Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kuartal III Telah Berakhir, Apakah Indonesia Masuk Jurang Resesi?

Baca di App
Lihat Foto
Antarafoto
Menurut survei pemerintah, lebih dari dua juta pekerja dirumahkan dan terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) karena pandemi. Sebanyak 40% usaha mandiri terhenti, dan 52% mengalami penurunan kegiatan produksi.
|
Editor: Sari Hardiyanto

KOMPAS.com - Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal III 2020 ini diproyeksikan mengalami kontraksi.

Hal tersebut semakin memperkuat kemungkinan Indonesia masuk ke jurang resesi, setelah terjadinya kontraksi pertumbuhan ekonomi pada kuartal sebelumnya.

Resesi merupakan penurunan aktivitas ekonomi yang signifikan, berlangsung selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun.

Baca juga: Mengenal Apa Itu Resesi Ekonomi, Dampak, dan Penyebabnya...

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Diberitakan Kompas.com, Kamis (1/10/2020) Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu mengatakan, pemerintah memproyeksi pertumbuhan ekonomi bakal mengalami kontraksi 2,9 persen hingga minus 1 persen pada kuartal III.

Febrio mengatakan, pemerintah telah mengantisipasi kinerja kuartal III yang bakal kembali mengalami kontraksi, setelah pada kuartal II lalu, pertumbuhan ekonomi minus 5,32 persen.

Kemungkinan Indonesia masuk ke fase resesi juga diamini oleh pengamat ekonomi dari Universitas Indonesia, Didik J. Rachbini. 

"Most likely (kemungkinan besar), kita itu masuk resesi seperti negara-negara lain," kata Didik saat dihubungi Kompas.com, Minggu (4/10/2020). 

Baca juga: Mengenal Apa Itu Resesi Ekonomi dan Bedanya dengan Depresi Ekonomi

Dampaknya luas

Menurut Didik, resesi yang akan dialami Indonesia di tahun 2020 ini akan berbeda dengan yang pernah terjadi pada 1998 lalu.

Dia menyebut, resesi pada 1998 lalu disebabkan oleh kurs mata uang, sedangkan pada 2020 ini disebabkan oleh Covid-19.

"Kalau dulu itu langsung shock. Kalau sekarang ini susutnya pelan-pelan. Makanya minusnya tidak sebesar pada waktu '98 yang sampai 13 persen," kata Didik.

Baca juga: Mengingat Kerusuhan Mei 1998, Bagaimana Kronologinya?

Selain penyebab yang berbeda, Didik mengatakan, resesi tahun ini juga akan menimbulkan dampak yang berbeda pula. 

"Dulu itu pengusaha-pengusaha kecil menengah enggak kena, karena enggak punya utang. Dulu yang kena itu yang punya utang besar, seperti perusahaan, hotel-hotel mewah, langsung ambles," ujar dia.

"Sekarang yang bisnis kecil kena, karena kan pasarnya tutup. Komunikasi transaksinya tutup, berkurang jauh karena enggak bisa berhubungan," katanya melanjutkan.

Sehingga, meski kontraksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini tidak akan sebesar 1998 lalu, namun Didik menyebut bahwa dampaknya justru akan lebih luas.

"Dunia usaha akan mengalami perlambatan, kemudian pengangguran makin banyak, orang yang miskin makin banyak, perusahaan yang tutup juga banyak," kata Didik.

Baca juga: Tak Hanya Pekerja, Korban PHK Juga Berhak Dapat Bantuan Subsidi Upah, Ini Caranya...

Kendalikan pandemi

Didik mengatakan, selama pandemi Covid-19 masih merajalela dan pemerintah tidak bisa mengendalikan, maka resesi akan terus terjadi.

"Ini sama dengan embernya bocor. Kalau bocor itu harus disumbat. Tidak bisa kita mengisi air terus-menerus, mengucurkan uang dan segala macam, tapi Covid-nya dibiarkan berkembang seperti sekarang, tidak terkendali," ujar dia.

Menurutnya, permasalahan Covid-19 harus dibereskan terlebih dahulu. Dalam kondisi seperti ini, Didik mengatakan, perusahaan pasti sulit melakukan kegiatan karena pembelinya berkurang. 

"Tapi lambat laun, kalau Covid-19 dibereskan, paling tidak mengurangi dampak dari pertumbuhan ekonomi rendah atau negatif seperti sekarang," kata Didik.

"Tanggung mau keseimbangan. Keseimbangan apa yang dikejar? Katanya kesehatan utama, tapi kenyataannya justru yang paling gagal," katanya melanjutkan.

Baca juga: Bagaimana Cara Membedakan Flu dengan Covid-19?

Relokasi anggaran

Sementara itu, seperti diberitakan Kompas.com, Kamis (1/10/2020) pemerintah dalam beberapa waktu terakhir melakukan relokasi anggaran di beberapa pos dalam anggaran penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).

Relokasi anggaran itu dilakukan untuk meningkatkan perlindungan sosial.

Kepala BKF Kemenkeu Febrio Kacaribu mengatakan, dana yang dianggarkan untuk hal tersebut tidak kurang dari Rp 200 triliun setiap bulannya.

Beberapa program baru yang digelontorkan pemerintah untuk memperbaiki kinerja perekonomian dari sisi permintaan adalah program banpres produktif yang disalurkan untuk pengusaha ultra mikro.

Program lain yakni subsidi gaji yang diberikan kepada Rp 15,7 pekerja yang terdaftar di BPJS Ketenagakerjaan atau BPJmasostek.

Baca juga: Lebih dari 2 Juta Pekerja Di-PHK, Berikut Cara Klaim Pencairan Saldo JHT di BPJamsostek

KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo Infografik: 10 negara yang jatuh ke jurang resesi

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi