KOMPAS.com – Penyebaran virus corona masih terus terjadi di seluruh dunia.
Data Worldometers, Kamis (8/10/2020) pagi, menunjukkan, ada 36.346.499 kasus Covid-19 di dunia.
Dari angka itu, 1.059.193 orang meninggal dunia, dan 27.371.416 orang sembuh.
Amerika Serikat masih menjadi negara dengan kasus terbanyak.
Berikut negara-negara yang masuk dalam 10 besar kasus Covid-19 tertinggi di dunia:
- Amerika Serikat: 7.767.336 kasus, 216.596 orang meninggal dunia, dan 4.970.744 orang sembuh
- India: 6.832.988 kasus, 105.554 orang meninggal dunia, dan 5.824.462 orang sembuh
- Brazil: 5.000.694 kasus, 148.228 orang meninggal dunia, dan 4.391.424 orang sembuh
- Rusia: 1.248.619 kasus, 21.865 orang meninggal dunia, dan 995.275 orang sembuh
- Kolombia: 877.683 kasus, 27.180 orang meninggal dunia, dan 773.973 orang sembuh
- Spanyol: 872.276 kasus, 32.562 orang meninggal dunia
- Peru: 832.929 kasus, 32.914 orang meninggal dunia, dan 718.065 orang sembuh
- Argentina: 824.468 kasus, 21.827 orang meninggal dunia, dan 660.272 orang sembuh
- Meksiko: 794.608 kasus, 82.348 orang meninggal dunia, dan 557.478 orang sembuh
- Afrika Selatan: 685.155 kasus, 17.248 orang meninggal dunia, dan 618.127 orang sembuh.
Baca juga: Singapura Akan Beri Insentif ke Warga yang Ingin Punya Anak Selama Pandemi Corona
Ini sejumlah perkembangan terkait virus corona di sejumlah negara di dunia:
Korea Selatan
Ia kabur dengan menggali lubang di dinding fasilitas karantina pemerintah sehari sebelum selesai menjalani karantina.
Hal tersebut disampaikan oleh seorang pejabat kesehatan Korea Selatan dalam jumpa pers pada Rabu (7/10/2020).
"Ada kasus seorang warga negara Indonesia melarikan diri dari fasilitas karantina di Seoul. Dia melarikan diri dari fasilitas tersebut dengan menggali lubang di samping dinding pada 4 Oktober," kata Son Young-rae dikutip dari CNN.
Son menyebutkan, pria Indonesia itu masuk ke Korea Selatan dengan visa pelaut dan mulai karantina pada 21 September 2020.
Ia dijadwalkan selesai menjalani karantina pada 5 Oktober 2020. Hasil tes pria itu negatif dan tak menunjukkan gejala apa pun.
Polisi Korea Selatan tengah mencari orang tersebut dan fasilitas kamera keamanan di lokasi karantina itu ditambah setelah peristiwa ini.
Baca juga: Korea Selatan Hadapi Lonjakan Kasus Corona Gara-gara Aksi Demo
Amerika Serikat
Untuk pertama kalinya, sebuah jurnal medis populer, New England Journal of Medicine menerbitkan kolom editorial mengutuk pemerintahan Trump atas tanggapannya terhadap pandemi Covid-19.
Editorial di jurnal medis tersebut juga menyerukan agar kepemimpinan yang ada saat ini tak dipilih lagi.
"Kami jarang menerbitkan editorial yang ditandatangani oleh semua editor," kata Dr. Eric Rubin, Pemimpin Redaksi Jurnal Medis dan penulis editorial, seperti dikutip dari CNN.
The New England Journal of Medicine mulai terbit pada tahun 1812.
Hingga saat ini, hanya ada empat editorial yang ditandatangani secara kolektif oleh editornya di masa lalu.
Editorial tersebut, menurut Rubin, telah dirancang sejak Agustus 2020 dengan merinci bagaimana AS memimpin jumlah kasus Covid-19 dan jumlah kematian.
"Siapa pun yang dengan sembrono menyia-nyiakan nyawa dan uang dengan cara ini akan mendapatkonsekuensi hukum. Pemimpin kami sebagian besar telah mengklaim kekebalan atas tindakan mereka. Tapi pemilihan ini memberi kami kekuatan untuk memberikan penilaian," demikian bagian dari isi editorial itu.
Baca juga: Vaksin Covid-19 Inovio dari Amerika Dihentikan Sementara, Apa Penyebabnya?
WHO
Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Eksekutif untuk Program Kedaruratan Kesehatan WHO, Dr. Mike Ryan.
“Jika orang-orang yang sakit tetap tinggal di rumah dan kita mendukungnya untuk itu. Jika mereka yang melakukan kontak erat tetap tinggal di rumah, kita mendukungnya untuk melakukan itu. Kita seperti mematahkan punggung penyakit ini,” kata Ryan
“Kami tahu bahwa untuk lockdown yang sangat besar dan berjangka lama bukanlah solusi terbaik,” lanjut dia.
Ia mengatakan, lockdown memiliki konsekuensi dan tidak melakukannya juga bukan berarti tidak memiliki konsekuensi.
Menurut dia, harus ditemukan keseimbangan cara mengatasi Covid-19.
“Hidup tidak pernah seperti itu. Ini bukan biner, benar dan salah, atau kiri dan kanan serta baik dan buruk," kata dia.
Inggris
Hal tersebut disampaikan oleh Sekertaris Transportasi Inggris Grant Shapps.
Saat ini, pendatang dari negara-negara yang diperbolehkan datang ke Inggris, harus melakukan karantina mandiri selama 14 hari.
“Mengikuti kesepakatan dari para ahli medis, kami bergerak maju dengan langkah selanjutnya yakni mengurangi periode karantina perjalanan dan meluncurkan Global Travel Taskforce saat membuka perjalanan internasional dan meningkatkan bisnis,” kata Shapps.
Ia menyebutkan, satgas akan memperbanyak pengujian untuk mengurangi masa isolasi mandiri serta tindakan lain.
Dengan demikian, perjalanan tetap mungkin dilakukan tetapi tingkat virus dapat ditekan
Meski demikian, Shapps belum memberikan detil masa isolasi yang akan dilakukan.
Baca juga: Studi: Kematian akibat Kardiovaskular di Inggris Meningkat Selama Pandemi Corona
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.