Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jejak Omnibus Law: Dari Pidato Pelantikan Jokowi hingga Polemik RUU Cipta Kerja

Baca di App
Lihat Foto
DOK/Konsorsium Pembaruan Agraria
Aksi petani tolak Omnibus Law RUU Cipta Kerja di Gedung DPR RI, Jakarta (16/7/2020).
|
Editor: Inggried Dwi Wedhaswary

KOMPAS.com - Dalam pidato pertamanya setelah dilantik sebagai Presiden RI untuk kedua kalinya, Minggu (20/10/2019) Joko Widodo menyinggung sebuah konsep hukum perundang-undangan yang disebut omnibus law.

Saat itu, Jokowi mengungkapkan rencananya mengajak DPR untuk membahas dua undang-undang yang akan menjadi omnibus law.

Pertama, UU Cipta Lapangan Kerja, dan kedua, UU Pemberdayaan UMKM.

Jokowi menyebutkan, masing-masing UU tersebut akan menjadi omnibus law, yaitu satu UU yang sekaligus merevisi beberapa, atau bahkan puluhan UU.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Diberitakan Kompas.com, Selasa (22/10/2019), Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Savitri menjelaskan, omnibus law merupakan sebuah UU yang dibuat untuk menyasar isu besar yang ada di suatu negara.

Undang-undang ini dimaksudkan untuk merampingkan regulasi dari segi jumlah, dan menyederhanakan peraturan agar lebih tepat sasaran.

Baca juga: Apa Itu omnibus law, yang Disinggung Jokowi dalam Pidatonya?

Sasaran omnibus law

Konsep omnibus law yang dikemukakan oleh Presiden Jokowi banyak berkaitan dengan bidang kerja pemerintah di sektor ekonomi.

Diberitakan Kompas.com, 21 Januari 2020, pada Januari 2020, ada dua omnibus law yang diajukan pemerintah, yaitu Cipta Kerja dan Perpajakan.

Secara keseluruhan, ada 11 klaster yang menjadi pembahasan dalam RUU omnibus law Cipta Kerja, yaitu:

Sementara itu, di sekor perpajakan omnibus law memuat enam klaster pembahasan yang meliputi:

Baca juga: Nasib Pekerja jika Omnibus Law Cipta Kerja Disahkan...

Proses penyusunan omnibus law

Dalam proses penyusunannya, omnibus law tidak berbeda dengan proses pembuatan UU pada umumnya, yang dibahas di DPR.

Namun, pembahasan RUU Cipta Kerja oleh pemerintah dan DPR terbilang kilat, jika dibandingkan dengan pembahasan RUU lain.

Kompas.com, Minggu (4/10/2020), memberitakan, pembahasan RUU Cipta Kerja bisa selesai sebelum 17 Agustus 2020 meskipun di tengah pandemi Covid-19.

Dikebutnya pembahasan RUU ini diklaim demi kemudahan investasi di Indonesia.

Sidang-sidang pembahasan RUU omnibus law Cipta Kerja dilakukan siang malam, bahkan hingga larut malam, meskipun dibahas di tengah masa reses dan pandemi.

Pemerintah dan Baleg DPR RI memang sempat menunda pembahasan Klaster Ketenagakerjaan ini setelah mendapat perintah resmi dari Presiden Joko Widodo pada 24 April lalu.

Hal ini untuk merespons tuntutan buruh yang keberatan dengan sejumlah pasal dalam klaster tersebut.

Baca juga: Apa Itu RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja, yang Ditolak Gejayan Memanggil Lagi?

Akan segera disahkan

Polemik soal RUU Cipta Kerja mengemuka kembali setelah Rapat Kerja Baleg DPR RI bersama pemerintah dan DPD RI pada Sabtu, (3/10/2020) malam, menyetujui Rancangan Undang-Undang (RUU) omnibus law Cipta Kerja dibawa ke Rapat Paripurna DPR.

Persetujuan untuk membawa RUU omnibus law Cipta kerja ke Rapat Paripurna DPR berasal dari tujuh fraksi, yaitu PDIP, Golkar, Gerindra, Nasdem, PKB, PAN, dan PPP.

Sementara itu, dua fraksi menyatakan penolakan terhadap RUU ini, yaitu PKS dan Demokrat.

Hasil rapat itu membuat RUU omnibus law Cipta kerja tinggal selangkah lagi sebelum mendapat persetujuan menjadi Undang-Undang (UU).

Hal itu kemudian memunculkan polemik karena kaum buruh menilai, beberapa tuntutan mereka tentang aturan-aturan yang tertuang dalam RUU tersebut belum diakomodir.

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengatakan, ada tujuh isu yang diusung buruh dalam menolak RUU omnibus law Cipta Kerja klaster ketenagakerjaan.

Tujuh isu itu meliputi:

  1. Menolak penghapusan Upah Minimum Sektoral (UMSK) dan pemberlakuan Upah Minimum Kabupaten/Kota bersyarat.
  2. Menolak pengurangan nilai pesangon, dari 32 bulan upah menjadi 25 bulan. Pesangon senilai 19 bulan upah dibayar pengusaha, sedangkan 6 bulan dibayar BPJS Ketenagakerjaan.
  3. Menolak Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) yang bisa terus diperpanjang alias kontrak seumur hidup.
  4. Menolak Outsourcing pekerja seumur hidup tanpa batasan jenis pekerjaan.
  5. Menolak jam kerja yang eksploitatif.
  6. Menuntut kembalinya hak cuti dan hak upah atas cuti. Termasuk cuti haid, dan cuti panjang.
  7. Karena karyawan kontrak dan outsourcing bisa berlaku seumur hidup, maka buruh menuntut jaminan pensiun dan kesehatan bagi karyawan kontrak dan outsourcing.

Baca juga: Beragam Hal yang Perlu Diketahui Terkait Omnibus Law, Apa Saja?

Penolakan buruh

Menyikapi rencana pemerintah dan DPR RI yang akan mengesahkan RUU Cipta Kerja dalam sidang paripurna DPR RI, maka KSPI beserta 32 federasi serikat buruh lainnya akan melakukan aksi mogok nasional pada 6-8 Oktober 2020 mendatang.

Presiden KSPI Said Iqbal mengatakan, mogok nasional dilakukan sesuai dengan UU No 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum, dan UU No 21 Tahun 2000 Pasal 4 yang menyebut fungsi serikat pekerja salah satunya adalah merencanakan dan melaksanakan pemogokan.

Selain itu, Said juga menyebut Selain itu, dasar hukum mogok nasional yang akan dilakukan kaum buruh adalah UU No 39 Tahun 1999 tentang HAM dan UU No 12 tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik.

Said mengatakan, aksi mogok nasional ini akan diikuti sekitar 2 juta buruh di 25 provinsi, yang berasal dari berbagai sektor industri di seluruh indonesia, seperti industri kimia, energi, tekstil, sepatu, otomotif, baja, elektronik, dan farmasi.

Selain aksi mogok nasional, buruh juga akan melakukan langkah-langkah penolakan lainnya, sesuai mekanisme konstitusi dan perundang-undangan yang berlaku.

Baca juga: KSPN Pilih Tak Ikut Demo Menolak Pengesahan Omnibus Law

KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo Infografik: Apa Itu Omnibus Law?

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi