Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tolak RUU Cipta Kerja, KSPI dan 32 Serikat Buruh Akan Mogok Nasional

Baca di App
Lihat Foto
ANTARA FOTO/ADITYA PRADANA PUTRA
Seorang buruh membawa poster protes dalam aksi unjuk rasa di depan kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (25/8/2020). Dalam aksinya itu ribuan buruh menolak omnibus law draf pemerintah dan menuntut agar PHK massal dampak COVID-19 dihentikan.
|
Editor: Sari Hardiyanto

KOMPAS.com - Rapat Kerja Badan Legislasi (Baleg) DPR RI bersama pemerintah dan DPD RI pada Sabtu, (3/10/2020) malam menyetujui Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja dibawa ke Rapat Paripurna DPR.

Dilansir dari Antara, Sabtu (3/10/2020) hasil rapat itu membuat RUU Omnibus Law Cipta kerja tinggal selangkah lagi sebelum mendapat persetujuan menjadi Undang-Undang (UU).

Persetujuan untuk membawa RUU Omnibus Law Cipta kerja ke Rapat Paripurna DPR berasal dari tujuh fraksi, yaitu PDIP, Golkar, Gerindra, Nasdem, PKB, PAN, dan PPP.

Sementara itu, dua fraksi menyatakan penolakan terhadap RUU ini, yaitu PKS dan Demokrat.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Baca juga: Tak Hanya Pekerja, Korban PHK Juga Berhak Dapat Bantuan Subsidi Upah, Ini Caranya...

Menanggapi keputusan tersebut, Ketua Departemen Komunikasi dan Media Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Kahar S. Cahyono mengatakan, pihaknya kecewa dengan sikap DPR karena tetap ngotot melanjutkan pembahasan RUU Omnibus Law Cipta Kerja ke tingkat II.

"Kami merasa aspirasi dari kaum buruh tidak mendapatkan tanggapan yang selayaknya dari DPR. Mereka selalu mengatakan rapatnya terbuka, bisa ditonton di TV Parlemen atau di YouTube dan Facebook-nya DPR," kata Kahar saat dihubungi Kompas.com, Minggu (4/10/2020).

"Padahal substansi keterbukaan yang kami maksud itu bukan rakyat disuruh mendengar, tapi apa yang menjadi masukan dari buruh itu diakomodir," katanya melanjutkan.

Dari hasil pembahasan yang dilakukan antara Panitia Kerja (Panja) RUU Omnibus Law Cipta Kerja dengan pemerintah, Kahar menilai justru banyak hak-hak buruh yang direduksi dalam RUU itu.

"Pada prinsipnya, apa yang kita sampaikan ke DPR dengan kesepakatan yang dihasilkan dalam RUU Cipta Kerja itu enggak nyambung," ujar dia.

Baca juga: Kena PHK, Bisakah Mengajukan Pencairan Dana JHT ke BPJamsostek?

Aksi mogok nasional

Menyikapi rencana pemerintah dan DPR RI yang akan mengesahkan RUU Cipta Kerja dalam sidang paripurna DPR RI, maka KSPI beserta 32 federasi serikat buruh lainnya akan melakukan aksi mogok nasional pada 6-8 Oktober 2020 mendatang.

Presiden KSPI Said Iqbal mengatakan, mogok nasional dilakukan sesuai dengan UU No 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum, dan UU No 21 Tahun 2000 Pasal 4 yang menyebut fungsi serikat pekerja salah satunya adalah merencanakan dan melaksanakan pemogokan.

“Selain itu, dasar hukum mogok nasional yang akan kami lakukan adalah UU No 39 Tahun 1999 tentang HAM dan UU No 12 tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik,” kata Said Iqbal dalam keterangan resmi yang diterima Kompas.com, Minggu (4/10/2020).

Baca juga: Mengenang Sosok Marsinah, Aktivis Buruh yang Tak Mau Mengalah pada Nasib

Said mengatakan, aksi mogok nasional ini akan diikuti sekitar 2 juta buruh di 25 provinsi, yang berasal dari berbagai sektor industri di seluruh indonesia, seperti industri kimia, energi, tekstil, sepatu, otomotif, baja, elektronik, dan farmasi.

Selain aksi mogok nasional, buruh juga akan melakukan langkah-langkah penolakan lainnya, sesuai mekanisme konstitusi dan perundang-undangan yang berlaku.

Baca juga: Nasib Buruh di Tengah Pandemi Covid-19: Dari PHK hingga Kartu Prakerja

Tujuh isu penolakan

Said mengatakan, ada tujuh isu yang diusung buruh dalam menolak RUU Omnibus Law Cipta Kerja klaster ketenagakerjaan.

Tujuh isu itu meliputi:

  1. Menolak penghapusan Upah Minimum Sektoral (UMSK) dan pemberlakuan Upah Minimum Kabupaten/Kota bersyarat.
  2. Menolak pengurangan nilai pesangon, dari 32 bulan upah menjadi 25 bulan. Pesangon senilai 19 bulan upah dibayar pengusaha, sedangkan 6 bulan dibayar BPJS Ketenagakerjaan.
  3. Menolak Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) yang bisa terus diperpanjang alias kontrak seumur hidup.
  4. Menolak Outsourcing pekerja seumur hidup tanpa batasan jenis pekerjaan.
  5. Menolak jam kerja yang eksploitatif
  6. Menuntut kembalinya hak cuti dan hak upah atas cuti. Termasuk cuti haid, dan cuti panjang.
  7. Karena karyawan kontrak dan outsourcing bisa berlaku seumur hidup, maka buruh menuntut jaminan pensiun dan kesehatan bagi karyawan kontrak dan outsourcing

Baca juga: Ramai Upah Jadi Per Jam, Bagaimana Kondisi Buruh di Indonesia?

Pembahasan kilat omnibus law

Diberitakan Kompas.com, Minggu (4/10/2020) Pembahasan RUU Cipta Kerja oleh pemerintah dan DPR terbilang kilat, jika dibandingkan dengan pembahasan RUU lain.

Bahkan, awalnya RUU Cipta Kerja bisa selesai sebelum 17 Agustus 2020 meskipun di tengah pandemi Covid-19.

Dikebutnya pembahasan RUU ini diklaim demi kemudahan investasi di Indonesia.

Baca juga: Mengenal Apa Itu Resesi Ekonomi, Dampak, dan Penyebabnya...

Sidang-sidang pembahasan RUU Omnibus Law Cipta Kerja dilakukan siang malam, bahkan hingga larut malam, meskipun dibahas di tengah masa reses dan pandemi.

Pemerintah dan Baleg DPR RI memang sempat menunda pembahasan Klaster Ketenagakerjaan ini setelah mendapat perintah resmi dari Presiden Joko Widodo pada 24 April lalu.

Hal ini untuk merespons tuntutan buruh yang keberatan dengan sejumlah pasal dalam klaster tersebut.

Baca juga: Total 1,9 Juta Pekerja Di-PHK dan Dirumahkan akibat Pandemi Virus Corona

KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo Infografik: Apa Itu Omnibus Law?

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi