Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ada dalam UU Cipta Kerja, Apa Itu Lembaga Pengelola Investasi?

Baca di App
Lihat Foto
KOMPAS/ADHITYA RAMADHAN
Ilustrasi tambang
|
Editor: Rizal Setyo Nugroho

KOMPAS.com - Omnibus Law Undang-undang (UU) Cipta Kerja yang baru saja disahkan oleh DPR RI melalui rapat paripurna, Senin (5/10/2020) tidak hanya mengatur masalah ketenagakerjaan saja.

Selain klaster ketenagakerjaan, terdapat 10 klaster lain yang diatur dalam UU tersebut, termasuk investasi. Aturan tentang investasi termaktub dalam Bab X UU Cipta Kerja.

Dalam pasal 154 ayat 1 disebutkan bahwa Investasi Pemerintah Pusat dilakukan dalam rangka meningkatkan investasi dan penguatan perekonomian untuk mendukung kebijakan strategis penciptaan kerja.

Sementara itu, dalam pasal 154 ayat 3, disebutkan bahwa Investasi Pemerintah Pusat dilaksanakan oleh (a) Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara, dan (b) lembaga yang diberikan kewenangan khusus (sui genesis).

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pembentukan lembaga dengan kewenangan khusus tersebut kemudian diatur dalam Pasal 165.

Pada ayat 1 disebutkan bahwa dalam rangka pengelolaan investasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 154 ayat 3 huruf b, untuk pertama kali berdasarkan UU ini dibentuk Lembaga Pengelola Investasi.

"Pembentukan Lembaga Pengelola Investasi dimaksudkan untuk meningkatkan dan mengoptimalisasi nilai aset secara jangka panjang, dalam rangka mendukung pembangunan secara berkelanjutan," bunyi pasal 165 ayat 2.

Dikutip dari Kontan, Senin (21/9/2020), pemerintah menargetkan Lembaga Pengelola Investasi atau Sovereign Wealth Fund akan terbentuk Oktober mendatang.

Baca juga: Diatur UU Cipta Kerja, Lembaga Pengelola Investasi Dinilai Berpotensi Munculkan Korupsi

Apa itu Lembaga Pengelola Investasi?

Pengamat ekonomi dari INDEF, Bhima Yudhistira mengatakan, pembentukan Lembaga Pengelola Investasi atau Sovereign Wealth Fund (SWF) sudah dilakukan di luar negeri, dan awalnya dilakukan di negara-negara Skandinavia.

"Salah satunya di Norwegia. Di negara itu, yang saya tahu, dana investasi dikumpulkan dari keuntungan minyak. Karena mereka negara penghasil minyak, ketika mereka mendapat keuntungan dari minyak, disimpan dalam satu lembaga dan dikelola," kata Bhima saat dihubungi Kompas.com, Rabu (7/10/2020).

Bhima mengatakan, pembentukan SWF di Norwegia memiliki dua tujuan.

Pertama, sebagai cadangan uang ketika negara mengalami krisis. Kedua, digunakan untuk berinvestasi di bidang lingkungan hidup, termasuk energi terbarukan.

"Kalau di Indonesia ini, ada beberapa catatan ya. Saya kira tujuannya bukan untuk berinvestasi di lingkungan atau energi terbarukan, seperti yang terjadi di Norwegia. Jadi ini hanya untuk pengelolaan aset saja," kata Bhima.

Sementara itu, dikutip dari pasal 157 bab X UU Cipta Kerja, sumber Investasi Pemerintah Pusat yang dilakukan oleh Lembaga, dapat bersumber dari aset negara, aset badan usaha milik
negara (BUMN), dan/atau sumber lain yang sah.

Kemudian, dalam pasal 158 disebutkan bahwa Lembaga dapat melaksanakan investasi, baik secara langsung maupun tidak langsung, melakukan kerjasama dengan pihak ketiga, atau melalui pembentukan entitas khusus yang berbentuk badan hukum Indonesia atau badan hukum asing.

Baca juga: Apa Itu Omnibus Law Cipta Kerja, Isi, dan Dampaknya bagi Buruh?

Catatan tentang Lembaga Pengelola Investasi

Bhima menyebut, ada dua hal yang perlu dicermati dari pembentukan Lembaga Pengelola Investasi.

Pertama, kerugian dari Lembaga ini tidak termasuk sebagai kerugian negara, tapi hanya dicatat sebagai kerugian Lembaga. Hal tersebut diatur dalam pasal 158 ayat 4, yang berbunyi sebagai berikut:

"Keuntungan atau kerugian yang dialami Lembaga dalam melaksanakan investasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3), merupakan keuntungan atau kerugian Lembaga," bunyi pasal 158 ayat 4.

"Padahal asetnya adalah aset negara, nah ini jadi satu hal yang menurut saya agak kontradiktif. Harusnya kalau dia rugi karena mengelola aset negara, maka itu kerugian negara," kata Bhima.

Catatan kedua, audit terhadap Lembaga ini tidak dilakukan oleh Badan Pengawas Keuangan (BPK) atau Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melainkan oleh akuntan publik yang terdaftar di BPK dan OJK. Hal tersebut diatur dalam pasal 161, yang berbunyi sebagai berikut:

"Pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan Lembaga dilakukan oleh akuntan publik yang terdaftar pada Badan Pemeriksa Keuangan dan Otoritas Jasa Keuangan," bunyi pasal 161.

"Tapi bukan BPK yang melakukan audit. Ini agak tricky nih, padahal hanya BPK yang bisa menentukan apakah ada kerugian negara atau tidak," kata Bhima. 

Masalah tata kelola

Bhima mengatakan, pihaknya masih belum bisa membaca arah dari pembentukan Lembaga baru ini. Dia menyebut, belum ada kejelasan model investasi seperti apa yang akan dilakukan, dan akan dilakukan di sektor apa. 

"Tapi yang jelas, tentunya kalau dana itu (aset pemerintah, BUMN) di-pool dalam satu lembaga, maka tata kelolanya harus betul-betul akuntabel dan transparan, bebas dari konflik kepentingan," kata Bhima.

"Karena ketika dia salah menempatkan dana, dan justru rugi. Maka ini akan berdampak pada kesehatan dari banyak sekali BUMN, dan kesehatan ekonomi negara, stabilitas ekonomi nasional," katanya melanjutkan.

Bhima mencontohkan, misalnya uang dari BUMN dimasukkan ke dalam Lembaga ini, kemudian aset dari BUMN itu diserahkan pada manajer investasi. Namun, manajer investasi justru menempatkan uang itu pada aset yang salah.

"Seperti kasus Jiwasraya misalnya, ada fraud, dan rugi. Hilang kan berarti aset BUMN yang ditaruh di situ. Nah, maksudnya harus hati-hati. Karena dana yang dikelola besar, maka kalau governance-nya enggak siap ini justru bisa loss lebih besar, daripada dikelola di masing-masing BUMN seperti sekarang," ujar dia.

Baca juga: Ini Pro Kontra yang Muncul Setelah Omnibus Law UU Cipta Kerja Disahkan

Modal awal Rp 15 triliun

Sebagai informasi, dikutip dari pasal 170 ayat 2, Modal awal Lembaga Pengelola Investasi ditetapkan paling sedikit Rp 15.000.000.000.000,00 (lima belas triliun rupiah) berupa dana tunai.

Berdasarkan pasal 170 ayat 1, modal awal tersebut dapat berasal dari:

  1. Dana tunai
  2. Barang miliki negara
  3. Piutang negara pada badan usaha milik negara atau perseroan terbatas; dan/atau
  4. Saham milik negara pada badan usaha milik negara atau perseroan terbatas

Di sisi lain, ketentuan-ketentuan lebih lanjut menyangkut Lembaga Pengelola Investasi masih akan diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) yang hingga kini belum terbit. Sehingga, Bhima menyebut, arah dari pembentukan Lembaga ini belum terbaca dengan jelas.

"Tugas kita berarti mengawal aturan teknisnya, sehingga prinsip tata kelola yang baik itu akan terpenuhi," kata Bhima.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Sumber: KONTAN
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi