Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

7 Tuntutan Buruh Terkait RUU Cipta Kerja

Baca di App
Lihat Foto
ANTARA FOTO/DIDIK SUHARTONO
Sejumlah buruh berunjuk rasa di depan gedung DPRD Jawa Timur, Surabaya, Jawa Timur, Selasa (25/8/2020). Massa buruh menyerukan Tolak Omnibus Law.
|
Editor: Sari Hardiyanto

KOMPAS.com - Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) beserta 32 federasi serikat buruh lainnya akan melakukan aksi mogok nasional.

Aksi tersebut rencananya akan dilangsungkan pada 6-8 Oktober 2020 mendatang sebagai bentuk penolakan terhadap pengesahan RUU Cipta Kerja.

Seperti diberitakan Kompas.com, Minggu (4/10/2020) Rapat Kerja Badan Legislasi (Baleg) DPR RI bersama pemerintah dan DPD RI pada Sabtu, (3/10/2020) malam menyetujui Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja dibawa ke Rapat Paripurna DPR.

Hasil rapat itu membuat RUU Omnibus Law Cipta Kerja tinggal selangkah lagi sebelum mendapat persetujuan menjadi Undang-Undang (UU).

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Baca juga: Tolak RUU Cipta Kerja, KSPI dan 32 Serikat Buruh Akan Mogok Nasional

Presiden KSPI Said Iqbal mengatakan, mogok nasional dilakukan sesuai dengan UU No 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum, dan UU No 21 Tahun 2000 Pasal 4 yang menyebut fungsi serikat pekerja salah satunya adalah merencanakan dan melaksanakan pemogokan.

“Selain itu, dasar hukum mogok nasional yang akan kami lakukan adalah UU No 39 Tahun 1999 tentang HAM dan UU No 12 tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik,” kata Said Iqbal dalam keterangan resmi yang diterima Kompas.com, Minggu (4/10/2020).

Baca juga: Tak Hanya Pekerja, Korban PHK Juga Berhak Dapat Bantuan Subsidi Upah, Ini Caranya...

Tujuh tuntutan buruh

Said mengatakan, aksi mogok nasional pada 6-8 Oktober mendatang akan diikuti sekitar 2 juta buruh di 25 provinsi, yang berasal dari berbagai sektor industri di seluruh indonesia, seperti industri kimia, energi, tekstil, sepatu, otomotif, baja, elektronik, dan farmasi.

Selain aksi mogok nasional, buruh juga akan melakukan langkah-langkah penolakan lainnya, sesuai mekanisme konstitusi dan perundang-undangan yang berlaku.

Said mengatakan, ada tujuh isu yang diusung buruh dalam menolak RUU Omnibus Law Cipta Kerja klaster ketenagakerjaan.

Baca juga: Lebih dari 2 Juta Pekerja Di-PHK, Berikut Cara Klaim Pencairan Saldo JHT di BPJamsostek

Tujuh isu itu meliputi:

  1. Menolak penghapusan Upah Minimum Sektoral (UMSK) dan pemberlakuan Upah Minimum Kabupaten/Kota bersyarat.
  2. Menolak pengurangan nilai pesangon, dari 32 bulan upah menjadi 25 bulan. Pesangon senilai 19 bulan upah dibayar pengusaha, sedangkan 6 bulan dibayar BPJS Ketenagakerjaan.
  3. Menolak Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) yang bisa terus diperpanjang alias kontrak seumur hidup.
  4. Menolak Outsourcing pekerja seumur hidup tanpa batasan jenis pekerjaan.
  5. Menolak jam kerja yang eksploitatif.
  6. Menuntut kembalinya hak cuti dan hak upah atas cuti. Termasuk cuti haid, dan cuti panjang.
  7. Karena karyawan kontrak dan outsourcing bisa berlaku seumur hidup, maka buruh menuntut jaminan pensiun dan kesehatan bagi karyawan kontrak dan outsourcing.

"Dari tujuh isu hasil kesepakatan tersebut, buruh menolak keras. Karena itulah, sebanyak 2 juta buruh sudah terkonfirmasi akan melakukan mogok nasional yang berlokasi di lingkungan perusahaan masing-masing,” kata Said.

Baca juga: Mengenang Sosok Marsinah, Aktivis Buruh yang Tak Mau Mengalah pada Nasib

RUU kilat

Diberitakan Kompas.com, Minggu (4/10/2020), pembahasan RUU Cipta Kerja oleh pemerintah dan DPR terbilang kilat, jika dibandingkan dengan pembahasan RUU lain.

Bahkan, awalnya RUU Cipta Kerja bisa selesai sebelum 17 Agustus 2020 meskipun di tengah pandemi Covid-19.

Dikebutnya pembahasan RUU ini diklaim demi kemudahan investasi di Indonesia.

Baca juga: 5 Fakta RUU HIP, Diusulkan DPR RI hingga Ditolak Berbagai Pihak

Sidang-sidang pembahasan RUU Omnibus Law Cipta Kerja dilakukan siang malam, bahkan hingga larut malam, meskipun dibahas di tengah masa reses dan pandemi.

Sementara itu, dalam Raker Baleg DPR RI bersama pemerintah dan DPD RI pada Sabtu, (3/10/2020) malam kemarin, persetujuan untuk membawa RUU Omnibus Law Cipta kerja ke Rapat Paripurna DPR berasal dari tujuh fraksi.

Ketujuh fraksi itu adalah PDIP, Golkar, Gerindra, Nasdem, PKB, PAN, dan PPP.

Sementara itu, dua fraksi menyatakan penolakan terhadap RUU ini, yaitu PKS dan Demokrat.

Baca juga: RUU Bea Meterai Disetujui DPR, Bakal Ada Meterai Elektronik

KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo Infografik: Apa Itu Omnibus Law?

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi