Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sistem Kekebalan Tubuh, Gejala Parah Covid-19, dan Mutasi Virus Corona...

Baca di App
Lihat Foto
Shutterstock/Dragana Gordic
Ilustrasi demam, batuk, pilek, gejala Covid-19
|
Editor: Sari Hardiyanto

KOMPAS.com - Orang yang terinfeksi virus corona bisa mengalami gejala ringan hingga berat.

Dua studi baru menunjukkan bahwa beberapa kasus yang mengancam jiwa dapat ditelusuri ke titik lemah dalam sistem kekebalan pasien.

Dilansir Science Daily, Sabtu (24/9/2020) dua studi baru menawarkan penjelasan mengapa kasus Covid-19 bisa sangat bervariasi, yaitu pada beberapa orang gejalanya parah, sementara itu ada juga yang tidak merasakan apa-apa.

Baca juga: Bagaimana Cara Membedakan Flu dengan Covid-19?

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sebagian pasien mengalami mutasi pada gen imunitas utama, sedangkan pasien lain memiliki antibodi otomatis yang menargetkan komponen sistem kekebalan yang sama.

Kedua keadaan tersebut dapat berkontribusi pada bentuk penyakit yang parah.

Setidaknya 3,5 persen pasien penelitian yang bergejala parah memiliki mutasi pada gen yang terlibat dalam pertahanan antivirus.

Baca juga: Mutasi Virus SARS-CoV-2 Ada di Indonesia, 3 di Antaranya di DIY-Jateng

Sistem kekebalan

Selain itu, setidaknya 10 persen pasien dengan gejala parah menciptakan antibodi otomatis yang menyerang sistem kekebalan. Padahal sejatinya sistem kekebalan yang melawan virus.

"Hasilnya, dua makalah yang diterbitkan di jurnal Science Daily pada 24 September 2020 mengidentifikasi beberapa akar penyebab Covid-19 yang mengancam jiwa," kata pemimpin studi Jean-Laurent Casanova, Investigator Institut Medis Howard Hughes di The Rockefeller University.

Baca juga: Benarkah Bali Miliki Kekebalan Misterius terhadap Virus Corona? Ini Penjelasan Ahli

Dia melanjutkan, peneliti mengamati antibodi berbahaya itu ditemukan begitu banyak pada pasien.

Penelitian itu juga menunjukkan bahwa jika seseorang dites positif Covid-19, mereka harus benar-benar dites terkait auto-antibodinya juga.

Menurut mereka mengeluarkan antibodi semacam itu dari darah ada kemungkinan dapat meredakan gejala penyakit.

Baca juga: Peringatan WHO, Infeksi Covid-19 untuk Kedua Kalinya dan Sistem Kekebalan Tubuh...

Upaya global

Penelitian dilakukan oleh tim yang dipimpin Cassanova.

Mereka berasal dari Institut Medis Howard Hughes. Mereka bekerja sama dengan dokter di seluruh dunia.

Mereka pertama kali mendaftarkan pasien Covid-19 dalam penelitian mereka pada Februari.

Baca juga: Virus Corona Menular Lewat Droplet dan Airborne, Apa Bedanya?

Pada saat itu, mereka mencari anak muda dengan penyakit Covid-19 yang parah untuk menyelidiki apakah pasien ini mungkin memiliki kelemahan mendasar dalam sistem kekebalan mereka yang membuat mereka sangat rentan terhadap virus.

Penelitian mereka dilakukan dengan memindai genom pasien, khususnya satu set gen yang terlibat dalam kekebalan interferon terhadap influenza.

Pada orang sehat, molekul interferon berperan sebagai sistem keamanan tubuh.

Baca juga: Malaysia Laporkan Lonjakan Kasus Covid-19, Dipicu oleh Pemilu Sabah

Mutasi genetik

Mereka mendeteksi virus dan bakteri yang menyerang dan membunyikan alarm, yang membawa pembela kekebalan lainnya ke tempat kejadian.

Tim Casanova sebelumnya telah menemukan mutasi genetik yang menghambat produksi dan fungsi interferon.

Orang dengan mutasi ini lebih rentan terhadap patogen tertentu, termasuk yang menyebabkan influenza.

Baca juga: Strain Virus Corona Disebut Mengalami Mutasi di Indonesia

Saat menemukan mutasi serupa pada pasien Covid-19, tim berpikir, dapat membantu dokter mengidentifikasi pasien yang berisiko mengembangkan bentuk penyakit yang parah. Itu juga bisa menunjukkan arah baru untuk pengobatan.

Kemudian pada Maret, tim Casanova merekrut 500 pasien dengan Covid-19 parah di seluruh dunia dalam penelitian mereka.

Pada Agustus, mereka memiliki lebih dari 1.500 orang dan sekarang mereka memiliki lebih dari 3.000.

Baca juga: Saat Anak Bosan Belajar di Rumah, Apa yang Harus Dilakukan Orangtua?

Saat para peneliti mulai menganalisis sampel pasien, mereka mulai mengungkap mutasi berbahaya pada orangtua dan muda.

Tim peneliti menemukan bahwa 23 dari 659 pasien yang diteliti membawa kesalahan pada gen yang terlibat dalam memproduksi interferon antivirus.

Menurut dugaan para peneliti, tanpa pelengkap penuh dari pembela antivirus ini, pasien Covid-19 tidak akan dapat menangkis virus. Pikiran itu memicu ide baru.

Baca juga: 130 Dokter Meninggal akibat Covid-19, Dokter Umum Paling Banyak

Kemungkinan pasien lain dengan Covid-19 parah juga kekurangan interferon, tetapi karena alasan yang berbeda.

Mungkin beberapa tubuh pasien merusak molekul ini sendiri. Seperti pada gangguan autoimun seperti diabetes tipe 1 dan rheumatoid arthritis, beberapa pasien mungkin membuat antibodi yang menargetkan tubuh.

"Itu adalah momen eureka bagi kami," kata Casanova.

Baca juga: Vaksin Covid-19 Disebutkan Akan Tersedia pada Akhir Tahun Ini, Benarkah?

Analisis tim terhadap 987 pasien dengan Covid-19 yang mengancam jiwa mengungkapkan hal itu.

Sedikitnya 101 pasien memiliki auto-antibodi terhadap bermacam-macam protein interferon.

"Kami berkata, 'bingo'!" ujar Casanova.

Antibodi ini memblokir tindakan interferon dan tidak ada pada pasien dengan kasus Covid-19 ringan, menurut temuan peneliti.

Baca juga: Soal Subsidi Listrik Gratis, Akankah Diperpanjang hingga 2021?

KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo Infografik: Daftar Prioritas Penerima Vaksin Covid-19

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi