Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenal Apa Itu Omnibus Law dan Seluk Beluknya...

Baca di App
Lihat Foto
ANTARA FOTO/DIDIK SUHARTONO
Sejumlah buruh berunjuk rasa di depan gedung DPRD Jawa Timur, Surabaya, Jawa Timur, Selasa (25/8/2020). Massa buruh menyerukan Tolak Omnibus Law.
Penulis: Mela Arnani
|
Editor: Sari Hardiyanto

KOMPAS.com - Rapat kerja Badan Legislasi DPR dengan pemerintah telah menyepakati Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja untuk disetujui menjadi Undang-Undang (UU) dalam Rapat Paripurna.

Sebanyak tujuh fraksi telah menyetujui, seperti Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Partai Golkar, Partai Gerindra, Partai Nasdem, Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Amanat Nasional, dan Partai Persatuan Pembangunan.

Sedangkan, Partai Keadilan Sejahteran dan Partai Demokrat menolak RUU ini.

Pembahasan RUU Cipta Kerja terbilang singkat dibandingkan dengan pembahasan RUU lain, meskipun di tengah pandemi virus corona.

Baca juga: 7 Tuntutan Buruh Terkait RUU Cipta Kerja

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

RUU Cipta Kerja menjadi salah satu bagian dari omnibus law, yang mulai akrab di telinga sejak pidato pelantikan Presiden Joko Widodo akhir Oktober tahun lalu.

Lantas, apa itu omnibus law?

Undang-undang ini lebih banyak kaitannya dalam bidang kerja pemerintah di sektor ekonomi. Omnibus law bersifat lintas sektor yang sering ditafsirkan sebagai UU sapujagat.

Tiga hal yang disasar pemerintah melalui omnibus law, seperti UU perpajakan, cipta lapangan kerja, dan pemberdayaan UMKM.

Diberitakan sebelumnya, setidaknya 74 UU diidentifikasi dan terdampak dari omnibus law.

Lebih lanjut, omnibus law merupakan metode atau konsep pembuatan regulasi yang menggabungkan beberapa aturan yang substansi pengaturannya berbeda, menjadi satu peraturan dalam satu payung hukum.

Baca juga: Tolak RUU Cipta Kerja, KSPI dan 32 Serikat Buruh Akan Mogok Nasional

Proses

Dalam prosesnya, tak ada perbedaan dengan proses pembuatan UU pada umumnya sebagaimana yang dibahas di DPR. Namun, isinya tegas mencabut atau mengubah beberapa UU yang terkait.

Sektor ketenagakerjaan menjadi salah satu yang diselesaikan melalui omnibus law.

Di sektor ketenagakerjaan, pemerintah berencana menghapuskan, mengubah, dan menambahkan pasal terkait dengan UU Ketenagakerjaan.

Selain itu, pemerintah merencanakan penghapusan skema pemutusan hubungan kerja (PHK), di mana terdapat penghapusan mengenai hak pekerja mengajukan gugatan ke lembaga perselisihan hubungan industrial.

Baca juga: Mengenal UU Penanganan Covid-19 yang Digugat Amien Rais, Din Syamsudiin hingga Abdullah Hehamahua

Fakta omnibus law

Berikut beberapa rangkuman Kompas.com mengenai fakta-fakta omnibus law.

1. Jam lembur buruh lebih lama

Terdapat pengubahan beberapa ketentuan mengenai ketenagakerjaan untuk meningkatkan investasi dalam negeri, salah satunya jam lembur yang jauh lebih lama.

Pernyataan ini tertuang dalam omnibus law Bab IV soal Ketenagakerjaan pasal 78.

Dalam pasal tersebut disebutkan, waktu kerja lembur hanya dapat dilakukan paling banyak empat jam dalam satu hari dan 18 jam dalam satu minggu.

Sementara pada UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, pasal 78 Nomor 1 poin b menyebutkan bahwa waktu kerja lembur hanya dapat dilakukan paling banyak tiga jam dalam satu hari dan 14 jam dalam satu minggu.

Baca juga: Menuai Polemik, Bisakah RUU HIP Dibatalkan?

2. Cuti panjang karyawan

Dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 pasal 79, pemerintah menjelaskan secara detail soal cuti panjang alias istirahat panjang bagi pekerja yang telah bekerja selama enam tahun di perusahaan yang sama.

Cuti panjang yang diatur sekitar dua bulan pada tahun ketujuh hingga tahun ke delapan masing-masing satu bulan tiap tahunnya.

UU tersebut mengatur secara jelas peraturan soal istirahat panjang yang dibuat dalam beberapa poin khusus.

Baca juga: Aturan Baru PNS, Mulai dari soal Cuti hingga Pemberhentian

Sementara pada omnibus law Cipta Kerja, peraturan cuti tahunan tak lagi diatur secara khusus oleh pemerintah.

Kendati begitu, perusahaan dapat memberikan cuti panjang kepada karyawannya yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

Pemerintah hanya mengatur waktu istirahat antara jam kerja setelah kerja empat jam berturut-turut dan istirahat mingguan sekitar satu sampai dua hari.

Selain itu, diatur cuti tahunan yang harus diberikan perusahaan minimal 12 hari.

Baca juga: Jadi Korban Banjir, Benarkah PNS Bisa Cuti hingga 1 Bulan?

3. Pekerja lebih rentan di-PHK

Pemerintah melonggarkan aturan bagi pengusana melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) kepada pekerja/buruh.

Sementara pada aturan sebelumnya, pelaksanaan PHK sebisa mungkin dihindari terlebih dahulu.

4. Yang tidak dihapus

Kementerian Ketenagakerjaan menjelaskan tidak akan ada penghapusan pesangon dalam omnibus law, tapi diatur mengenai pengemplementasiannya.

Pekerja dengan perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) dan pekerja dengan perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT) tetap akan mendapatkan jaminan sosial tenaga kerja.

Upah minimum juga tidak akan dihapuskan. Upah per jam yang diwacanakan pemerintah merupakan upah pekerja di sektor-sektor tertentu.

Selain itu, omnibus law cipta lapangan kerja tidak akan menghilangkan sanksi pidana bagi pengusaha.

Jika pengusaha melanggar hak-hak pekerja, tetap diproses mulai dari sanksi administrasi hingga sanksi pidana.

Baca juga: Tak Hanya Pekerja, Korban PHK Juga Berhak Dapat Bantuan Subsidi Upah, Ini Caranya...

5. UMKM

Pemerintah mengklaim bahwa RUU akan mendorong adanya efisiensi maupun debirokratisasi karena memberikan kemudahan dan mempercepat proses perizinan berusaha, terutama bagi UMKM dan koperasi.

Sementara itu, RUU Omnibus Law merupakan kekuatan pembuka pagar investasi sebesar-besarnya di Indonesia. Akan terdapat kemudahan dalam investasi, ekspor, pendirian usaha, pembiayaan, dan lain sebagainya

Disebutkan lebih lanjut, pemerintah menginginkan UMKM naik kelas, di mana UMKM berusaha semakin luas, ikut pengadaan di pemerintah, ikut pengerjaan pembangunan infrastruktur, dan lain sebagainya.

Di sisi lain, dituliskan bahwa mau tidak mau, daya saing produk UMKM harus standar global.

Baca juga: Masih Dibuka, Berikut Cara Dapatkan BLT UMKM Rp 2,4 Juta

(Sumber: Kompas.com/Fika Nurul, Muhammad Idris, Dian Erika, Fabian J / Editor: Sakina Rakhma, Bambang P, Ambaranie N, Yoga Sukmana, Palupi Annisa)

KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo Infografik: Apa Itu Omnibus Law?

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi