokter karena usia dan berat badannya dapat meningkatkan risiko komplikasi akibat Covid-19.
Seorang dokter perawatan intensif di rumah sakit St Vincent di Melbourne Dr Barry Dixon mengatakan, gejala ringan pada awalnya bukanlah indikator bahwa seseorang akan terhindar dari penyakit yang lebih parah.
Baca juga: Bagaimana Cara Membedakan Flu dengan Covid-19?
Menurutnya, butuh waktu sekitar satu minggu untuk mengetahui apakah kondisi seseorang akan membaik atau menurun dengan cepat.
"Jika Anda melihat seseorang yang baru saja terpapar dan dites positif, biasanya mereka terlihat sehat. Tetapi kami akan memberi tahu pasien tersebut untuk datang ke rumah sakit jika mereka merasa sesak napas," kata dia, dikutip dari The Guardian, Jumat (2/10/2020).
"Karena dalam minggu kedua virus itu, orang dapat berubah dari terlihat sangat baik menjadi sangat busuk bahkan hanya dalam 24 hingga 48 jam. Kemerosotannya cepat dan itu yang kami lihat pada Boris Johnson," sambungnya.
Baca juga: Saat Pentagon Beda Pendapat dengan Trump...
Seputar Remdesivir
Diproduksi oleh Gilead Science, remdesivir merupakan obat pertama yang mendapat izin darurat dari FDA (BPOM AS) untuk digunakan pada pasien Covid-19.
Dalam percobaan yang dilakukan awal tahun ini, pasien Covid-19 yang dirawat di rumah sakit dan menerima obat tersebut pulih dalam 11 hari, lebih cepat empat hari dibandingkan pasien yang menggunakan plasebo.
FDA menanggapi data ini pada Mei 2020 dengan mengeluarkan otorisasi darurat untuk penggunaan remdesivir pada pasien sakit kritis yang membutuhkan oksigen tambahan.
Baca juga: CDC Sebutkan Adanya Penyebaran Covid-19 di Pesawat, Ini Penjelasannya...
Pada Agustus 2020, mereka memperluas persetujuan itu setelah para peneliti menemukan pasien dengan Covid-19 yang tidak terlalu parah tampaknya mendapat manfaat
dari pengobatan remdesivir selama lima hari.
Kendati demikian, izin tersebut telah mendapat kritikan dari beberapa ahli yang memklaim tak ada bukti kuat untuk mengeluarkan izin secara luas.
Di Indonesia, obat remdesivir akan segera didistribusikan oleh anak perusahaan Hetero yang bernama PT Amarox Pharma Global berkolaborasi dengan PT Kalbe Farma dalam waktu dekat.
Dikutip dari pemberitaan Kompas.com, Kamis (1/10/2020), Presiden Direktur Kalbe Farma Vidjongtius mengatakan, obat tersebut nantinya akan didistribusikan ke seluruh rumah sakit seluruh Indonesia.
Menurutnya, obat tersebut nantinya akan dijual dengan harga Rp 3 juta per unit.
Baca juga: Vaksin Covid-19 Inovio dari Amerika Dihentikan Sementara, Apa Penyebabnya?