Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ragam Reaksi Pengesahan UU Cipta Kerja, dari Kecewa hingga Apresiasi

Baca di App
Lihat Foto
KOMPAS.COM/AFDHALUL IKHSAN
Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI) Wilayah Kabupaten Bogor Raya mengambil bagian aksi demo menolak Undang-Undang Cipta Kerja atau Omnibus Law Ciptaker di depan PT Simba Indo Snack Makmur, Kecamatan Gunung Putri, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Selasa (6/10/2020).
|
Editor: Jihad Akbar

KOMPAS.com - Omnibus law Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja telah disahkan DPR RI menjadi Undang-Undang (UU) melalui rapat paripurna, Senin (5/10/2020).

Dalam rapat paripurna ini, sembilan fraksi di DPR kembali menyampaikan pandangan mereka soal RUU Cipta Kerja. 

Hanya dua yang tetap menyatakan menolak seluruh hasil pembahasan omnibus law RUU Cipta Kerja, yaitu Fraksi PKS dan Fraksi Partai Demokrat.

Hasilnya, RUU Cipta Kerja pun tetap disahkan menjadi UU karena mayoritas fraksi di DPR dan pemerintah sepakat. 

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Meski demikian, sejumlah respons masih terus muncul usai pengesahan UU Cipta Kerja.

Ada pihak yang kecewa dan menolak, namun ada juga yang mengapresiasi pengesahan UU tersebut.

Baca juga: Plus Minus Omnibus Law UU Cipta Kerja yang Sudah Disahkan

Merangkum pemberitaan Kompas.com, berikut adalah sejumlah reaksi dari berbagai pihak usai omnibus law UU Cipta Kerja disahkan:

Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI)

Wakil Ketua Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI) Jumisih mengaku sangat kecewa atas disahkannya omnibus law RUU Cipta Kerja menjadi UU.

"Kami sangat kecewa sekali, kita marah, ingin menangis, ingin menunjukkan ekspresi kita kepada DPR dan pemerintah, di tengah situasi seperti sekarang kok bisa melakukan upaya yang sangat jahat seperti ini," kata Jumisih sebagaimana dikutip Kompas.com, Senin (5/10/2020).

Menurut dia, pengesahan tersebut menjadi bukti jika pemerintah dan DPR hanya berpihak kepada kaum korporasi, pemilik modal, dan orang yang mempunyai uang serta kuasa.

Baca juga: Disahkan, Ini Sejumlah Poin Omnibus Law UU Cipta Kerja yang Menuai Sorotan

Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI)

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal juga menyatakan pihaknya dan para serikat buruh akan melakukan mogok nasional pada 6-8 Oktober dalam rangka menolak UU Cipta Kerja.

Kurang lebih 2 juta buruh akan bergabung dalam aksi mogok tersebut.

Secara spesifik, para buruh menuntut upah minimum kota (UMK) tanpa syarat dan upah minimum sektoral kota (UMSK) tidak dihilangkan.

Selain itu, buruh juga meminta agar nilai pesangon tidak berkurang, kemudian juga penolakan adanya Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) atau karyawan kontrak seumur hidup.

Baca juga: Nasib Pekerja jika Omnibus Law Cipta Kerja Disahkan...

Akademisi

Melansir Kompas.com, Senin (5/10/2020), akademisi dari 30 perguruan tinggi menandatangani pernyataan menolak UU Cipta Kerja.

Menurut para akademisi, pengesahan UU tersebut terkesan memaksakan kehendak dan berada di luar batas kewajaran.

Selain itu, aspirasi publik pun tidak didengar, tetapi justru dilakukan pembatasan, seakan tidak lagi mau dan mampu mendengar dampak bagi hak-hak dasar warga.

Setidaknya, ada lima masalah mendasar yang dikritik para akadeisi dalam UU Cipta Kerja, yaitu masalah sentralisasi seperti kondisi Orde Baru, aturan anti-lingkungan hidup, liberalisasi pertanian, pengabaian HAM, dan pengabaian prosedur pembentukan UU.

Baca juga: Investor Asing Peringatkan UU Cipta Kerja Ancam Hutan Tropis Indonesia

Formappi

Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus menyatakan, pembahasan hingga pengesahan RUU Cipta Kerja yang kilat dan senyap menunjukkan pemerintah dan DPR tidak berempati kepada masyarakat di masa pandemi Covid-19.

"Masa pandemi yang semestinya harus mendapatkan perhatian serius dari Pemerintah dan DPR untuk mencari solusi atas pandemi justru jadi pilihan strategis untuk meloloskan RUU Cipta Kerja," kata Lucius melalui pesan singkat, Senin (5/10/2020).

Menurut dia, cepatnya pembahasan RUU Cipta Kerja tidak layak dianggap sebagai prestasi, karena bertentangan dengan keinginan rakyat. 

Penyebabnya, rakyat yang diwakili DPR jelas menantang pembahasan dan pengesahan UU tersebut karena merugikan mereka yang kebanyakan merupakan kelas pekerja.

Baca juga: #BatalkanOmnibusLaw Trending, Ini Sederet Alasan Penolakan RUU Cipta Kerja

Kode Inisiatif

Kode Insiatif menilai omnibus law UU Cipta Kerja mencederai UU Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah (Pemda).

Menurut Koordinator Bidang Konstitusi dan Ekonomi Kode Inisiatif, Rahmah Mutiara, mengatakan UU Cipta Kerja secara jelas menghapuskan kewenangan daerah untuk mengurus urusan daerahnya sendiri.

"Hal tersebut tampak dari skema pemberian izin yang sentralistis, yaitu hanya dapat dilakukan oleh pemerintah pusat. Sementara, daerah hanya diberikan fungsi pengawasan saja" jelasnya.

Salah satu perizinan yang diatur adalah soal penetapan analisis dampak lingkungan (amdal) kegiatan usaha yang mutlak berada pada pemerintah pusat.

Selain itu, Rahmah menilai pembahasan RUU Cipta Kerja tidak partisipatif karena hanya menghadirkan para pihak yang pro dengan draf aturan dan tidak melibatkan aktor terdampak langsung seperti buruh atau pekerja.

Baca juga: [INFOGRAFIK] Sejumlah Poin Omnibus Law UU Cipta Kerja yang Menuai Sorotan

Majelis Ulama Indonesia (MUI)

Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas menyesalkan sikap para politisi di DPR yang menyetujui pengesahan RUU Cipta Kerja di tengah penolakan dari berbagai elemen masyarakat. 

Anwar mengatakan, pengesahan UU Cipta Kerja menunjukkan para politikus di Senayan lebih mendengarkan aspirasi segelintir orang dibandingkan masyarakat yang memilih mereka.

Ia menilai, banyak wakil rakyat di DPR yang tersandera sehingga tidak berani menyuarakan kepentingan publik yang lebih luas, yang sering berseberangan dengan kepentingan pimpinan partai politik.

Hal ini berkaitan dengan kekhawatiran atas pergantian antarwaktu (PAW) yang mungkin akan dilakukan pimpinan partai politik jika mereka menunjukkan sikap berbeda.

Selain itu, menurutnya, pembahasan UU Cipta Kerja yang berjalan cepat, sarat dengan kepentingan.

Baca juga: Selain Cipta Kerja, Ini Daftar UU Kontroversial yang Disahkan Saat Pemerintahan Jokowi

Perhimpunan guru 

Koordinator Perhimpunan untuk Pendidikan dan Guru (P2G) Satriwan Halim mengecam sikap DPR dan pemerintah yang tetap memasukkan sektor pendidikan dalam UU Cipta Kerja.

Padahal, pihaknya sempat menyambut baik sikap DPR dan pemerintah yang sebelumnya berkomitmen tidak memasukkan sektor pendidikan dalam UU tersebut.

Namun, ternyata pasal-pasal tersebut masih ada, yaitu pada Paragraf 12 Pendidikan dan Kebudayaan, Pasal 65 Ayat (1), Pasal 65 Ayat (2), dan Pasal 1 Ayat (4) terkiat Perizinan Berusaha.

Menurut dia, ketentuan di dalam UU Cipta Kerja saat ini membuat pemerintah leluasa mengeluarkan kebijakan perizinan usaha di sektor pendidikan.

Ia menilai sektor pendidikan akan direduksi menjadi aktivitas industri dan ekonomi.

Baca juga: Sederet Fakta Rapat Paripurna Pengesahan Omnibus Law UU Cipta Kerja, dari Interupsi hingga Walk-Out

Pengusaha mengapresiasi

Melansir Kompas.com, Senin (5/10/2020), para pengusaha menyambut baik pengesahan RUU ini.

"Kalangan dunia usaha menyambut baik dan memberikan apresiasi kepada pemerintah dan DPR yang telah menyepakati pengesahan RUU Cipta Kerja untuk menjadi UU," kata Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Bidang Hubungan Internasional Shinta Widjaja Kamdani kepada Kompas.com, Senin (5/10/2020).

Menurut Shinta, UU Cipta Kerja dapat menjawab permasalahan di dunia usaha, terutama terkait aturan yang tumpang tindih dan perizinan.

(Sumber: Kompas.com/ Achmad Nasrudin Yahya, Rakhmat Nur Hakim, Haryanti Puspa Sari, Deti Mega Purnamasari, Yohana Artha Uly|Editor: Krisiandi, Bayu Galih, Dani Prabowo, Yoga Sukmana, Diamanty Meilliana)

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi