Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

3 Poin Sorotan dalam UU Cipta Kerja di Luar Klaster Ketenagakerjaan

Baca di App
Lihat Foto
ANTARA FOTO/FAKHRI HERMANSYAH
Sejumlah buruh melakukan aksi mogok kerja di kawasan MM 2100, Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Selasa (6/10/2020). Aksi mogok kerja dari tanggal 6-8 Oktober tersebut akibat pengesahan RUU Cipta Kerja oleh DPR dan Pemerintah RI.
|
Editor: Rizal Setyo Nugroho

KOMPAS.com - Omnibus law Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja telah disahkan DPR RI menjadi Undang-Undang (UU) melalui rapat paripurna, Senin (5/1/2020).

Pasca pengesahan tersebut, berbagai tanggapan pun muncul, termasuk gelombang penolakan yang besar.

Sebab sejumlah pihak menilai bahwa ada poin-poin yang bermasalah di dalam UU tersebut.

Mayoritas pihak menyoroti aturan-aturan dalam klaster ketenagakerjaan.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Namun demikian, di luar itu, ada pula aturan-aturan lain di dalam UU Cipta Kerja yang menjadi sorotan dan dipermasalahkan.

Baca juga: Ini Pro Kontra yang Muncul Setelah Omnibus Law UU Cipta Kerja Disahkan

Berikut beberapa di antaranya:

1. Lingkungan

Mengutip Kompas.com, Selasa (6/10/2020), terkait klaster lingkungan, UU Cipta Kerja mengubah Pasal 26 UU Lingkungan Hidup.

Semula, dalam pasal tersebut, dikatakan bahwa penyusunan dokumen Amdal melibatkan masyarakat dan berdasar pada prinsip pemberian informasi yang transparan.

Selain itu, masyarakat yang terdampak dan pemerhati lingkungan hidup dapat mengajukan keberatan terhadap dokumen Amdal ini.

Namun, ketentuan itu diubah sehingga penyusunan dokumen Amdal dilakukan dengan hanya melibatkan masyarakat yang terkena dampak langsung.

Kemudian, Pasal 29-31 UU Lingkungan Hidup yang mengatur tentang Komisi Penilai Amdal yang juga mencakup pakar dan wakil masyarakat serta organissasi lingkungan hidup dihapus.

2. Kewenangan daerah

Dalam hal tata ruang, UU Cipta Kerja juga menghapus sejumlah kewenangan Pemerintah Daerah (Pemda), baik Provinsi maupun Kabupaten/Kota dalam Pasal 10 dan 11 UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.

Melansir Kompas.com, Rabu (7/10/2020), pada Pasal 17 UU Cipta Kerja, disebutkan bahwa Pemda Provinsi dan Kabupaten/Kota bertindak sebatas dalam pengaturan, pembinaan, dan pengawasan terhadap pelaksanaan penataan ruang wilayah.

Sementara, menurut Pasal 10 Ayat (2) UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Pemda Provinsi memiliki beberapa kewenangan, termasuk perencanaan, pemanfaatan, dan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah provinsi.

Dalam melaksanakan kewenangannya, Pemda Provinsi menyebarluaskan informasi yang berkaitan dengan rencana umum dan rencana rinci tata ruang dalam rangka pelaksanaan penataan ruang wilayah di provinsi.

Kemudian, arahan peraturan zonasi untuk sistem provinsi yang disusun dalam rangka pengendalian pemanfaatan ruang wilayah provinsi dan petunjuk pelaksanaan bidang penataan ruang.

Ketentuan-ketentuan tersebut juga berlaku untuk Pemda Kabupaten/Kota dalam menjalankan kewenangannya, tetapi seluruh ketentuan itu dihapus dalam UU Cipta Kerja.

Baca juga: KPPOD Kritik Ketentuan Pengalihan Kewenangan Daerah ke Pusat di RUU Cipta Kerja

3. Pendidikan

Seperti diberitakan Kompas.com, Selasa (6/10/2020), Koordinator Perhimpunan untuk Pendidikan Guru (P2G) Satriwan Halim mengecam sikap DPR dan pemerintah yang tetap memasukkan sektor pendidikan dalam UU Cipta Kerja.

Satriwan mengatakan, sektor pendidikan masuk dalam Paragraf 12 Pendidikan dan Kebudayaan, Pasal 65 Ayat (1) dalam UU Cipta Kerja yang berbunyi:

"Pelaksanaan perizinan pada sektor pendidikan dapat dilakukan melalui Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud dalam UU ini."

Kemudian, Pasal 65 Ayat (2) UU Cipta Kerja berbunyi:

"Ketentuan lebih lanjut pelaksanaan perizinan pada sektor pendidikan diatur dengan Peraturan Pemerintah".

Menurut dia, ketentuan tersebut membuat pemerintah leluasa mengeluarkan kebijakan perizinan usaha di sektor pendidikan

Selain itu, Satriawan juga mempermasalahkan Pasal 1 Ayat (4) dalam UU Cipta Kerja  terkait "Perizinan Berusaha" yaitu, legalitas yang diberikan kepada Pelaku Usaha untuk memulai dan menjalankan usaha dan/atau kegiatannya.

Oleh karenanya, ia menilai, sektor pendidikan akan direduksi menjadi aktivitas industri dan ekonomi. 

 Baca juga: PGRI Minta Klaster Pendidikan Tak Masuk dalam RUU Cipta Kerja

(Sumber: Kompas.com/Fitria Chusna Farisa, Suhaiela Bahfein, Haryanti Puspa Sari |Editor: Krisiandi, Hilda B Alexander, Diamanty Meiliana)

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi