Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pukat UGM Nilai UU Cipta Kerja Tak Terbuka dan Perbesar Potensi Korupsi

Baca di App
Lihat Foto
ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto (kanan) didampingi Menkumham Yasonna Laoly (kedua kiri) dan Menteri Keuangan Sri Mulyani (kiri) menerima laporan akhir dari Ketua Badan Legislasi DPR Supratman Andi (bawah) saat pembahasan tingkat II RUU Cipta Kerja pada Rapat Paripurna DPR di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (5/10/2020). ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/pras.
|
Editor: Jihad Akbar

KOMPAS.com -Keputusan DPR bersama pemerintah mengesahkan omnibus law RUU Cipta Kerja menjadi sebuah undang-undang pada rapat paripurna, Senin (5/10/2020), mengundang banyak kontroversi.

Selain dinilai lebih banyak menguntungkan pengusaha dan merugikan bagi kalangan pekerja, UU ini juga dinilai memiliki kekurangan dalam proses penyusunannya.

Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada (UGM) menilai kekurangan ini adalah tidak adanya transparansi dalam proses pembentukannya.

 

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dalam proses pembentukannya, Pukat UGM menyebut UU Cipta Kerja dibuat dengan cepat, tertutup, dan minim partisipasi publik.

"Jika merujuk pada asas-asas formal yang digunakan sebagai pedoman dalam pembentukan peraturan perundang-undangan, RUU ini tidak memenuhi asas keterbukaan Pasal 5 UU 12/2011 jo UU Nomor 15/2019," peneliti Pukat UGM, Zaenurrahman, dalam keterangan tertulisnya, Selasa (6/10/2020).

Baca juga: Serikat Guru Ikut Kecam UU Cipta Kerja, Ada Apa?

Semestinya, ia mengatakan, dalam proses pembentukan undang-undang prinsip keterbukaan ini diterapkan di semua tahapan.

Yakni mulai sejak perencanaan, penyusunan, pembahasan, pembahasan, pengesahan/penetapan, hingga pengundangan.

Sementara, Zaenurrahman mengatakan yang terjadi pada proses penyusunan RUU Cipta Kerja ini tidak demikian.

"Perkembangan draft pembahasan RUU Cipta Kerja tidak dapat diakses publik. Selain itu, rapat-rapat pembahasan RUU Cipta Kerja sering kali berlangsung tertutup," menurutnya.

Di sisi lain, menurutnya proses perencanaan dan penyusunan RUU Cipta justru banyak melibatkan partisipasi pihak pengusaha.

Ini membuat UU Cipta Kerja sarat akan potensi disusupi kepentingan pihak tertentu yang hanya menguntungkan kelompoknya.

Selain tidak transparan, Pukat UGM juga mencatat UU Cipta Kerja tak mencerminkan simplifikasi dan harmonisasi peraturan perundang-undangan, sebagaimana menjadi tujuan pembuatan omnibus law ini.

Baca juga: Disahkan DPR, Adakah Cara Membatalkan UU Cipta Kerja?

"RUU ini membutuhkan ratusan peraturan pelaksana. Jumlah itu belum termasuk dengan potensi kelahiran 'anak-anak' peraturan pelaksana di bawahnya," ujar Zaenurrahman.

Hal lain yang menjadi catatan Pukat UGM, UU Cipta Kerja banyak memberikan kewenangan pada pemerintah pusat.

Menurutnya, besarnya kewenangan itu berbanding lurus dengan membesarnya potensi tindak pidana korupsi.

"Banyaknya pemberian kewenangan kepada pemerintah pusat di dalam Rancangan UU Cipta Kerja rentan terhadap potensi tindakan korupsi dan penyalahgunaan wewenang. Pemusatan kewenangan pada presiden (president heavy) dapat menyisakan persoalan tentang bagaimana memastikan control terhadap kekuasaan presiden itu," ungkapnya.

Baca juga: Ragam Reaksi Pengesahan UU Cipta Kerja, dari Kecewa hingga Apresiasi

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi